Sebanyak 90 seniman dan maestro seni tradisi Bali terlibat dalam pertunjukan teater Sudamala: dari Epilog Calonarang produksi Titimangsa Foundation di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia pada 10-11 September 2022.
Dalam pertunjukan itu, Happy Salma dibantu produser lain yakni Nicholas Saputra. Nicholas Saputra yang tinggal lama di Ubud, Bali, sejak dua tahun terakhir mengaku melihat banyak pertunjukan Calonarang yang dipentaskan dan jarang dilihat publik.
Dari situ, Happy Salma menggaet Nico untuk terlibat dalam pementasan terbesar Titimangsa Foundation.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kisah Barong dan Rangda di Bali |
![]() |
"Alasan mengapa saya berani memproduksi, terutama karena dilakukan bersama Titimangsa. Saya kenal cukup lama lalu mengikuti perkembangan Titimangsa yang bikin banyak teater dengan skala besar dan berbeda-beda," ungkap Nico.
Selama tinggal di Ubud, ia melihat ada banyak pementasan Calonarang yang berbeda.
"Saya melihat banyak hal yang belum dilihat sebelumnya dan mau berbagi pengalaman itu dengan teman-teman Jakarta, sangat luar biasa. Diskusi demi diskusi membawa ini kepada keputusan menampilkan Calonarang," sambungnya.
Di Bali, acara kebudayaan Calonarang kerap digelar secara rutin. Calonarang diselenggarakan dengan berbagai macam alasan, ada yang sifatnya hajatan, pembersihan suatu wilayah sampai keluarga tertentu.
Happy Salma menceritakan ide mengenai pertunjukan Sudamala: Dari Epilog Calonarang itu terlintas tahun lalu usai menggelar Taksu Ubud di Bali.
"Usai pementasan, Cokorda Gde Bayu memperlihatkan katalog Exposition Coloniale Internationale Paris 1931. Pada perhelatan yang diselenggarakan kaum kolonial itu, Calonarang tampil di Paris selama 6 bulan bersama Legong dan Janger. Hal tersebut semakin memantik keberanian kami untuk membuatnya," kata Happy Salma.
Sementara, Maestro Calonarang, I Made Mertanadi (Jro Mangku Serongga), yang juga sebagai sutradara sekaligus memerankan Walu Nateng Dirah mengatakan cerita yang ditampilkan di Jakarta sesuai dengan tradisi kuno yang berlangsung ratusan tahun di Bali.
"Kami menampilkannya dengan tampilan dan sentuhan teknologi modern serta tokoh Bondres yang akan menyampaikan kisah dalam bahasa Indonesia. Pementasan ini juga berkolaborasi dengan seniman-seniman seni pertunjukan luar Bali untuk memberikan perspektif dan cara pandang dari kacamata luar Bali," katanya.
Wawan Sofwan dipercaya mengurusi dramaturgi pertunjukan, Iskandar Loedin untuk artistik, dan I Wayan Sudirana bersama Gamelan Yuganada mengomposisi musik. Kostum dirancang oleh A A Ngurah Anom Mayun Konta Tenaya dan Retno Ratih Damayanti.
Sebagai satu kesatuan di dalam pementasan, akan ditampilkan pula barong, rangda, topeng, gamelan, dan wastra yang diproduksi oleh para maestronya.
![]() |
(nor/nor)