AKBP Achiruddin telah menjalani sidang tuntutan, pleidoi, dan replik selama satu sepekan ini. Selama persidangan itu, terkuak sejumlah fakta baru.Berikut sejumlah fakta-fakta yang dihimpun detikSumut dari persidangan AKBP Achiruddin dalam sepekan terakhir.
Dituntut Dua Kasus Sekaligus
AKBP Achiruddin dituntut dengan pidana penjara satu tahun sembilan bulan atau 21 bulan dalam perkara penganiayaan terhadap Ken Admiral. Jaksa menilai Achiruddin bersalah karena membiarkan anaknya Aditya Hasibuan menganiaya Ken.
"Menjatuhkan pidana terhadap AKBP Achiruddin dengan pidana satu tahun sembilan bulan penjara," kata Jaksa Rahmi, Senin, (18/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AKBP Achiruddin Hasibuan didakwa dengan pasal penganiayaan. Penganiayaan itu sendiri terjadi Desember 2022 lalu. Akibat penganiayaan itu, Ken mengalami luka di pelipis kiri dan mata. Luka juga ditemukan pada bagian leher Ken.
Sementara, terkait kasus penimbunan solar ilegal yang melibatkan dirinya, AKBP Achiruddin dituntut selama 6 tahun penjara. Achiruddin dinilai bersalah terlibat dalam kasus penimbunan solar ilegal.
"Menuntut supaya majelis hakim PN Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan. Satu menyatakan terdakwa Dr Achiruddin Hasibuan, SH., M.H terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak menyalahgunakan angkutan bahan bakar yang bersubsidi di pemerintah," kata JPU Randi saat membacakan tuntutan di PN Medan, Senin (18/9/2023).
"Menjatuhkan terdakwa Dr Achiruddin Hasibuan dengan pidana penjara selama 6 tahun," lanjutnya.
Diminta Bayar Restitusi Rp 52 dan Denda Rp 50 Juta
Selain mendapatkan hukuman kurungan dalam perkara penganiayaan terhadap Ken Admiral, AKBP Achiruddin juga dituntut membayar biaya restitusi kepada Ken Admiral sebesar Rp 52 juta.
Rahmi selaku jaksa yang menangani perkara itu menyebutkan biaya restitusi dibayarkan secara bersama-sama dengan anaknya Aditya Hasibuan.
"Dan membayar biaya restitusi sebesar Rp 52,3 juta dibebankan secara tanggung renteng dengan saksi Aditya Abdul Ghani Hasibuan," kata Jaksa Rahmi, Senin, (18/9/2023).
Apabila biaya restitusi itu tak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan penjara selama dua bulan. "Subsider dua bulan kurungan," terangnya.
Achiruddin pun protes dengan restitusi yang dibebankan kepada dirinya. Pasalnya restitusi itu tidak fokus untuk mengganti rugi kerusakan yang dibuat anaknya akibat peristiwa penganiayaan. Hal itu disebutkannya karena kerusakan dalam restitusi tidak sebanyak yang tertulis dalam rincian restitusi tersebut.
"Restitusi itu rinciannya salah lihat di situ perbaiki dinding mobil lah, kap mobil lah, yang rusak cuman covernya," kata Achiruddin usai mendengarkan tuntutan di ruang Cakra 4, PN Medan, Senin (18/9).
Selain itu, dirinya pun merasa bingung. Sebab restitusi yang disebut jaksa tidak memiliki kejelasan untuk kerugian yang menimpa Ken atas peristiwa penganiayaan.
"Nggak ngerti kita apa itu. Katanya memperbaiki mobil lah. Mesinnya rusak pun diperbaiki di situ kutengok. Pengobatan nggak ngerti kita," bebernya.
Di kasus solar ilegal, AKBP Achiruddin turut dituntut membayar denda sebesar Rp 50 juta.
Dalam tuntutan yang dibacakan jaksa Randi, apabila denda itu tak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan.
"Dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara," kata Jaksa Randi.
'Nyanyian' AKBP Achiruddin saat Pleidoi
AKBP Achiruddin menjalani sidang pleidoi usai dituntut jaksa penuntut ini. Di persidangan itu AKBP Achiruddin pun 'bernyanyi'.
Pengacara AKBP Achiruddin, Joko P Situmeang, menilai berdasarkan pertimbangan mereka, Achiruddin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
"Satu, menyatakan terdakwa Dr Achiruddin Hasibuan, SH MH tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama primer dan dakwaan pertama subsider atau dakwaan kedua yakni merangkap Pasal 351 ayat (2) Jo Pasal 56 ayat (2) KUHP atau Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 56 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 355 KUHP," kata Joko di Pengadilan Negeri (PN) Medan Kamis (21/9/2023).
Berdasarkan fakta persidangan dan keterangan saksi, dia melihat dakwaan jaksa tidak dapat dibuktikan. Selanjutnya, atas pertimbangan itu, Joko meminta kepada majelis hakim untuk melepaskan Achiruddin dari segala tuntutan hukum.
"Dua, menyatakan terdakwa Dr Achiruddin Hasibuan, S. H., M. H dibebaskan ayat (2) Jo Pasal 56 ayat (2) KUHP atau Pasal 351 ayat (1) Jo Pasal 56 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 355 KUHP. Atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum," jelasnya.
Selain itu, Joko meminta majelis hakim mengembalikan seluruh harkat dan martabat Achiruddin.
Selain itu, Achiruddin merasa perkara keterlibatannya atas penganiayaan terhadap Ken Admiral merupakan pesanan seseorang. Pasalnya, ancaman yang diberikan kepadanya lebih besar ketimbang orang yang melakukan penganiayaan.
Achiruddin meminta majelis hakim bersikap bijak dalam memutuskan perkara ini nantinya. Sebelum memberikan vonis, dia meminta hakim kembali melihat fakta persidangan.
"Lihatlah fakta-fakta yang ada di persidangan," kata Achiruddin.
Achiruddin menilai dirinya dibawa ke kursi pesakitan karena pesanan seseorang. Sehingga dirinya harus diadili.
"Saya tidak mau bilang ini pesanan tapi saya rasa ini pesanan," terangnya.
Hal itu diungkap Achiruddin karena melihat tuntutan yang diberikan jaksa kepadanya dan membandingkan tuntutan terhadap Aditya, anaknya. Dirinya menilai ancaman yang didapatnya lebih berat ketimbang dari anaknya padahal Aditya adalah orang yang melakukan penganiayaan.
"Bagaimana logikanya orang yang nengok-nengok ancamannya lebih berat daripada yang melakukan," jelasnya.
Lalu Achiruddin menyebutkan bahwa perkara penganiayaan ini kasus yang biasa. Akibat dari peristiwa penganiayaan itu pun hanya memberikan luka ringan kepada korban.
Achiruddin menilai keluarga korban sengaja melakukan sikap berlebihan terkait luka yang didapat korban.
"Ini sebenarnya Yang Mulia, mohon maaf perkara yang biasa-biasa saja dan korbannya hanya luka ringan saja. Empat jahitan. Meskipun bapaknya bilang enam jahitan. Si Ken sendiri bilang enam jahitan. Bervariasi," pungkasnya.
Baca Jawaban JPU Soal 'Nyanyian' Achiruddin di halaman berikutnya...
Jawaban JPU atas Nyanyian AKBP Achiruddin
AKBP Achiruddin 'bernyanyi' di persidangan dengan agenda pembacaan pledoi. Esok harinya, jaksa menanggapi dengan singkat dalam sidang replik.
Randi selaku jaksa penuntut umum menyebut pleidoi AKBP Achiruddin bersifat spekulatif dan tendensius. Sehingga dia meminta hakim untuk menolak pledoi terdakwa.
"Bahwa jaksa penuntut umum dalam replik dahulu menyatakan menolak seluruh fakta, dalil, dan argumentasi yang diuraikan dalam nota pembelaan/pleidoi," kata Randi saat membacakan replik di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat, (22/9/2023).
AKBP Achiruddin, lanjutnya, seolah-olah tidak bersalah di kasus penganiayaan terhadap Ken Admiral.
"Di mana dalil yang diuraikan bersifat spekulatif dan tendensius terhadap penilaian fakta secara keseluruhan yang diramu dalam uraian yuridis seolah-olah pada diri terdakwa tidak ada kesalahan dan pertanggung jawaban pidana," terangnya.
Padahal, dijelaskan Randi, terdakwa AKBP Achiruddin telah memenuhi rumusan delik. Dan jaksa menilai Achiruddin melakukan kesalahan dalam peristiwa penganiayaan kepada Ken Admiral.
Atas pertimbangan itu jaksa tetap pada tuntutan. Menginginkan majelis hakim untuk memberikan vonis sesuai tuntutan yang diajukan.
"Oleh karenanya jaksa penuntut umum dalam replik ini menyatakan tetap pada tuntutan pidana sebagaimana gang telah dibacakan dalam persidangan tanggal 18 September 2023," pungkasnya.
Baca juga: Penilaian Jaksa soal Pledoi AKBP Achiruddin |
Simak Video "Video: Alasan 'Si Mulet' Bacok Petugas Polisi saat Hendak Tawuran"
[Gambas:Video 20detik]
(nkm/nkm)