Walhi Tolak Pembangunan Terminal LNG Bali di Kawasan Hutan Mangrove

Walhi Tolak Pembangunan Terminal LNG Bali di Kawasan Hutan Mangrove

Miechell Octovy Koagouw - detikBali
Senin, 20 Jun 2022 14:38 WIB
Tiga organisasi lingkungan hidup di Bali, yaitu Walhi Bali, Kekal Bali, dan Frontier Bali menolak pembangunan terminal LNG di kawasan Mangrove Tahura (Taman Hutan Raya) Ngurah Rai.
Tiga organisasi lingkungan hidup di Bali, yaitu Walhi Bali, Kekal Bali, dan Frontier Bali menolak pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove Tahura (Taman Hutan Raya) Ngurah Rai. (Foto: Miechell Octovy Koagouw/detikBali)
Denpasar -

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menolak pembangunan terminal gas alam cair atau liquefied natural gas atau LNG di kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Penolakan juga disampaikan oleh dua organisasi lingkungan hidup lainnya yaitu Komite Kerja Advokasi Lingkungan (Kekal) Bali dan Frontier Bali.

Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata mengungkapkan, yang dipersoalkan aktivis lingkungan bukan pembangunan terminal LNG, melainkan karena pembangunannya bakal mengorbankan hutan mangrove.

"Boleh Anda membangun terminal LNG, tidak apa-apa kami tidak mempermasalahkan itu. Tapi, jadi masalah ketika proyek ini harus mengorbankan lebih kurang 14,5 hektar kawasan hutan mangrove. Jangan di kawasan mangrove, itu saja," ujar Krisna di Denpasar, Senin (20/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan, lokasi pembangunan proyek terminal LNG di kawasan hutan mangrove ini akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sekaligus meningkatkan potensi Bali diterpa bencana.

"Jika dihitung, dari 14,5 hektar wilayah mangrove dapat menyerap 576,375 ton karbon per tahun. Selain itu, mangrove juga berguna untuk mempertahankan stabilitas bentang alam, salah satunya sebagai pengendalian abrasi dan mereduksi dampak bencana tsunami," kata Krisna.

ADVERTISEMENT

Proses pengerukan proyek terminal LNG tersebut, menurut Krisna, berdampak terhadap keberadaan terumbu karang, perubahan arus dan gelombang, dan pada akhirnya menyebabkan abrasi. Ia menyebut, rusaknya ekosistem biota laut akibat kerusakan hutan mangrove juga akan berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Terlebih lagi bagi masyarakat Sanur yang kehidupannya bergantung di kawasan pesisir.

"Jadi sudah fix, penolakan kami itu jangan membangun terminal LNG di kawasan hutan mangrove karena akibat yang akan timbul sangat fatal ke depannya," tandasnya.

Seperti diketahui, terminal LNG rencana akan dibangun di kawasan pesisir Desa Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Proyek ini dibangun oleh PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) dan PT Dewata Energy Bersih (DEB). Proyek ini rencananya akan dibangun di kawasan hutan mangrove.

Sebelumnya, warga Desa Adat Intaran, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar melakukan aksi demonstrasi turun ke jalan menolak rencana pembangunan LNG. Terlebih lagi, lokasi pembangunan LNG itu bersebelahan dengan wilayah Desa Adat Intaran.

Bendesa Adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana mengatakan, bahwa rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove melanggar dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Sebab dalam aturan itu, terminal LNG harusnya berada di kawasan Benoa.




(iws/iws)

Hide Ads