TAP HAM Desak Jaksa-Hakim Vonis Bebas Terbit Rencana di Kasus TPPO Diperiksa

TAP HAM Desak Jaksa-Hakim Vonis Bebas Terbit Rencana di Kasus TPPO Diperiksa

Nizar Aldi - detikSumut
Kamis, 18 Jul 2024 10:02 WIB
Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginan sujud usai divonis bebas hakim PN Stabat
Foto: Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginan sujud usai divonis bebas hakim PN Stabat. (Nizar Aldi/detikSumut)
Medan -

Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP HAM) mendesak agar jaksa hingga hakim yang memvonis bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin alias Cana di kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau kerangkeng manusia diperiksa. Hal itu karena kejanggalan selama proses persidangan hingga akhirnya Terbit divonis bebas.

"Komisi Kejaksaan memanggil dan meminta keterangan kepada Jaksa yang melakukan undue delay serta melakukan pemeriksaan sehubungan dengan perilaku dan/atau dugaan pelanggaran peraturan kejaksaan," kata Tim Advokasi KontraS Sumut, Ady Yoga Kemit, Kamis (18/7/2024).

Sebab TAP HAM menilai ada kejanggalan karena adanya penundaan sebanyak 5 kali pembacaan tuntutan dari total 13 kali penundaan persidangan. Penundaan pembacaan tuntutan tersebut karena alasan tuntutan belum siap hingga terdakwa dua kali mangkir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perilaku JPU yang terus menunda-nunda persidangan jelas mencerminkan sikap tidak profesional. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 50 KUHAP yang mengamanatkan agar seorang tersangka/terdakwa dapat menjalani proses hukum dengan segera tanpa penundaan yang tak beralasan (undue delay). Dengan adanya undue delay,pengadilan seakan-akan tidak menganggap serius kasus TPPO," ucapnya.

Selain itu, TAP HAM juga meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Hakim Agung untuk memeriksa majelis hakim untuk memberiksa perkara. Termasuk dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim.

ADVERTISEMENT

"Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara, serta menyelidiki adanya dugaan pelanggaran etik," ujarnya.

TAP HAM menilai putusan bebas Terbit janggal padahal lokasi kerangkeng berada di belakang rumah Terbit. Apalahi melihat putusan lain yang berhubungan yakni Perkara Nomor 467/Pid.B/2022/PN Stb yang melibatkan Dewa Perangin Angin dan Hendra Subakti alias Gubsar, yang dalam putusannya menyatakan keduanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'penganiayaan yang mengakibatkan orang lain mati yang dilakukan secara bersama-sama' dan oleh karena itu dijatuhkan pidana kepada dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun dan 7 bulan, serta diterimanya permohonan restitusi untuk seluruhnya.

"Padahal, tindakan yang dilakukan keduanya berada di kerangkeng manusia yang berada di halaman Terbit dan kuat diduga diinisiasi oleh Terbit, serta apabila melihat dari lokasi kejadiannya, sangat tidak mungkin apabila Terbit tidak mengetahui adanya tindakan penganiayaan tersebut. Kami menilai bahwa sangatlah ganjil apabila aktor intelektual dari perkara TPPO ini justru diputus bebas," ungkapnya.

Ady Kemit juga menyoroti proses persidangan yang memakan waktu 321 hari sesuai dengan SIPP PN Stabat. Padahal sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2014, persidangan di tingkat pertama paling lama adalah 5 bulan.

Belum lagi, putusan bebas Terbit membuat tidak terpenuhi rasa keadilan bagi korban mengingat akhirnya Terbit dibebaskan dari biaya restitusi yang seharusnya didapatkan korban. Sehingga mereka menilai jaksa harus memasukkan substansi permohonan restitusi dalam upaya kasasi.

"Tim Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan upaya hukum kasasi Mahkamah Agung dengan tetap memasukkan substansi mengenai permohonan restitusi korban sebagai salah satu memori pokok dalam memori kasasi," tutupnya.

Hakim Vonis Bebas Eks Bupati Langkat di Kasus TPPO

Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin menjalani sidang putusan dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Pengadilan Negeri (PN) Stabat. Majelis Hakim menilai jika dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Terbit tidak terbukti.

"Mengadili satu, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin Angin alias Pak Terbit alias Cana tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang dikeluarkan dalam dakwaan satu pertama dan kedua, kedua pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam," kata Ketua Majelis Hakim Andriyansyah saat membacakan putusan, Senin (8/7).

Sehingga hakim meminta agar Terbit Rencana dibebaskan. Selain itu, hakim juga meminta agar hak serta harkat martabat Terbit dipulihkan.

"Dua bebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, ketiga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya," ucapnya.

Andriyansyah kemudian membacakan putusan jika permohonan restitusi tidak dapat diterima. Besaran restitusi sendiri adalah Rp 2,3 miliar untuk 14 korban dan ahli waris.

"Keempat, menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima," tutupnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri menuntut Terbit dengan hukuman 14 tahun penjara. Selain itu, Terbit juga diminta membayar restitusi sebesar Rp 2,3 miliar.

Restitusi itu akan diberikan kepada 11 korban dan ahli waris dalam kasus kerangkeng manusia. Terbit sendiri dijerat dengan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Pasal 2 Ayat 2 Junto Pasal 11.




(mjy/mjy)


Hide Ads