Revisi Perda RTRWP Bali Dituding Muluskan Proyek Pembangunan LNG

Revisi Perda RTRWP Bali Dituding Muluskan Proyek Pembangunan LNG

Tim detikBali - detikBali
Senin, 20 Jun 2022 15:21 WIB
Masyarakat Desa Adat Intaran, Denpasar, gelar aksi unjuk rasa. Mereka menolak rencana pembangunan terminal gas alam cair di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai.
Masyarakat Desa Adat Intaran, Denpasar, gelar aksi unjuk rasa. Mereka menolak rencana pembangunan terminal gas alam cair di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai. (Foto: I Wayan Sui Suadnyana/detikcom)
Denpasar -

Keinginan Gubernur Bali Wayan Koster yang meminta DPRD Bali mempercepat revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali, menuai kecaman dari sejumlah organisasi lingkungan hidup di Bali. Aktivis lingkungan hidup menilai, upaya revisi RTRWP Bali itu bakal memuluskan rencana pembangunan proyek terminal gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di kawasan hutan mangrove.

Ketua Kekal Bali, I Wayan Adi Sumiarta menyebut, keinginan merevisi RTRWP Bali sangat tidak masuk akal. Justru, menurutnya, hal itu memunculkan kecurigaan agar pembangunan proyek LNG bisa dipindah dari kawasan Benoa ke kawasan mangrove.

"Kami menolak terminal LNG di kawasan mangrove dan menolak revisi Perda RTRWP Bali yang digunakan untuk mengakomodir proyek tersebut," kata Adi Sumiarta di Denpasar, Senin (20/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penolakan juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Frontier Bali A.A. Gede Surya Sentana. Ia meminta DPRD Bali segera mendesak Gubernur Bali untuk menolak peninjauan kembali dan/atau revisi Perda RTRWP yang mengakomodir pembangunan terminal LNG di kawasan hutan mangrove.

"Hentikan semua agenda membahas Perda RTRWP Bali, bubarkan Pansus Perda peninjauan kembali dan/atau revisi aturan tersebut. Lalu DPRD lekas mengeluarkan sikap penolakan terhadap pembangunan proyek terminal LNG di kawasan hutan mangrove," kata Surya Sentana.

ADVERTISEMENT

Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata menegaskan bahwa yang dipersoalkan aktivis lingkungan bukan pembangunan terminal LNG, melainkan lokasinya yang dinilai bakal mengorbankan hutan mangrove.

"Boleh Anda membangun terminal LNG, tidak apa-apa kami tidak mempermasalahkan itu. Tapi jadi masalah ketika proyek ini harus mengorbankan lebih kurang 14,5 hektar kawasan hutan mangrove. Jangan di kawadan mangrove, itu saja," ujar Krisna.

Untuk diketahui, terminal LNG yang dimaksud rencananya akan dibangun di kawasan hutan mangrove di pesisir Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Proyek ini dibangun oleh PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) dan PT Dewata Energy Bersih (DEB).

Sebelumnya, warga Desa Adat Intaran, Denpasar, melakukan aksi demonstrasi turun ke jalan menolak rencana pembangunan LNG. Terlebih lagi, lokasi pembangunan LNG itu bersebelahan dengan wilayah Desa Adat Intaran. Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana mengatakan, rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Sebab dalam aturan itu, terminal LNG harusnya berada di kawasan Benoa.

Koster Minta Revisi Perda RTRWP Bali Dipercepat

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster meminta DPRD Bali untuk cepat berproses terkait revisi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2009-2029 direvisi lagi. Padahal, Perda tersebut baru diubah dua tahun lalu.

Selain Perda RTRW, Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) juga sebenarnya sudah disahkan di DPRD Bali. Namun dalam proses harmonisasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tiba-tiba sekarang harus diintegrasikan dengan Perda RTRW.

"Jadi dua Perda definitif dan satu Raperda (RZWP3K) ini sebenarnya sudah secara substansi telah mendapat persetujuan kita bersama di forum DPRD ini," jelas Koster saat rapat Paripurna penyampaian Raperda RTRW tersebut di DPRD Bali, Senin (20/6/2022).

Oleh karena itu, Koster meminta Dewan Bali untuk segera dan cepat merevisi Perda RTRW tersebut. Bahkan, ia meminta revisi diselesaikan dalam kurun waktu dua pekan saja.

"Kalau bisa selesainya dua Raperda ini (diselesaikan) tidak perlu satu bulan, kalau bisa dua minggu lebih baik sehingga lebih cepat kita ajukan ke Kementerian Dalam Negeri," pinta Koster.

"Saya kira kalau substansi seriusnya kan sudah kita bahas lama dulu dengan proses yang cukup panjang, setahun lebih kita membahasnya. Sekarang karena perubahan aturan di atasnya kita menyesuaikan secara formal," imbuh Koster.




(iws/iws)

Hide Ads