Seorang alumni SMA Bali Mandara, yakni Putu Ari Sanjaya Putra kini berprofesi sebagai perwira polisi dengan jabatan Kepala Unit (Kanit) Tipikor Satreskrim Polres Lebak, di Provinsi Banten.
Menurut Ari, sebagai alumni SMA Bali Mandara angkatan pertama, banyak hal yang berubah dalam hidupnya. Salah satunya ia memiliki kemampuan untuk bersaing, tak hanya di lingkup Bali saja namun juga di luar Bali.
"Saya bisa lulus di akademi kepolisian (Akpol) dan memiliki gaji tetap per bulannya. Selain itu saya juga bisa mengabdi kepada Negara," katanya saat dihubungi detikBali, Rabu (22/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini Ari sudah berpangkat Ipda, dan bertugas dalam hal pengawasan terhadap anggaran pemerintah yang berasal dari APBD, baik APBD Provinsi maupun Kabupaten. Sementara, terkait prestasi selama di SMA Bali Mandara, ia merupakan atlet beladiri kempo Kabupaten Buleleng tahun 2011-2013.
Kepada detikBali, Ari menuturkan awalnya sempat tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA karena terkendala biaya. Ia merupakan anak keempat dari enam bersaudara dan hanya memiliki Ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja pada saat itu.
"Perekonomian di rumah bisa dibilang cukup untuk makan sehari-hari saja, dan waktu itu yang memiliki semangat bersekolah adalah saya," kata Putu Ari Sanjaya Putra.
Namun, setelah melihat peluang dan fasilitas yang dimiliki SMA Bali Mandara, perwira polisi asal Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng ini pun merasa tertarik untuk mendaftar.
"Ketika pertama masuk SMA Bali Mandara, yang namanya orang kampung dan minim teknologi di desa ya saya tidak punya basic komputer apalagi bahasa Inggris. Tapi, setelah setahun saya bersekolah di sana akhirnya saya bisa mahir menggunakan komputer bahkan kemampuan bahasa Inggris saya meningkat pesat," katanya.
Menurutnya, banyak hal yang Ia terima selama menempuh pendidikan di SMA tersebut, mulai dari kemampuan berkomunikasi, sosial, pengetahuan hingga kerohanian.
Putu Ari Sanjaya Putra menjelaskan, sistem asrama merupakan sistem pendidikan yang positif dan baik bagi generasi muda.
"Di sana tidak ada pembeda dan kami tidak ada beban strata. Tentunya, ini berbeda dengan di luar yang menurut saya ada titik timpang dalam segi treatment terhadap orang yang status sosialnya tinggi dan yang rendah," ucapnya.
Selain itu, sistem asrama juga bisa membatasi pergaulan siswa yang terbilang masih akil balig dan belum tetap pendirian, mengingat tak sedikit siswa yang salah pergaulan hingga tak bisa melanjutkan pendidikan.
Disinggung mengenai perubahan status SMA Bali Mandara menjadi sekolah reguler, kata Putu Ari Sanjaya Putra, kebijakan tersebut harusnya bisa dikaji kembali.
"Saya rasa sekolah ini adalah aset dan terobosan yang dimiliki Pemprov Bali. Kalau misalnya masalahnya adalah karena anggaran saya rasa tidak logis, karena kita tahu Bali adalah pariwisata terbesar di Indonesia dan saya rasa dengan pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah), baik itu dari pajak atau retribusi daerah Bali, saya rasa masih sangguplah untuk membiayai satu sekolah khusus," terangnya.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Bali harus mengkaji kembali keefektifan sekolah tersebut tersebut bersama akademisi-akademisi di Bali.
" SMA Bali Mandara ini adalah suatu sekolah unggulan yang tentunya produk-produk (siswa, red) bisa dikawal oleh Pemprov Bali sampai orang tersebut bisa menjadi orang-orang yang berguna di masa depan untuk di Provinsi Bali tentunya," ungkapnya.
(kws/kws)