Majikan Penyekap Perempuan Aceh di Malaysia Divonis Bersalah

Aceh

Majikan Penyekap Perempuan Aceh di Malaysia Divonis Bersalah

Agus Setyadi - detikSumut
Jumat, 22 Jul 2022 17:48 WIB
Workers put up a Malaysian flag ahead of the 27th Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Summit at the Kuala Lumpur convention center on November 18, 2015.  Malaysia will host the 27th ASEAN summit from November 18-22.    AFP PHOTO / MANAN VATSYAYANA (Photo by MANAN VATSYAYANA / AFP)
Ilustrasi. (Foto: AFP/MANAN VATSYAYANA)
Banda Aceh -

Mahkamah Buruh Kerajaan Malaysia mewajibkan seorang majikan berinisial FZ untuk membayar gaji perempuan Aceh Tamiang sebesar 67 ribu ringgit atau sekitar Rp 225 juta. Perempuan bernama Lili Herawati (24) bekerja selama delapan tahun pada majikan tersebut tanpa digaji.

"Mahkamah memutus bersalah majikan perempuan dan wajib membayar gaji Lili selama delapan tahun sebesar 67 ribu ringgit paling lambat 28 Juli," kata anggota DPR Aceh asal Aceh Tamiang Asrizal Asnawi kepada detikSumut, Jumat (22/7/2022).

Asrizal saat ini menjadi penghubung antara Hera dengan pihak keluarga di Aceh Tamiang. Politikus PAN ini mengaku mengetahui adanya putusan tersebut dari komunitas Aceh di Malaysia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, perkara tersebut selesai lewat proses perundingan karena tidak ada bukti Hera mengalami penganiayaan. Berdasarkan informasi diterimanya, majikan tersebut mengakui tidak membayar gaji Hera selama bertahun-tahun.

"Sekarang prosesnya sudah selesai tinggal tunggu proses pembayaran. Majikan laki-laki meminta maaf kepada Hera, keluarga dan masyarakat Aceh," jelas Asrizal.

ADVERTISEMENT

Asrizal mengaku akan segera menjemput Hera pada awal Agustus mendatang. Dokumen pemulangan telah selesai diurus dan Hera saat ini tinggal ditampung di KBRI.

"KBRI sudah mempersilahkan saya dan keluarga menjemput Hera. Nanti saya yang jemput langsung dia," ujar Asrizal.

Sebelumnya diberitkan, nasib pilu dialami Lili Herawati (24) saat bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di sebuah rumah di Malaysia. Dia mengalami penyiksaan, penyekapan dan hilang kontak dengan keluarga di Aceh Tamiang selama 8 tahun.

Kisah pilu itu berawal saat Hera mengadu nasib ke Malaysia pada 2014 silam ketika usianya menginjak 16 tahun. Dia berangkat ke negeri jiran bersama seorang agen di Aceh Tamiang.

Perempuan asal Desa Blang Kandis Kecamatan Babo, Aceh Tamiang itu sempat dijanjikan gaji sebesar RM 700. Dia dipekerjakan di sebuah rumah milik FZ dan MF di Negeri Sembilan, Malaysia.

Tahun pertama bekerja, Hera masih sering menghubungi orang tuanya Muhammad Yusuf dan Rahimah Jibuah. Tahun berikutnya, Hera tidak pernah lagi berkabar hingga dinyatakan hilang kontak oleh pihak keluarga.

"Dia hilang kontak dengan keluarga selama delapan tahun, karena disekap dan disiksa oleh majikannya," kata anggota DPR Aceh asal Aceh Tamiang Asrizal Asnawi kepada detikSumut, Selasa (31/5).

Menurutnya, Hera kerap mendapat perlakuan kasar dari majikan perempuan berinisial FZ.

Dia disebut kerap ditampar, dipukul hingga matanya lebam dan pipinya memar. Asrizal menjelaskan, Hera juga disekap karena paspor disita sang majikan.

"Gaji dia juga tidak dibayar. Terakhir gara-gara masalah baju dia dipukul bagian kepala hingga mata lebam, telinga kedua-duanya sakit dan pipi memar," jelas politikus PAN tersebut.

Setelah bertahun-tahun mengalami penyiksaan, Hera akhirnya berhasil kabur dari rumah majikannya. Dia ditemukan sejumlah warga Aceh lalu diamankan di sebuah rumah.




(dpw/dpw)


Hide Ads