Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)AmriNuryadin buka suara soal klaim Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB proyek pembangunan kereta gantung tidak merusak hutan. Dia menilai bahwa Pemprov NTB semestinya tidak perlu buru-buru dalam mempercepat rencana pembangunan yang dilakukan oleh PT Indonesia Lombok Resort ini.
Apalagi lanjut Amri, proses izin dan kajian feasibility study (FS) dan detail engineering design (DED) harus dilihat jauh secara komprehensif.
"Jangan kami diakali katanya tidak akan merusak hutanlah. Ini kan bisa saja terjadi, izin belum ada sudah kaji FS, DED bahkan Amdalnya (analisis mengenai dampak lingkungan). Kalau izin tidak ada tapi sudah mengkaji FS, DED dan Amdal jangan dibolak balik dong," tegas Amri kepada detikBali, Selasa (26/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walhi meminta Pemprov NTB melakukan kajian dampak kebencanaan terkait rencana pembangunan kereta gantung Rinjani yang menelan biaya anggaran Rp 2,2 triliun tersebut.
"Pembangunan kereta gantung ini harus dilihat secara komprehensif sesuai dengan aturan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Bukan berarti setelah melibatkan banyak pihak termasuk aktivis bisa memuluskan rencana pembangunan ini," katanya.
Menurut Amri rencana pembangunan proyek kereta gantung Rinjani yang didanai investor asal China harus mendapatkan izin dari kementerian Lingkungan Hidup. Amri pun mengaku belum melihat adanya izin yang diterima pihak Pemprov NTB terkait rencana pembangunan kereta gantung tersebut.
"Ini kan masuk kawasan hutan warga. Jadi harus juga melihat peraturan tentang perlindungan kawasan hutan dan ruang terbuka hijaunya. Memangnya ada kewenangan LHK NTB untuk memberikan izin? Tidak ada di sini," ujarnya.
Pembangunan kereta gantung yang direncanakan di kawasan hutan Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara tidak hanya dipandang dari segi bisnis dan ekonomi. Walhi NTB pun menegaskan bahwa rencana pembangunan tersebut harus melihat dari berbagai lini. Baik sosial, lingkungan, kebencanaan baru kemudian bicara bisnis dan ekonomi.
"Karena yang terdampak ini kan banyak. Jangan kemudian membangun dengan dalih perekonomian warga, padahal itu menjadi sumber bencana. Sudah banyak contohnya. Termasuk Sirkuit Motor Cross 459 Lantan. Itu akan sebabkan banjir ke Desa Lantan tanggal 13 Juli 2022 lalu," tegasnya.
Menurutnya, Pemda NTB juga harus mempertimbangkan Perda tentang pengelolaan bencana yang ada di NTB. Pasalnya sistem early warning tentang kebencanaan harus diperhatikan sebelum pembangunan dimulai.
"Jangan sudah ada dampak baru mengalihkan perhatian ke sana. Saya pikir pelibatan warga, akademisi, dan sektor lain yang terdampak dalam penyusunan Amdal harus diakomodir. Pelibatan aktivis lingkungan ini sementara hanya bagian support kontrol sistem dari pembangunan ini," katanya.
Dikatakan Amri dalam pasal 33 undang-undang PPLH mengatakan tegas bahwa setiap pemanfaatan kawasan hutan harus ada pelibatan warga yang ada di lokasi pembangunan. Karena konsep pemberian izin dalam pembangunan proyek yang menelan anggaran Rp 2,2 triliun itu adalah upaya pemanfaatan lahan yang tadinya tidak boleh digarap menjadi boleh.
"Ingat konsepsi izin itu kan yang tadi awalnya tidak boleh dilakukan jadi boleh. Jangan kemudian izin itu atas nama retribusi dan administratif saja. Izin ini bagian dari control terhadap yang tidak boleh dan menjadi dibolehkan tadi," ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB Julmansyah mengaku pihaknya belum bisa memberikan keterangan terkait ada tidaknya izin yang diberikan kementerian LHK terkait pemanfaatan hutan dari rencana pembangunan kereta gantung Rinjani di Desa Karang Sidemen.
"Silakan ke Kabid Planologi dan Produksi Hutan ya. Saya lagi rapat," kata Julmansyah. detikBali pun mencoba menghubungi Kepala Bidang Planologi dan Produksi Hutan LHK NTB Burhan Bono belum juga mendapat respon.
(nor/nor)