Pengacara Wanita yang Dipukul Anggota DPRD Palembang Mundur, Ada Apa?

Sumatera Selatan

Pengacara Wanita yang Dipukul Anggota DPRD Palembang Mundur, Ada Apa?

Prima Syahbana - detikSumut
Jumat, 07 Okt 2022 15:37 WIB
Tata (korban penganiayaan M Sukri Zen) bersama Hotman Paris Hutapea di Palembang. (Prima Syahbana/detikSumut)
Tata, korban penganiayaan M Sukri Zen bersama Hotman Paris Hutapea di Palembang. (Prima Syahbana/detikSumut)
Palembang -

Titis Rachmawati, pengacara dari perempuan bernama Tata alias Juwita yang dipukul anggota DPRD Palembang, Sukri Zen dikabarkan mundur. Wanita yang merupakan tim pengacara kondang Hotman Paris Hutapea itu memilih mundur karena Tata disebut tak mau ikuti aturan hukum yang berlaku.

"Saya sudah tidak lagi menjadi kuasa hukumnya (Tata alias Juwita). Sudah sekitar satu bulan lalu. Saya tidak mau lagi dan minta surat pemutusan. Dan surat pemutusan itu dia yang buat," kata Titis Rachmawati dikonfirmasi detikSumut, Jumat (7/10/2022).

Menurut Titis, saat dia masih menjadi kuasa hukum Tata, wanita itu memang sudah memiliki niat untuk berdamai dengan Sukri. Namun katanya, perdamaian di mata hukum atau restorative justice (RJ) itu ada aturan. Dan aturan itu yang tak mau diikuti oleh oleh mantan kliennya itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena, dia itu tidak mau ikut aturan. Kan proses yang namanya RJ itu ada aturan, tapi dia tidak mau repot mengikuti aturan yang ada. Dia itu mau buru-buru (berdamai dengan Sukri), dan saya tidak bisa, karena semua ada prosesnya," katanya.

Titis sendiri mengaku tidak mengetahui jika akhirnya antara Tata dan Sukri sudah ada perdamaian dengan memberikan uang Rp 100 juta.

ADVERTISEMENT

"Nah kalau itu (uang damai Rp 100 juta) saya tidak tahu," katanya.

Titis menyebut, dari awal dia tidak melarang Tata untuk berdamai. Hanya saja, menurutnya, Tata yang tak sabar sehingga tak mau mengikuti prosedur sebagaimana mestinya.

"Dia mau damai, ya sudah saya nggak larang dia mau damai, namanya orang mau damaikan masa kita larang. Tapi kan proses damai itu pakai aturan, dia tidak mau mengikuti prosedur RJ sesuai aturan, itu aja. Jadi dia putus sama kita, karena dia mau ngikutin cara dia," terangnya.

Tata, katanya, menginginkan proses perdamaian yang instan. Tata tidak mau repot mengkuti aturan RJ yang ada, seperti meminta rekomendasi dari RT, lurah dan camat tempatnya berdomisili.

"Jadi dia mau minta dibikinkan surat damai yang tidak membuatnya repot, ya tidak bisa. Padahal seharusnya dia harus mendapat rekomendasi dari RT-nya, dari kelurahannya, karena ini kan akan dipublis dan memwng begitu aturannya," katanya.

Titis juga menilai perdamaian yang disebut-sebut telah dilakukan Tata dan Sukri dengan uang Rp 100 juta itu tidak sesuai dengan prosedur RJ yang ada, sehingga kasusnya sampai naik ke tingkat pengadilan.

"Jadi damainya itu tidak sesuai proses RJ. Itu karena dia yang terlalu terburu-buru mau cepat, tidak mau repot ikut prosedur RJ yang ada," jelasnya.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads