Sebelumnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan bahwa pihaknya bersama BUMN serta pelaku usaha membuat program penyediaan minyak goreng curah.
Program yang dinamakan Migor Rakyat ini mewajibkan masyarakat menyertakan KTP saat membeli minyak curah.
Dengan program itu, masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng curah seharga Rp14 ribu per liter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pembeliannya hanya dibatasi satu sampai dua liter per hari.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menjelaskan, seharusnya tidak perlu berlebihan menggunakan KTP untuk syarat pembelian minyak goreng.
"Lagipula yang jadi sasaran kan masyarakat berpendapatan rendah. Ini bukan Pemilu, atau kemarin karena terpaksa saat pandemi masyarakat harus download PeduliLindungi. Konyol beli minyak goreng dengan KTP di negara produsen minyak goreng sawit terbesar di dunia," ujarnya, ketika dihubungi detikBali pada Rabu (25/5).
Menurutnya, ide-ide semacam itu tidak menyelesaikan masalah mahalnya harga minyak goreng.
"Belum persoalan minyak goreng kemasan yang harganya masih di atas Rp26 ribu per liter rata-rata nasional karena acuan yang digunakan adalah mekanisme pasar. Paska regulasi pembukaan kran ekspor, harga CPO di pasar internasional naik 1,5% ke level 6.207 ringgit per ton bukan malah turun, yang jadi persoalan harga minyak kemasan akan semakin mahal kalau acuan pasar naik," sebutnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat dikaji ulang atau bahkan dibatalkan dan diganti dengan program bansos minyak goreng kepada penerima akhir.
"Data basenya sudah ada di PKH dan bagi pelaku UMKM cukup gunakan data Bantuan Usaha Produktif Mikro," ungkapnya.
(irb/irb)