Kisah, Sejarah, dan Silsilah dari Mpu Kuturan

Kisah, Sejarah, dan Silsilah dari Mpu Kuturan

Elmy Tasya Khairally - detikBali
Senin, 07 Nov 2022 19:36 WIB
Pura Ulun Danu Bratan at sunrise, famous temple on the lake, Bedugul, Bali, Indonesia.
Foto: Thinkstock
-

Mpu Kuturan menjadi salah satu tokoh yang berkontribusi dalam menyusun tatanan masyarakat Bali. Pembangunan dari Tri Kahyangan di Bali atau yang lebih dikenal dengan Desa Pakraman menjadi nafas bagi budaya dan agama Hindu di Bali.

Bagaimana kisah Mpu Kuturan? Apa saja jasa-jasanya? Yuk ketahui lebih lanjut.

Kisah dan Sejarah dari Mpu kuturan

Mengutip Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, Mpu Kuturan merupakan sebuah nama yang terkenal di kalangan umat Hindu di Bali. Mpu Kuturan Hadir pada pemerintahan Udayana Warmadewa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namanya dikenal lewat sejumlah prasasti yang dikeluarkan oleh raja. Di samping itu, dalam sebuah lontar 'Mpu Kuturan' dikenalkan pula Mpu Kuturan yang berasal dari Majapahit.

Sehingga, ada tiga tokoh Mpu Kuturan, yaitu dua dari jaman Udayana dan satu dari Majapahit. Dari jaman Udayana ada Senapati Kuturan, yaitu pejabat pemerintahan yang berhubungan dengan tata kemasyarakatan.

ADVERTISEMENT

Satu lagi Mpu Kuturan dari jaman Udayana yaitu merupakan saudara kandung dari Mpu Baradah. Sementara itu, Mpu Kuturan dari jaman Majapahit yaitu seorang yang ahli dalam bidang pembangunan tempat-tempat suci.

Silsilah Keturunan Mpu Kuturan

Mpu Kuturan dikenal luas bersaudara kandung dengan Mpu Baradah yang hidup di zaman pemerintahan Airlangga tahun 1019. Mpu Kuturan mempunyai puteri satu-satunya bernama Dyah Ratna Manggali yang menikah dengan putra Mpu Baradah bernama Mpu Bahula.

Dari perkawinannya, lahir Mpu Tantular yang selanjutnya menurunkan Danghyang Semaranatha dan Danghyang Kepakisan. Masing-masing dari mereka merupakan leluhur pada Brahmanawangsa dan Ksatriya Dalem di Bali.

Apa Jasa-jasa Mpu Kuturan di Bali?

Menurut jurnal Peran Mpu Kuturan dalam Membangun Peradaban Bali, ada beberapa jasa-jasa Mpu Kuturan, di antaranya:

1. Menyatukan Sekte di Bali

Sebelum Bali mengenal Tri Kahyangan, Bali memiliki enam sekte besar yang hidup dan berkembang. Ada sekte Sambu, Brahma, Indra, Wisnu, Bayu dan Kala. Akan tetapi, menurut Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari dalam lontar Sad agama, enam sekte agama Hindu di Bali adalah Brahma Waisnawa, Siawa, Bauddha, Kala dan Bayu.

Jika dicermati secara seksama, baik dalam tradisi maupun prasasti dan kesusastraan, ada 13 sekte agama Hindu yang ada atau pernah ada di Bali, yaitu sekte Brahma: Homatraya da Agenisaka, Sekte Waisnawa Danukrtih, Sekte Lingayat: Pemujaan Lingga, Sekte Ganapatha: Pemujaan Gana, Sekte Pasupatha: Pemujaan Pasupati, Sekte Siwa-SIdhanta:Pemujaan Tripurusa, Sekte Tantrayana Pemujaan Durga dan Dewi, Sekte Indra: Pemujaan Akasa dan mohon hujan, Sekte Kala: Mengupacarai Gunung dan Lautan, Sekte Sambhu: Mengupacarai Jagat, Sekte Bayu: Pemujaan terhadap kekuatan, Sekte Saurapatha: Pemujaan Surya, Sekte Bauddha, Pemujaan Wairocanna.

Pada awalnya, sekte-sekte tersebut hidup berdampingan, namun lama kelamaan sering terjadi persaingan. Keributan dan kericuhan pun terjadi di masyarakat dalam memperdebatkan Dewanya hingga tak jarang ada pertengkaran secara fisik.

Raja Airlangga akhirnya mengutus Senapati Kuturan (jabatan mahapatih kerajaan yang secara struktural langsung di bawah raja) untuk mengatasi kekacauan yang ada. Mpu Kuturan pun mengundang semua pimpinan sekte dalam suatu pertemuan.

Sehingga disepakatilah keputusan Tri Sadaka dan Kahyangan Tiga yang berisi:

  1. Paham dijadikan dasar di Bali, yang berarti di dalamnya telah mencakup seluruh paham sekte yang berkembang di Bali saat itu
  2. Dalam setiap Desa Pakraman (Desa Adat) dibangun Kahyangan Tiga, yaitu Pura Bale Agung, Pura Puseh dan Pura Dalem
  3. Dalam setiap rumah tangga didirikan Rong Tiga sebagai tempat memuja Tri Murti.

2. Mendirikan Desa Pakraman

Dari hasil pesamuan di Samuan Tiga, terbentuk sebuah tatanan kehidupan masyarakat Bali yang baru. Kini tatanan iu dinamakan Desa Pakraman Bali.

Desa ini merupakan tempat Pesamuan Agung yang terletak di desa Bedahulu, Gianyar, kemudian dikenal dengan sebutan Samuan Tiga yang artinya pertemuan segi tiga.

Kini, di tempat ini telah berdiri sebuah pura yang disebut Pura Samuan Tiga atau Pura Samuan Telu. Dari nama itu, ada kesan bahwa paham Trimurti mulai diperkenalkan.

Sejak saat itu, kehidupan masyarakat Bali menjadi tertib, aman, rukun dan damai. Mereka saling hormat menghormati.

3. Mendirikan Beberapa Pura

Untuk menjaga ketenteraman masyarakat Bali, Mpu Kuturan mendirikan dan menyempurnakan Pura Kahyangan Jagat yang berjumlah delapan buah, yaitu Pura Besakih, Lempuyangan, Andakasa, Goa Lawah, Batukaru, Beratan, Batur dan Uluwatu.

Mpu Kuturan berhasil memperluas dan memperbesar Pura Besakih dan menciptakan Pelinggih Meru dan Gedong. Selain itu, Mpu Kuturan juga mengajarkan pembuatan kahyangan secara spiritual, termasuk pembuatan jenis-jenis pedagingan.

Mpu Kuturan menciptakan konsep Tri Hita Karana, yang artinya tiga penyebab kebahagiaan, yaitu:

  • Parahyangan, hubungan manusia dengan Tuhan
  • Palemahan, hubungan manusia dengan alam dan lingkungan di sekitarnya
  • Pawongan, hubungan manusia dengan sesama manusia.

Pembangunan Tri Kahyangan oleh Mpu Kuturan Bertujuan Untuk Apa?

Mengutip situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, Kahyangan Tiga terdiri dari dua kata, kahyangan dan tiga. Tri Kahyangan adalah tiga buah tempat suci yang terdiri dari:

  1. Pura Desa, tempat pemujaan Dewa Brahma dan fungsinya sebagai alam semesta
  2. Pura Puseh, tempat pemujaan Dewa Wisnu dengan fungsinya sebagai pemelihara
  3. Pura Dalem, tempat memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsinya sebagai pemralina alam semesta.

Terbentuknya Tri Kahyangan berawal ketika pada masa sebelum pemerintahan raja suami-istri Udayana dan Gunapriya Dharmapatni tahun 989-1011 M di Bali. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, saat itu, berkembang aliran-aliran agama yang menimbulkan perbedaan kepercayaan. Sehingga pertentangan yang ditimbulkan membawa pengaruh buruk terhadap jalannya roda pemerintahan kerajaan dan juga kehidupan masyarakat.

Mpu Kuturan pun mengadakan pertemuan para tokoh-tokoh agama di Bali. Pertemuan yang diselenggarakan di Desa Bedahulu Kabupaten Gianyar itu tercetus sebuah keputusan bahwa dibangun Kahyangan Tiga yang berfungsi untuk memuja Tri Murthi, yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa yang merupakan manifestasi Hyang Widhi Wasa.

Sehingga, tujuan dari pembangunan dari Tri Kahyangan adalah agar tak lagi terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat. Berkat pendekatan, pemikiran dan usaha yang dilakukan Mpu Kuturan, sekte-sekte dalam masyarakat Bali itu berhasil lebur dan menyatu.

Pura Desa biasanya dibangun di tengah-tengah salah satu sudut Caturpata atau perempatan agung. Pada sudut lainnya, terdapat bale wantilan atau balai desa, dan pasar dengan Pura Melanting.

Sementara itu, Pura Puseh dibangun pada bagian arah selatan dari desa yang mengarah ke pantai, sebab itu, Pura Puseh sering disebut Pura Segara di Bali Utara. Terakhir, Pura Dalem dibangun mengarah ke barat daya dari desa, karena arah barat daya adalah arah mata angin yang dikuasai oleh Dewa Rudra, yaitu aspek Siwa yang berfungsi mempralina segala hidup.

Itulah pemaparan mengenai Mpu Kuturan. Semoga informasi ini bermanfaat detikers.




(elk/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads