Seorang gadis pencari botot atau barang bekas di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), inisial S (23) diduga diperkosa dan dianiaya sejumlah pria. Korban juga diduga mengalami gangguan mental.
Abang korban, Akmal (25) mengatakan kejadian itu berawal pada Senin (2/12/2024) pagi. Saat itu, korban pergi mencari botot seperti biasanya.
"Kejadiannya senin pagi hari, dia masih di rumah melakukan aktivitas seperti biasa mencari botot," kata Akmal saat diwawancarai di rumahnya Jumat (6/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akmal menyebut pada siang harinya, korban biasanya pulang ke rumah untuk salat Zuhur. Namun, hingga malam korban tidak kunjung pulang.
Pihak keluarga sudah sempat mencari-cari korban, tetapi tidak kunjung ditemukan. Pada sore harinya, kata Akmal, ada warga yang sempat melihat korban berada di depan salah satu rumah makan yang tidak jauh dari rumah korban.
"Sampai saat itu kami cari tidak ketemu, sampai Senin malam," jelasnya.
Kemudian, pada Rabu (4/12) sekira pukul 02.30 WIB, korban tiba-tiba pulang ke rumah. Berdasarkan hasil pengecekan CCTV yang dicek oleh pihak keluarga, korban pulang diantar dengan menaiki becak. Namun, pihak keluarga mengaku tidak mengenal tukang becak tersebut.
Akmal menyebut adiknya masuk ke kamar begitu sampai di rumah dan tidak langsung memberitahu pihak keluarga. Saat pulang itu, Akmal melihat baju adiknya kotor terkena tanah. Selain itu, jilbab korban juga berantakan.
Selang beberapa menit, korban keluar dari kamarnya dan mengaku bahwa dirinya telah diperkosa. Saat itu, keluarga menemukan luka lebam di wajah dan bekas cekikan di leher korban.
"Beberapa menit kemudian dia keluar lalu ngaku, dia buka jilbabnya, kami kaget mukanya lebam-selebamnya mata kirinya. Dia mengaku sama mama bahwa dia dinodai laki laki. Mungkin karena dia melawan, pelaku melakukan kekerasan bahkan di leher ada bekas cekikan, wajahnya bengkak," ujar Akmal.
Berdasarkan keterangan korban, kata Akmal, dirinya digilir oleh tiga orang pria di dekat sungai di Desa Lau Dendang. Setelah dicek ke bidan, ditemukan luka sobek dan sperma di kemaluan korban.
"Pas di sana, dia ngaku digilir tiga orang di sungai. Pas pengobatan di bidan di kemaluannya ditemukan sperma sama luka sobek. Dia belum cerita kenapa bisa sampai ke Lau Dendang, ngakunya dia dibohongi, sama pelaku," ujarnya.
Akmal mengaku adiknya mengalami trauma setelah kejadian. Bahkan, korban ketakutan jika melihat orang ramai.
Dia menyebut adiknya memang memiliki keterbelakangan mental. Keluarga mengira awalnya korban mengidap epilepsi.
"Memang benar dia alami itu (gangguan mental) setelah tamat sekolah. Kami kira awalnya epilepsi, kami bawa ke RS enggak ada," ujarnya.
Akmal mengatakan adiknya sehari-hari memang mencari botot. Aktivitas itu telah dilakukan korban sejak tamat SMA. Akmal berharap pihak kepolisian dapat segera menangkap para pelaku.
"Sejak tamat SMA cari botot. Saya harap pelaku ketemu dan dihukum seberat-beratnya, takut kejadian terulang," jelasnya.
Kepala UPT PPA Pemkab Deli Serdang Alia Zubaidi mengatakan pihaknya belum bisa meminta keterangan korban. Sebab, saat ini, korban masih syok. Namun, berdasarkan keterangan pihak keluarga, korban memang mengalami kekerasan seksual dan penganiayaan.
"Saat ini anak itu masih syok. Saat ini kita belum bisa pastikan karena korbannya juga saat ini masih belum bisa memberikan keterangan kepada kita, tapi dari pihak keluarga tadi sudah menyampaikan ada beberapa video ada juga pemberitahuan dari pihak keluarga bahwasanya anak kita saat ini mendapatkan kekerasan seksual, untuk fisik juga," jelas Alia saat mengunjungi rumah korban.
"Kami dari UPT PPA Deli Serdang akan tetap berkoordinasi dan sinergi dengan pihak Polrestabes Medan serta PH dan keluarga juga. Telah kami sampaikan juga kepada pihak keluarga bahwasanya layanan psikolog yang bisa kami berikan, kemudian untuk pendampingan hukum juga bisa kami berikan dari PPA," sambungnya.
Dia mengatakan korban saat ini telah dibawa untuk divisum. Alia belum bisa memastikan apakah korban memang mengalami gangguan mental. Dia menyebut belum ada pemeriksaan lebih lanjut terkait hal itu.
"Saat ini, anak sudah dibawa untuk visum. (Gangguan mental) kita belum bisa pastikan karena kita belum ada penelitian atau pemeriksaan," pungkasnya.
(mjy/mjy)