Liputan Khusus Puputan Margarana (4)

Menembus Malam Gelap, Perjalanan Heroik Ngurah Rai ke Jawa

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Jumat, 21 Nov 2025 06:00 WIB
Markas Besar Oemoem DPRI di Munduk Malang, Tabanan. (Foto: dok. Arsip Nasional)
Badung -

Perjalanan penting para perwira Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil dari Bali menuju Jawa pada akhir 1945 dipenuhi risiko besar, terutama dari patroli militer Jepang yang saat itu masih mengganas.

Setelah menempuh perjalanan darat menembus hutan dari Desa Catur, Kintamani, rombongan ekspedisi yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai tiba di Pelabuhan Celukan Bawang, Buleleng, untuk melanjutkan perjalanan via laut. Momen krusial pun terjadi di tengah malam yang gelap gulita.

Para perwira ini harus bergantung pada seorang nelayan lokal yang bersedia meminjamkan jukung kecilnya. Tepat pada malam 31 Desember 1945, I Gusti Ngurah Rai bersama hanya enam personel lainnya, berlayar tenang menembus lautan, menyeberangi Selat Bali menuju Tanah Jawa.

Catatan I Wayan Sudarta dan kawan-kawan dalam buku "I Gusti Ngurah Rai dalam Perang Kemerdekaan Indonesia" menceritakan rombongan pejuang Bali berlabuh di pantai Kota Banyuwangi pada 1 Januari 1946 dini hari. Mereka disambut hangat Komandan Polisi Banyuwangi, Ida Bagus Mahadewa, dan Komandan Militer Banyuwangi, I Nengah Dana.

Rombongan baru melanjutkan perjalanan darat menuju Yogyakarta yang saat itu menjadi kedudukan pemerintahan pusat. Keberangkatan ini membawa dua misi utama: pertama, melaporkan situasi genting perjuangan kemerdekaan di wilayah Sunda Kecil, khususnya Bali; dan memohon bantuan senjata modern.

"Jadi, pertama saat melakukan peperangan di Bali, di bawah komando I Gusti Ngurah Rai, kesulitan menghadapi kesediaan persenjataan. Setelah beberapa kali kalah pertempuran di Bali karena kekurangan senjata, itu akhirnya Ngurah Rai dan pasukan memohon bantuan senjata ke pemerintah pusat yang berkedudukan di Yogyakarta saat itu," tutur Anak Agung Nanik Suryani, cucu I Gusti Ngurah Rai, saat diwawancarai detikBali, Minggu (16/11/2025).

Saat rombongan ekspedisi menjalankan misi di Jawa, pucuk pimpinan perjuangan kemerdekaan di Sunda Kecil dipercayakan kepada I Made Widjakusuma (dikenal sebagai Pak Joko). Ia bertugas mengumpulkan kembali para pejuang TKR maupun non-TKR untuk melakukan koordinasi, konsolidasi, dan mempertebal semangat rakyat melalui pencerahan intensif di pedesaan.

Sementara itu, di Jawa, I Gusti Ngurah Rai bersama anggota ekspedisi termasuk I Gusti Bagus Putu Wisnu, I Gusti Bagus Sugianyar, Subroto Aryo Mataram, I Wayan Ledang, dan Cokorda Ngurah secara intensif mengadakan konsultasi dengan berbagai pihak, termasuk menghadap Presiden Sukarno, Menteri Pertahanan Amir Syarifudin, dan Kepala Staf Umum TRI Letnan Jenderal Urip Sumoharjo.

Misi ini berlangsung selama kurang lebih tiga bulan, terhitung sejak kedatangan di Banyuwangi 1 Januari 1946 hingga urusan selesai pada 4 April 1946. Selama berada di Yogyakarta, organisasi ketentaraan mengalami perubahan nama dari TKR menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Kedatangan rombongan ekspedisi Resimen TRI Sunda Kecil ini mendapat sambutan positif, bahkan Menteri Pertahanan menyanggupi pemberian bantuan persenjataan dan perlengkapan perang.

Puncaknya, dalam rapat singkat yang diinisiasi oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, Resimen TRI Sunda Kecil diberikan kepercayaan untuk mengatur perjuangan kemerdekaan di Sunda Kecil. Di tengah kesibukan konsultasi di Jawa, militer Belanda, yang dikenal dengan nama Gajah Merah, telah mendarat di Sanur, Denpasar, dan berhasil menguasai sebagian besar ibukota kabupaten di Bali.

Simak Video "Video Dampak Listrik Bandara Ngurah Rai Bali Padam: 74 Penerbangan Delay"


(dpw/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork