Tak Sepakat Cukai Tembakau Naik, Serikat Pekerja Kirim Surat ke Jokowi

Tak Sepakat Cukai Tembakau Naik, Serikat Pekerja Kirim Surat ke Jokowi

Tim detikFinance - detikBali
Sabtu, 27 Agu 2022 19:06 WIB
Para petani menjemur tembakau rajangan di halaman parkir Pasar Hewan Desa Jelok, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Sabtu (13/8/2022).
Ilustrasi para petani menjemur tembakau. (Foto: Jarmaji/detikJateng)
Bali -

Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI mengirim surat ke Presiden Joko Widodo. Surat tersebut merespons rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2023 yang hendak dilakukan pemerintah. FSP RTMM SPSI menilai CHT 2023 bakal berdampak pada penurunan kesejahteraan para pekerja di industri hasil tembakau (IHT).

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Sudarto meminta pemerintah tidak menaikan tarif CHT pada 2023. Ia menyebut kenaikan CHT yang terjadi tiap tahun telah menyebabkan puluhan ribu pekerja di sektor IHT dirumahkan bahkan kehilangan pekerjaan.

"Kami sangat khawatir atas kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang sangat tinggi. Hal ini akan membahayakan IHT, khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya, yang merupakan sawah ladang mayoritas tempat bekerja para anggota kami, sebagai tempat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarganya sehari-hari," katanya, Sabtu (27/8/2022) dikutip dari detikFinance.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudarto membeberkan, sepanjang 10 tahun terakhir, kenaikan cukai tembakau telah menimbulkan pengurangan pekerja. "Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, anggota kami berkurang sebanyak 60.889 orang, dan mayoritas adalah pekerja SKT yang didominasi perempuan dengan pendidikan yang terbatas," ujarnya.

"Kami memohon kepada pemerintah untuk melindungi IHT sektor padat karya dengan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau dan harga jual rokok pada 2023, terutama sigaret kretek tangan (SKT)," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia meminta pemerintah agar berhati-hati ketika menetapkan kebijakan cukai. Sebab, kebijakan tersebut berdampak langsung pada industri. Termasuk pula mempengaruhi kesejahteraan pekerja hingga kepastian kelangsungan pekerjaan bagi pekerja.

"Industri harus tumbuh dan berkembang karena harus menghidupi pekerjanya untuk mendapat penghasilan kehidupan yang layak setiap tahun. Industri digencet terus sementara penerimaan negara diminta tinggi itu tidak rasional, buruh ditekan dan petani juga rugi," katanya

Dia berharap pemerintah dapat melibatkan seluruh pemangku kepentingan IHT, mulai dari pekerja, pengusaha, dan petani dalam proses penyusunan kebijakan.
Terlebih menurutnya saat ini industri tembakau tidak hanya menerima tekanan dari kebijakan cukai, tetapi juga desakan dari organisasi antitembakau.

"Desakan dari organisasi antitembakau yang terindikasi dikendalikan dan disokong oleh berbagai lembaga asing, yang memposisikan seolah produk hasil tembakau menjadi produk ilegal yang patut diduga ingin mematikan IHT di Indonesia," katanya.




(iws/iws)

Hide Ads