Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) mengungkap bahwa fenomena kasus bunuh diri di Bali sejak tahun 2000 hingga 2022 didominasi oleh kaum laki-laki. Suryani Institute for Mental Health (SIMH) mencatat sejak tahun 2000 hingga 28 September 2022 total kasus bunuh diri sebanyak 2.540 kasus.
"Rata-rata usia dalam kasus bunuh diri di Bali dari tahun 2000-2022 mulai dari usia 21-59 tahun dengan didominasi jenis kelamin laki-laki, dengan lebih dari 50 persen tiap tahunnya," ungkap Prof Suryani, Rabu (28/9/2022).
Dari jumlah tersebut, kasus bunuh diri di Bali terbanyak adalah pada tahun 2004 yakni sebanyak 180 kasus. Prof Suryani menilai saat ini bunuh diri seolah-olah seperti hal yang biasa dan penyelesaian yang terbaik untuk menghadapi kehidupan ini.
Pemicu seseorang melakukan bunuh diri menurut Prof Suryani dari hal-hal sepele seperti dimarahi, tidak punya teman, tidak punya uang, harga diri, sakit dan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalahnya kecil-kecil seperti dimarahi, tidak punya teman, tidak punya uang, harga diri, sakit dan lain-lain. Kalau kita lihat masalahnya tidak terlalu besar tapi, bagi mereka itu adalah masalah sangat besar, karena memang mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi tantangan," papar Prof Suryani.
Faktor Penyebab Bunuh Diri
Prof Suryani menjelaskan beberapa faktor bunuh diri seperti putus asa, merasa tidak ada harapan dan tidak memiliki ruang serta seseorang untuk diajak berkomunikasi juga mempengaruhi tingkat kasus bunuh diri. Faktor lain yang menurut Prof Suryani tidak luput dari fenomena bunuh diri di Bali adalah pasangan suami istri yang hanya sekedar memiliki anak namun dengan tidak adanya persiapan.
"Saya lihat kehidupan di Bali ini sibuk, mereka sekedar membuat anak dan bukan mempersiapkan serta melahirkan anak berkualitas. Ini tidak sesuai dengan filosofi yang diajarkan. Konsep hidup saat ini sudah berubah dan lebih memperhatikan materi," jelas Prof Suryani.
Prof Suryani menilai banyak orang tua yang lebih memilih untuk berfokus pada mencari materi dan menyerahkan pola asuh anak kepada kakek atau nenek hingga pembantu. Ia mengatakan, pendidikan karakter bagi anak-anak sangatlah penting, khususnya pada 10 tahun pertama tumbuh kembang anak.
"Di Bali pun dalam upacara-upacara 10 tahun pertama yang mana upacaranya lengkap untuk menjaga anak menjadi orang spesial. Pembinaan anak dari kecil itulah modal kita dalam melahirkan anak-anak berkualitas," sebutnya.
Selengkapnya klik halaman selanjutnya
Masyarakat Harus Peka Antar Sesama
Prof Suryani menyarankan dengan masih tingginya kasus bunuh diri di Bali, masyarakat haruslah merasa saling peka antara sesama. Sehingga ketika seseorang mengalami perubahan tingkah laku secara drastis, haruslah diajak berbicara dan diperhatikan.
"Semua orang atau pihak harus saling peduli. Saya analisa tingginya kasus dimulai dari diperkenalkannya KB (Keluarga Berencana) dan menggugurkan janin yang dianggap tidak masalah. Dari kepercayaan kita roh-roh ini kan tetap ada dan dari penelitian saya banyak yang mengalami gangguan jiwa karena roh tersebut mengganggu," pungkasnya.
Rincian Data Kasus Bunuh Diri di Bali Tahun 2000-September 2022
Berdasarkan data yang dihimpun detikBali dari Suryani Institute for Mental Health (SIMH), berikut data kasus bunuh diri di Bali dari tahun 2000 hingga Rabu (28/9/2022). Dengan total kasus bunuh diri sebanyak 2.540 kasus.
- Tahun 2000: 106 kasus
- Tahun 2001: 91 kasus
- Tahun 2002: 79 kasus
- Tahun 2003: 69 kasus
- Tahun 2004: 180 kasus
- Tahun 2005: 171 kasus
- Tahun 2006: 158 kasus
- Tahun 2007: 145 kasus
- Tahun 2008:153 kasus
- Tahun 2009:146 kasus
- Tahun 2010:120 kasus
- Tahun 2011: 126 kasus
- Tahun 2012: 106 kasus
- Tahun 2013: 82 kasus
- Tahun 2014: 124 kasus
- Tahun 2015: 115 kasus
- Tahun 2016: 91 kasus
- Tahun 2017: 99 kasus
- Tahun 2018: 82 kasus
- Tahun 2019: 60 kasus
- Tahun 2020: 68 kasus
- Tahun 2021: 125 kasus
- 28 September 2022: 44
Simak Video "Video: Bom Bunuh Diri ISIS Meledak di Gereja Suriah, 20 Orang Tewas"
[Gambas:Video 20detik]
(nor/hsa)