Empat personel Ditreskrimum Polda Sumut dijatuhi sanksi karena terbukti memeras waria bernama Deca dan Fury hingga Rp 50 juta. Sanksi yang diberikan berdasarkan sidang Kode Etik Profesi Kepolisian (KKEP) cukup ringan karena hanya administrasi.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi awalnya menjelaskan keempat personel itu terbukti melakukan perbuatan tercela dengan melakukan pemerasan.
"Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela (terbukti bersalah)," ujar Hadi Rabu (12/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat polisi yang terbukti melakukan perbuatan pemerasan itu kemudian dijatuhi sanksi administrasi. Ada juga sanksi penempatan khusus (patsus).
"Sanksi penempatan khusus selama tujuh hari dan sudah dijalani sejak tanggal 3 Juli- 10 Juli 2023," katanya.
"Berdasarkan putusan sidang KKEP terhdap 4 orang terduga pelanggar dijatuhi hukuman sanksi administrasi, yakni mutasi bersifat demosi selama empat tahun," lanjut Hadi.
Atas pelanggaran tersebut, keempat polisi itu diberikan sanksi berupa sanksi etika dan administrasi. Sanski etika, yakni keempat polisi tersebut harus meminta maaf secara lisan saat sidang KKEP.
"Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP," katanya.
Selain itu, keempatnya juga harus membuat permintaan maaf secara tertulis kepada pimpinan Polri.
"Secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan," ujarnya.
Untuk diketahui, keempat personel polisi tersebut disidang etik sekitar lima jam, pada Selasa (11/7) kemarin. Sidang etik yang harusnya digelar pagi digeser ke sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Sidang itu pun baru selesai sekitar pukul 21.00 WIB.
LBH Medan mengkritik sanksi demosi yang dikenakan pada empat personel Ditreskrimum Polda Sumut karena memeras dua waria Deca dan Fury. Sanksi itu pun dianggap terlalu ringan.
Direktur LBH Medan Irvan menilai komite etik yang menyidang keempat polisi itu disebut tidak profesional.
"Tentu kita sangat kecewa atas putusan sanksi itu. Kita duga putusan itu sebagai bentuk pembelaan terhadap anggotanya dan bentuk ketidakprofesionalan komisi etik," kata Irvan.
(astj/astj)