Liputan Khusus Puputan Margarana (5)

Mengikuti Jejak Long March I Gusti Ngurah Rai dalam Perjuangan di Bali

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Jumat, 21 Nov 2025 07:00 WIB
Skema long march Gunung Agung yang dimuat di buku 'Puputan Margarana' karangan W Djigrug A Giri. (Foto: Agus Eka/detikBali)
Badungb -

Sebelum mengukir namanya dalam sejarah melalui pertempuran Puputan Margarana yang terkenal, I Gusti Ngurah Rai menjalani perjalanan penuh pengorbanan dan pengorbanan-bukan hanya untuk tanah air, tetapi juga untuk keluarganya. Salah satu jejak heroiknya yang sering terlupakan adalah Long March Gunung Agung yang dilakukannya pada tahun 1946.

Perjalanan ini bukan sekadar strategi militer; itu adalah kisah perjalanan batin yang mendalam. Dari Bali Barat, tepatnya setelah mendarat di Yeh Kuning, Jembrana, pada 4 April 1946, Ngurah Rai memimpin pasukannya dalam sebuah perjalanan panjang, berkeliling Bali untuk menggalang kekuatan rakyat.

Perjalanan ini menjadi simbol perlawanan rakyat Bali yang tak pernah berhenti meskipun diserang dengan segala cara oleh Belanda (NICA). Long March bukan hanya taktik untuk memindahkan markas, melainkan upaya untuk memulihkan semangat pejuang dan rakyat Bali yang kian terpuruk oleh kekejaman penjajah.

"Kalau Long March itu kan, kalau dari Jawa mendarat di Yeh Kuning itu bulan April, tepatnya 4 April pendaratan di Yeh Kuning. Setelah itu proses pembentukan MBO Sunda Kecil (Markas Besar Oemoem Sunda Kecil) pada bulan Mei," kenang Anak Agung Nanik Suryani, cucu dari I Gusti Ngurah Rai, mengingat perjalanan awal itu.

Namun, bagi Ngurah Rai, Long March bukan sekadar soal bergerak melintasi pulau. Itu adalah perjuangan hidup mati. Sebelum keberangkatan ke Jawa, I Gusti Ngurah Rai sempat berpamitan dengan keluarga, dengan anak-anak yang masih balita dan seorang istri yang tengah mengandung anak ketiga mereka. Perpisahan ini adalah titik pengorbanan yang tidak bisa dinalar dengan kata-kata.

"Nenek dan ayah serta paman kami itu jalan kaki, kembali ke Puri Carangsari. Saya masih ingat cerita paman, putra kedua beliau, I Gusti Nyoman Tantra harus disogok gula supaya tidak nangis. Waktu itu ada tentara Belanda, mereka sembunyi di kandang bebek, ketakutan. Setelah dikasih gula, nggak nangis lagi," cerita Nanik, dengan mata berkaca-kaca mengingat pengorbanan besar yang harus dialami oleh keluarganya.

Simak Video "Video Dampak Listrik Bandara Ngurah Rai Bali Padam: 74 Penerbangan Delay"


(dpw/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork