Makan pindang mungkin sudah menjadi hal yang biasa untuk warga Palembang, Sumatera Selatan. Namun, menyantap pindang di atas air bergelombang sambil menikmati panorama Sungai Musi dan Jembatan Ampera memiliki sensasi tersendiri.
Bagi yang ingin mencobanya bisa berkunjung ke kawasan pinggiran Sungai Musi tepatnya di dermaga Jembatan Ampera, Palembang. Di sana terlihat beberapa perahu yang berbaris seperti rumah yang mengapung. Barisan perahu tersebut merupakan rumah makan terapung.
Rumah makan terapung tersebut telah mendapat izin resmi dari Dinas Perhubungan Palembang. Menu yang ditawarkan adalah makanan khas Palembang seperti pindang ikan. Sensasi makan yang tidak biasa ini tentu membuat penasaran, detikSumut mencoba untuk menikmati makan siang di rumah makan terapung Mbok War, dengan posisi perahu yang bergoyang disapu ombak ringan Sungai Musi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RM Mbok War sendiri mulai buka pukul 07.00-15.00 WIB, lokasinya tidak jauh dari Pasar 16 Ilir Palembang. Ada beberapa menu khas Palembang yang disajikan, di antaranya pindang ikan gabus, ikan baung dan ikan patin. Bahkan jika di akhir pekan RM Mbok War menyajikan menu spesialnya yaitu pindang ikan tapah.
Untuk harga sama dengan rumah makan yang ada di daratan, berkisar dari Rp 15-30 ribu per porsi pindang berikut nasi dan air minum. Kalau yang tidak suka pindang, di sana ada menu lain seperti ayam atau ikan goreng.
"Kalau jam buka, dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Menu yang kita sajikan yaitu makanan khas Kota Palembang, pindang ikan seperti gabus, baung, patin dan lainnya. Tapi, kalau di hari libur kita ada menu sepesial yaitu pindang ikan tapah," ungkap pemilik RM Mbok War, Wiwid (39) dalam obrolan santai Kamis (5/5/2022).
Usaha kuliner terapung ini sudah berdiri sejak 37 tahun silam tepatnya di tahun 1985. Menurut Wiwid, sejak usahanya berdiri tidak sedikit wisatawan luar daerah yang berkunjung dan mencicipi kuliner yang ia hidangkan. Dia mengaku, membangun usaha ini tidaklah sendiri melainkan buah hasil keringat dari orangtuanya.
"Sekitar tahun 2015 kemarin, saya meneruskan usaha ini. Sejak dibuka hingga sekarang, sudah tak terhitung wisatawan yang berkunjung kesini menikmati sensasi makan di rumah makan terapung kami," katanya.
![]() |
Sejak pandemi COVID-19, Wiwid mengaku, omzet usahanya sempat menurun drastis. Dari biasanya Rp6-7 juta per hari menjadi Rp 4 juta per hari. Dengan omzet tersebut dia bertahan dan berbagi penghasilan dengan tujuh orang karyawannya.
"Bayangin aja karyawan kami ada tujuh orang. Alhamdulillah masih bisa bertahan sampai sekarang. Ini udah mulai mau normal lagi," imbuh Wiwid.
Wiwid pun mengaku, bukan karena niat keluarganya untuk membuat kuliner terapung, melainkan di lokasi awal keluarga berjualan digusur pemerintah untuk di jadikan dermaga.
"Jadi awalnya itu keluarga kami jualannya di darat bawah Ampera, nah waktu ada penggusuran pembangunan dermaga jadi kami dialihkan untuk berjualan di terapung ini. Ya, awalnya memang ada unsur keterpaksaan tapi seiring berjalannya waktu rumah makan terapung kami justru lebih menjadi pilihan warga sekitar maupun wisatawan," terangnya.
Dana Yunisara, salah seorang pengunjung mengaku datang ke rumah makan terapung bersama keluarganya. Dia memilih lokasi tersebut karena ada sensasi makan sambil digoyang ombak, itu tidak bisa didapat dari tempat makan lain.
"Kami satu keluarga kalau ke pasar 16 pasti makan di sini, karena di sini makannya enak bisa menikmati sensasi perahu yang goyang, melihat Sungai Musi dan Jembatan Ampera secara langsung," kata Yuni.
"Dalam satu bulan, bisa satu atau dua kali kami ke sini. Harganya juga murah, tidak mahal jadi sesuai isi kantong. Rasanya menu yang disajikan juga enak. Rekomendasi lah buat para wisatawan yang mau berkunjung," tutur warga asli Palembang tersebut.
(astj/astj)