Singapura bakal menghapus Undang-undang tentang seks sesama laki-laki yang diwarisi negara tersebut sejak era kolonial Inggris. Nantinya, aktivitas seks para gay tidak dikenakan pidana.
Rencana itu diungkapkan oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Ia mengatakan Pasal 377A KUHP yang menghukum hubungan seks antara laki-laki dengan hukuman hingga dua tahun penjara juga akan dihapus.
"Sudah waktunya untuk bertanya pada diri kita sendiri pertanyaan mendasar: Haruskah seks antara laki-laki secara pribadi menjadi tindak pidana?" kata Lee, seperti dikutip detikNews dari AFP, Senin (12/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah akan mencabut pasal 377A dan mendekriminalisasi seks antar laki-laki. Saya percaya ini adalah hal yang benar untuk dilakukan, dan sesuatu yang sekarang akan diterima oleh sebagian besar warga Singapura," lanjutnya.
Diketahui, pegiat hak-hak gay di Singapura telah lama mengatakan undang-undang itu bertentangan dengan budaya negara kota yang semakin modern dan dinamis. Mereka bahkan telah mengajukan dua gugatan hukum terkait hak-hak para gay, namun gagal.
Pidato Lee di hari Minggu yang menyebut akan menghapus Undang-undang tentang seks gay pun dinilai menunjukkan perubahan sikap pemerintah sejak 15 tahun lalu. Orang gay di Singapura pun kini lebih diterima secara lokal, terutama di kalangan anak muda di negara tersebut.
Menurut Lee, keputusan mencabut UU gay akan sejalan dengan adat istiadat sosial saat ini. Dia pun berharap para gay dapat terbantu dengan keputusan tersebut.
"Ini akan membawa hukum sejalan dengan adat istiadat sosial saat ini, dan saya berharap, memberikan beberapa bantuan kepada gay Singapura," ucapnya.
Namun demikian, Lee mengatakan pencabutan pasal 377A tidak berarti memberikan kesetaraan pernikahan penuh. Pemerintah Singapura akan tetap menjunjung tinggi pernikahan pria dan wanita.
Lee juga mengaku bahwa pemerintah tidak ingin pencabutan aturan soal gay tersebut memicu perubahan norma-norma sosial secara drasts. Termasuk bagaimana pernikahan didefinisikan dan hal itu diajarkan di sekolah.
"Makanya, meski pasal 377A kami cabut, kami tetap menjunjung tinggi dan menjaga institusi perkawinan. Hanya pernikahan antara satu pria dan satu wanita yang diakui di Singapura," jelasnya.
(iws/iws)