Di balik keberanian I Gusti Ngurah Rai sebagai panglima muda yang ditakuti Belanda, tersimpan kisah keluarga yang menguras hati. Perpisahan terakhirnya dengan sang istri, Desak Putu Kari, menjadi babak paling sunyi dari rangkaian panjang perjuangan menuju Puputan Margarana.
Saat itu Desak Putu Kari tengah mengandung anak ketiga. Ngurah Rai tahu betul bahwa setiap langkah yang ia ambil dalam medan perang bisa menjadi langkah terakhir. Intuisi itu membuatnya meminta sang istri kembali ke Puri Agung Carangsari demi keselamatan keluarga.
Anak Agung Nanik Suryani, cucu Ngurah Rai, masih merasakan getirnya momen itu. "Beliau berpesan kepada istrinya, 'jangan dipikirkan kapan pulang karena beliau punya tugas untuk bangsa dan negara'," katanya, mengingatkan bahwa pengorbanan seorang pejuang selalu menuntut harga yang lebih mahal dari rumah sendiri.
Pertemuan singkat pada pagi 2 November 1945 menjadi perpisahan terakhir mereka. Ngurah Rai baru sehari menjabat Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil ketika memilih pulang mendadak ke rumah dinas di Jalan Surapati, Banjar Kayumas, Denpasar. Di sanalah ia mengucapkan salam terakhir sebagai suami, ayah, dan panglima.
Simak Video "Video Dampak Listrik Bandara Ngurah Rai Bali Padam: 74 Penerbangan Delay"
(dpw/iws)