Medan -
"Merah putih, Merah Putih, akhirnya kau dihargai anakku. Akhirya kau dihargai. Inilah perjuangan kami. Merah putih merah putih lambang Indonesia. Selamat jalan anaku, selamat jalan anakku, Merah Putih kebangganmu nak. Kami tidak mau kau ngak dihargai nak. Dalam tugas itu anakku. Kuberangkatkan kau sayang dengan hati yang tulus. Ini namanya yang baik sayang,"
Untai kata - kata itulah yang diteriakkan Rosti Simanjuntak saat melihat peti mati Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat digiring keluar dari salah satu ruangan di Rumah Sakit tempatnya di autopsi ulang.
Jeritan tangis Rosti Simanjuntak tidak terbendung. Guru Sekolah Dasar (SD) di Muaro Jambi itu histeris. Matanya meratapi bendera Merah Putih yang digunakan menutupi peti jenazah anak keduanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bendera itu sebagai penghormatan terakhir dari institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk personelnya yang tewas di masa tugas atau saat bertugas. Dalam jeritannya Rosti mengatakan bahwa anaknya telah dihormati sebagai anggota Polri.
Penghormatan terakhir dari Polri itu adalah keinginan keluarga Brigadir Yoshua atau Brigadir J yang sempat tidak terkabulkan saat pemakaman pertama. Keluarga mengaku bahwa pemakaman pertama Brigadir J diharapkan dilakukan dengan tradisi Polri.
Pihak Polri sempat menyetujuinya melalaui salah satu perwiranya yang datang mengantarkan jasad bintara yang pernah bertugas di Satuan Brigadir Mobil (Brimob) di Jambi tersebut.
Namun, keinginan itu pupus, karena adanya masalah administrasi yang tidak lengkap untuk pemakaman personel Polri yang tewas ditangan rekannya lulusan tamtama yakni Bharada E.
Dari pengakuan keluarga, alasan pemakaman pertama tidak menggunakan tradisi Polri karena adanya administrasi yang tidak lengkap. Hingga akhirnya pemakaman dilakukan, tanpa ada penghormatan.
Namun perjuangan keluarga tidak berhenti sampai disitu. Saat permohonan autopsi kedua Brigadir J yang dituding melakukan pelecehan terhadap istri pimpinannya itu dilakukan pihak keluarga kembali memohon agar Brigadir J dimakamkan secara kedinasan.
Pihak Polri pun menyetujuinya. Pihak Polri memberikan penghormatan terakhir kepada personelnya yang hidupnya berakhir dengan berbagai tanda tanya.
Seperti diketahui, Brigadir Yoshua kembali dimakamkan setelah autopsi ulang di RSUD Sungai Bahar, Jambi, Rabu (27/72022). Brigadir J dimakamkan ulang secara kedinasan, sesuai dengan harapan keluarga.
Jenazah Brigadir J dalam peti yang ditutupi dengan bendera Merah Putih tiba di pemakaman. Peti jenazah Brigadir J ditandu oleh para petugas dan diiringi acara upacara singkat.
Sebelum diturunkan ke liang lahad, riwayat hidup Brigadir J dibacakan terlebih dahulu. Peti mati kemudian diturunkan secara bertahap.
Adapun prosesi pemakaman secara kepolisian ini merupakan permintaan khusus dari pihak keluarga Brigadir J. Keluarga ingin melihat langsung jenazah Brigadir J dimakamkan secara kepolisian. Permintaan ini disampaikan langsung oleh kuasa hukum keluarga Brigadir J.
Sepekan setelah upacara pemakaman Brigadir J, apa yang terjadi? Baca selanjutnya...
Sepekan setelah dilakukannya autopsi ulang, Bharada E ditetapkan sebagai tersangka. Kasus kematian Brigadir Yoshua ini baru diungkap pihak kepolisian dalam jumpa pers pada Senin (11/7).
Awalnya, Divisi Humas Polri yang menyampaikan Brigadir J tewas dalam baku tembak. Saat itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan alasan pihaknya baru mengungkap kasus penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo ini setelah tiga hari kematian Brigadir J.
"Kita lakukan pemeriksaan dulu, penelusuran dulu," kata Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin (11/7).
Dalam kesempatan yang sama, Ahmad Ramadhan menjelaskan kronologi singkat kasus polisi tembak polisi. Polri saat itu menyatakan penembakan terhadap Brigadir Yoshua itu merupakan aksi pembelaan diri Bharada E.
"Tentunya Bharada E yang melakukan, karena melakukan pembelaan terhadap serangan yang dilakukan Brigadir J," kata Ramadhan.
Namun, Rabu (3/8/2022) Polri membantah bahwa Bharada E membela diri. Pihak kepolisian menjerat Bharada E dengan pasal 338 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.
Mabes Polri menetapkan Bharada E sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir Yoshua atau Brigadir J. Bharada E dijerat dengan pasal pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Rosti Simanjuntak tertunduk lesu melihat pemakaman ulang anaknya Brigadir J (foto: istimwa) Foto: Istimewa |
Saat ini Polisi meningkatkan status hukum Bharada E dari saksi menjadi tersangka setelah memeriksa puluhan saksi dan ahli serta sejumlah alat bukti.
Penetapan tersengka dilakukan setelah Timsus memeriksa sebanyak 42 saksi, yang 11 di antaranya berasal dari keluarga Brigadir J. Selain itu, saksi yang diperiksa ialah para ahli biologi kimia forensik, metalurgi balistik forensik, IT forensik, hingga kedokteran forensik.
Tidak berhenti sampai disitu, 3 personel Polri berpangkat jenderal diperiksa dan dicopot dari jabatannya. Hal ini dilakukan karena adanya dugaan para jenderal itu menghambat proses penyidikan kasus tewasnya Brigadir J.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan ada 25 personel Polri yang diperiksa karena menghambat proses penyidikan kasus ini. Dari 25 orang itu, 3 berpangkat jenderal.
"Kita sudah memeriksa 3 personel pati, Kombes 5 personel, AKBP 3 personel, Kompol 2 personel, Pama 7 personel, bintara dan tamtama 5 personel," kata Listyo Sigit seperti dilansir dari detikNews, Kamis (4/8/2022).
Kapolri kemudian mengungkap satuan ke-25 personel yang diperiksa itu. Mereka merupakan personel Polri yang bertugas di Dipropam hingga Polda Metro Jaya.
"Dari kesatuan Ditpropam, Polres, dan juga ada beberapa personel dari Polda, dan juga Bareskrim," ujarnya.
Seriuskah Polri mengungkap kasus kematian Brigadir J? Baca selanjutnya...
Kapolri menjelaskan ke-25 personel ini masih terus menjalani pemeriksaan. Proses pemeriksaan yang dilakukan ini terkait etika, namun tak menutup kemungkinan terkait proses pidana.
"Tentunya kita ingin semua proses bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu, terhadap 25 personel yang saat itu telah menjalani pemeriksaan, kita akan menjalankan proses pemeriksaan terkait dengan pelanggaran kode etik," ucap Sigit.
"Dan tentunya apabila ditemukan ada proses pidana, kita juga akan memproses pidana dimaksud," imbuhnya.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman mengapresiasi ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya dan memeriksa 25 polisi terkait kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat.
Habiburokhman menyebut ini merupakan komitmen Jenderal Sigit mengusut kasus tersebut.
"Kami memahami bahwa langkah ini merupakan bagian dari komitmen Pak Kapolri untuk mempercepat pengusutan kasus ini," kata Habiburokhman.
"Jadi janganlah lagi ragukan keseriusan Pak Kapolri dan jajaran untuk mengusut tuntas kasus ini," ucapnya.
"Ke depan kita kurangi hiruk pikuk terkait oerkara ini, kita beri keleluasaan bagi penyidik untuk bekerja secara independen tanpa dioengaruhi opini dan spekulasi," katanya.
Simak Video "Video: Buntut Kasus AKP Dadang, Polri Bakal Evaluasi Penggunaan Senpi"
[Gambas:Video 20detik]