Prof Rumawan Sebut Perubahan SMA Bali Mandara Tanpa Kajian Mendalam

Prof Rumawan Sebut Perubahan SMA Bali Mandara Tanpa Kajian Mendalam

Triwidiyanti - detikBali
Rabu, 15 Jun 2022 19:02 WIB
Siswa SMA Negeri Bali Mandara saat melakukan aktivitas di Sekolah.
Foto: Siswa SMA Negeri Bali Mandara saat apel di Sekolah. (Dok. Humas SMA Negeri Bali Mandara.)
Denpasar -

Pengamat pendidikan Prof. Putu Rumawan Salain menilai kebijakan pemerintah provinsi (Pemprov) Bali melalui Gubernur I Wayan Koster yang mengubah pola layanan pendidikan SMA Bali Mandara menjadi SMA reguler tidak berdasarkan kajian akademis yang mendalam.

"Ini pandangan pribadi berdasarkan beberapa data interpretasi yang saya lakukan. Sayang kalau ini diregulerkan karena dimasa depan tanpa melihat nama sekolah, di mana lokasinya. Bali punya center of excelent di dunia pendidikan," ungkapnya saat dihubungi detikBali Rabu (15/6/2022).

Karena itu, menurutnya apapun kepentingannya SMA Bali Mandara harus dibela untuk generasi mendatang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keputusan sudah turun harusnya ada kajian akademis apa sebabnya sekolah tersebut diregulerkan. Kalau masalah biaya begitu banyak kantong - kantong (pihak ketiga) yah kalau boleh dikatakan ini agar bisa di-review untuk bisa melakukan peningkatan sesuai konsep yang sudah ada karena orang selalu berdebat bersembunyi di balik topeng miskin," beber arsitek tradisional Bali ini.

Bahwa memang di setiap sekolah sudah ada siswa miskin 10 persen, tapi yang benar-benar miskin mereka tidak tahu. "Dan SMA Bali Mandara itu kan untuk menampung siswa yang tidak bisa meningkatkan kualitas pendidikannya," imbuh dia.

ADVERTISEMENT

Dengan model sekolah asrama (boarding school) seharusnya pihak pemerintah provinsi Bali bisa mengajak pihak - pihak lain tanpa menyalahi aturan, misalnya dahulu ada Sampoerna Foundation.

Sambungnya, ketika ada komitmen berani mengajak swasta untuk menjadi sponsor, seharusnya sekarang Pemprov bisa melanjutkan kembali program itu jika memang terjadi masalah soal anggaran.

Bahkan Prof.Rumawan mengajak para anggota wakil rakyat yang duduk di DPR untuk iuran menyokong SMA Bali Mandara. "Ya secara teoritis urunan bisa, misal DPR dipotong sumbangsihnya selama 6 bulan kan kita tidak tahu Pemprov pendapatannya bakal naik, siapa yang tahu kan," tegasnya.

Dan apabila kini sekolah tersebut diterapkan sistem zonasi dengan lokasi yang ada menurutnya sangat tidak tepat. "Apalagi tidak ada asrama jadi reguler jadi rumah hantu itu kalau kuota siswanya tidak bisa 100 persen atau 70 persen kan bisa diturunkan jadi 50 persen kalau turun kan dananya juga ikut turun," ungkap dia.

Pihaknya pun mengajak Pemprov Bali untuk belajar ke daerah lain, bahkan di Jawa Tengah banyak sekolah gratis tidak ada hanya satu. "Di Surabaya bahkan Risma katanya, Gubernur Jatim dulu menerapkan sistem denda kepada orang tua siswa yang tidak menyekolahkan anaknya jadi jemput bola dia," imbuhnya.

Apabila alasannya demi pemerataan menurutnya hal itu sangatlah aneh, kalau memang ingin merata menurutnya seharusnya sekolah semacam SMA Bali Mandara tidak hanya satu berdiri.

"Ya kalau bisa ada 5 di utara Jembrana, barat Karangasem, Bangli, Gianyar, Klungkung," tandasnya seraya menegaskan jika pihaknya hingga kini tidak mengetahui penyebab akademik diubahnya pola layanan sistem pendidikan di sekolah tersebut.

"Buat sekolah itu menyebar di 5 kabupaten itu tadi bukan sekolah unggulan tapi kita buat jargonnya sekolah itu bernafaskan adat dan budaya Bali," imbuhnya.

Kalau indikatornya prestasi, katanya itu juga salah, karena tujuan utama pendidikan di sekolah itu sudah dievaluasi bahwa keberhasilan siswa didik di sekolah tersebut tidak ditentukan oleh IQ.

"Ada nilai tambah yang tidak disadari oleh orang lain yaitu nilai kecerdasan emosional, boleh orang bilang tidak berprestasi ada SMA 1 Denpasar misalnya, SMA 4 dan SMA 1 Singaraja tapi kan mereka menyebar, boleh diadu mereka ini justru tidak ada prestasinya jangan diukur seperti itu, itu terlalu naif," katanya.

Pihaknya berharap SMA Bali Mandara dapat dilanjutkan terlepas dari kepentingan yang lain - lain. "Kita buka-bukaan saja dengan prestasi lain, jangan malah dijegal," tegasnya.

Mestinya katanya sekolah itu dievaluasi dan dikembangkan. "Kalau saya lihat masalah ini langsung diamputasi tidak ada preventif untuk menangani ini," tegasnya.

Kalaupun ada sekolah lain yang iri karena sekolah tersebut mendapat kucuran dana seharusnya tidak perlu ada yang merasa iri. Justru, katanya, hal ini seharusnya menjadi lecutan bagi sekolah lain untuk menghasilkan siswa berprestasi.

Ditanya komentarnya bagaimana terhadap 5 fraksi yang menyetujui keputusan Gubernur tersebut, Rumawan mengaku tidak mau ikut terlibat dalam ranah politik karena di dalam pemerintahan itu sendiri beraneka warna.

"Silakanlah saya tidak ikut bicara ke ranah politik ini kan politiknya ada di pemerintah, kita tahu warna di pemerintah, sebagai seorang akademis saya tidak melihat itu kita hanya melihat bagaimana generasi Bali ke depan," pungkas dia.

Ia pun mengajak Pemprov untuk melihat jangka panjangnya. "Astungkara bisa terwujud namanya manusia kan siapa tahu berubah kita nggak bersaing dengan yang kaya tapi kita menciptakan manusia yang unggul," tandasnya.

Disdikpora Bali Ungkap Alasan Hapus Sistem Asrama SMA Bali Mandara

Sebelumnya diberitakan, Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali membantah penghapusan sistem asrama bagi siswa-siswi SMA Bali Mandara akibat kekurangan anggaran. Sistem asrama dihapus karena banyak siswa-siswi lain yang tidak dapat di SMA Bali Mandara, yang juga harus mendapatkan perhatian pemerintah.

"Kalau berbicara anggaran, kalau anggaran hanya untuk di sekolah tersebut tentu masih sangat mencukupi," kata Kadisdikpora Ketut Ngurah Boy Jayawibawa saat konferensi pers di kantornya, Senin (6/6/2022).

"Karena ini kan masih banyak yang harus dientaskan, masih banyak yang harus ditangani, bukan hanya yang tadi, katakan 800 atau 900 (orang) di sekolah tertentu, ini sudah mencakup seluruh Bali. Jadi oleh Bapak Gubernur, pemerintah harus hadir harus merata sampai ke kecamatan sampai ke desa-desa," terang Boy.

Menurut Boy, suatu kebijakan pasti ada pelaksanaan dan evaluasi, termasuk di SMA Bali Mandara. Sebab masih banyak anak-anak yang memang berstatus sebagai siswa miskin tetapi kurang beruntung karena tak bisa diterima di SMA Bali Mandara. Karena itu, mereka akhirnya harus bersekolah di sekolah-sekolah lain.

"Syukur-syukur yang pertama mereka bisa diterima, atau kalau diterima tentu dengan kondisi kekurangmampuan itu akhirnya tidak terpantau oleh pemerintah. Sekarang semuanya telah tersebar di sembilan kabupaten/kota, di sekolah-sekolah SMA dan SMK, ini akan lebih memudahkan untuk pengentasannya, mengantarkan mereka sampai tamat dari sekolah menengah," terangnya.

Menurut Boy, di Bali ada sekitar 18 ribu siswa miskin, namun hanya sedikit yang diterima di SMA Bali Mandara. Karena itu, masih ada sekitar 17 ribu sekian siswa yang belum terakomodir di SMA Bali Mandara.

"Jadi seperti itu pola pemikirannya. Ya kalau yang memang siswa miskin beruntung mendapat sekolah tersebut mendapat fasilitas, tapi anak- anak siswanya yang lain yang lagi 17 ribu sekian, kan ini kasihan. Di sinilah wajib kita hadir," ungkap Boy.




(kws/kws)

Hide Ads