Pembubaran paksa aktivitas sebuah rumah doa Jemaat Kristen GKSI terjadi di Kecamatan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat. Warga RW 09, Kelurahan Padang Sarai, menjelaskan pemicu hal tersebut.
Ketua Pemuda RW setempat, Yen Danir mengatakan, warga terpancing karena provokasi dari pihak jemaat dengan narasi mengajak perang.
"Saat berada di sana, para pemuda kami mendengar sesuatu dari warga Nias (jemaat). Katanya perang saja kita, di sanalah pemicunya. Kami tidak ada niat untuk ribut, cuma karena terpancing itu," kata Danir kepada detikSumut, Selasa (29/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kedatangan warga ke rumah yang sedang banyak orang itu bertujuan untuk klarifikasi kepada pemilik rumah yang juga seorang pendeta. Selama ini oleh warga sekitar, rumah berbentuk kontrakan yang berada di Jalan Teratai Indah RT 02 RW 09 Kelurahan Padang Sarai itu hanyalah rumah singgah.
"Kami tahunya itu rumah singgah, tapi ternyata sudah berubah fungsi jadi tempat ibadah," katanya.
Warga, kata Danir, mengetahui hal itu saat petugas PLN menanyakan alamat tentang keberadaan gereja di kawasan itu untuk keperluan pemasangan aliran listrik. Dalam surat PLN juga tertulis pelanggan atas nama rumah doa, gereja, atau tempat kegiatan keagamaan.
"Ini yang menyebabkan kami kaget. Petugas PLN datang menanyakan soal gereja yang akan dipasangi listrik," jelasnya sambil memperlihatkan surat perintah kerja pertugas PLN itu.
Berdasarkan kabar petugas PLN itulah, warga mendatangi lokasi bertemu Fatiaro Dachi yang merupakan pendeta sekaligus pemilik tempat.
"Datanglah kami kesana bersama Pak RT, Pak RW dan para pemuda. Saat kami sedang klarifikasi dengan Dachi bercerita tentang gereja itu, pemuda kami mendengar sesuatu dari Jemaat warga Nias. Perang saja kita, di sanalah pemicunya," katanya lagi.
Sementara itu, Pihak GKSI mengaku sudah mengantongi izin untuk menjadikan rumah tersebut sebagai rumah doa dan menjadi tempat belajar agama bagi anak-anak jemaat.
"Saya lagi duduk, sementara anak-anak belajar agama di dalam. Sesudah belajar agama anak ini, datang mereka (massa). Terjadi dalam seperti video itu. Kalau bapak lihat videonya mungkin bapak tahu tangis anak-anak itu betapa sedih kita sebagai orang tua," ujar Foarotambowo Nduru, salah satu pengurus jemaat kepada wartawan.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Ia menyebutkan jumlah warga ketika itu ada sekitar 300-an orang. Kemudian massa melakukan perusakan mengakitbatkan kaca pecah, kursi dan bangunan dirusak.
"Kami bentuk di sini sudah ada izin dari RT, RT dan pemudanya. Entah mengapa mereka datang sebanyak itu dan melakukan penyerangan," kata Foarotambowo.
Namun, klaim tersebut dibantah Syamsir, Ketua RT 02 RW 09 Padang Sarai.
"Katanya sudah ada izinnya. Nggak benar itu. Kita sudah wanti-wanti tentang statusnya. waktu dia membangun, waktu menempati dan lain-lain. Saya selaku RT kita menyampaikan supaya mengurus izinnya karena sudah berubah status (tapi tak dilakukan)," kata Syamsir kepada detikSumut.
"Yang tidak kita sukai, katanya untuk rumah singgah, lalu berubah menjadi rumah doa anggota melakukan ibadah sampai jam 10 malam. itu bukan anak-anak, tapi orang yang sdh tumbuh ubannya,' kata dia.
Dia menegaskan, warga tidak intoleran. Hal ini dibuktikan dengan lingkungan sekitar bermukim dihuni berbagai suku mulai dari Nias, Jawa hingga Batak yang hidup berdampingan.
Pihak GKSI Lapor Polisi
Aksi massa sendiri terjadi pada Minggu (27/7/2025) sore, yang menyebabkan kaca dan kursi rusak. Pasca kejadian, keluarga jemaat berniat melaporkan kasus tersebut ke polisi untuk proses hukum lebih lanjut.
"Terjadi beberapa kerusakan, pertama kursi kaca pecah walaupun sudah diganti yang baru. Kita sayangkan, karena butuh untuk bukti-bukti. Kemudian kejadian yang dialami lagi adalah terjadi pemukulan terhadap anak-anak dua orang korban. Kita lapor ke polisi," katanya.
Sejauh ini polisi sudah mengamankan sembilan orang yang diduga terkait dengan aksi tersebut.
Simak Video "Video Heboh Mutilasi di Padang Pariaman, Pelaku Ditangkap"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)