Desa Adat Kubontingguh Produksi Air Kemasan dari Beji Pura Puseh

Desa Adat Kubontingguh Produksi Air Kemasan dari Beji Pura Puseh

Chairul Amri Simabur - detikBali
Sabtu, 30 Jul 2022 23:15 WIB
Beji Pura Puseh Kubontingguh, Tabanan, Bali, yang menjadi sumber bahan baku air kemasan Tirta Amerta Kubontingguh.
Beji Pura Puseh Kubontingguh, Tabanan, Bali, yang menjadi sumber bahan baku air kemasan Tirta Amerta Kubontingguh. Foto: Istimewa
Tabanan -

Desa Adat Kubontingguh, Desa Denbantas, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali, tengah berupaya membangun kemandirian dari sisi ekonomi dengan memproduksi air kemasan sendiri, yang bahan bakunya dari Beji Pura Puseh. Produksi air kemasan Tirta Amerta Kubontingguh itu digerakkan oleh Baga Utsaha Padruen Desa Adat (BUPDA) di bawah desa adat setempat.

"Kami baru memulainya. Baru berjalan lima bulan ini. Tapi persiapan kurang lebih sudah delapan bulan lalu," jelas Bendesa Adat Kubontingguh, Ida Bagus Nyoman Trisika (64), Sabtu (30/7/2022).

Ia menjelaskan, selain mengenalkan produk yang berbeda dengan BUPDA lainnya, produksi air kemasan ini juga untuk mengejar target jangka panjang, yakni meringankan beban masyarakat dalam menjalankan tanggung jawab adat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga dalam kegiatan adat, beban ekonomi yang ditanggung krama adat bisa dikurangi. Misalnya dalam perbaikan pura atau pelaksanaan piodalan (upacara keagamaan)," ujarnya.

Nyoman Trisika mengatakan, gagasan memproduksi air kemasan ini didasari pada potensi alam yang dimiliki desa adat setempat, yakni mata air yang menghasilkan 2,5 liter per detik. "Nama mata airnya, Beji Pura Puseh Desa Adat Kubontingguh. Airnya selama ini terbuang percuma," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Karena itu, sekitar delapan bulan lalu, Desa Adat Kubontingguh memulai gagasan untuk memproduksi air kemasan tersebut. Diawali dengan menguji kandungan air dan kelayakannya untuk dikonsumsi.

"Apakah bagus dan layak dikonsumsi. Tes dilakukan laboratorium di Sanglah. Hasil tes yang terdiri dari 27 item bagus," ungkapnya.

Sejak itu, pihaknya kemudian membeli mesin pemurnian air reverse osmosis dan membangun tempat produksi dengan memanfaatkan lahan desa adat yang luasnya kurang lebih sepuluh are. Hasil produksi tahap awal kemudian diuji kembali untuk memastikan sejauh mana kelayakannya untuk dikonsumsi.

"Jadi dua kali tes dan hasil tes yang kedua juga bagus," imbuhnya.

Ia mengungkapkan, jumlah produksi air kemasan Tirta Amerta Kubontingguh belum terlalu besar. Meski mesin permurnian yang dimiliki BUPDA Kubontingguh sanggup menghasilkan 6.500 liter per jam.

"Produksi sehari baru kisaran 50 sampai seratus galon. Kami sesuaikan dengan penjualannya. Karena kami baru menjualnya secara terbatas. Baru di lingkungan desa adat kami yang jumlah kramanya terdiri dari 1.200 kepala keluarga. Biasanya akan terjual kalau ada kegiatan upacara keagamaan," jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga tengah mengurus izin agar bisa memasarkan produk air kemasan tersebut ke luar desa adat. "Sejauh ini baru izin air isi ulang saja. Mudah-mudahan dalam setahun ini kelengkapan izinnya bisa selesai," imbuh Triarsa.

Pihaknya belum bisa memastikan berapa omzet dari penjualan produk air kemasan tersebut. Produksi juga difokuskan pada kemasan galon dengan kapasitas 19 liter dengan harga jual Rp 6 ribu.

"Awalnya kami mau pasang Rp 10 ribu. Tapi karena kondisi ekonomi masyarakat akibat pandemi COVID-19, kami putuskan Rp 6 ribu saja untuk sementara ini,"

Dengan harga jual yang relatif rendah, hasil penjualan yang masuk baru bisa dipakai untuk ongkos produksi dan menggaji enam tenaga kerja yang dipekerjakan sesuai Upah Minumum Kabupaten (UMK).

"Selain itu, kami juga belum bisa mencapai target produksi minimal 200 galon dalam sehari. Kalau sampai di target itu, kami rasa baru bisa bicara omzet," pungkasnya.




(irb/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads