Ulos merupakan identitas bagi masyarakat suku Batak. Tradisi mangulosi disebut menjadi sebuah simbol perlindungan bagi suku Batak.
Nenek moyang suku Batak merupakan orang gunung. Dengan hawa dingin pegunungan, tetua suku merajut kain yang akhirnya disebut sebagai ulos.
"Nenek moyang suku Batak adalah orang gunung. Terdorong dinginnya hawa pegunungan, tetua suku merajut lembar kain spesial sebagai kain sarung, selimut, selendang, untuk orang-orang yang disayangi," demikian tertulis di website indonesia.go.id yang dilihat, Kamis (18/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lambat-laun ulos menyatu dalam budaya, tradisi, bahkan religi Batak. Ada pemaknaan di setiap motif, warna, pun cara pemakaiannya.
Ulos hadir dalam upacara pernikahan, kelahiran, bahkan kematian. Ulos tidak hanya dipakai sebagai bagian dari busana, dia bisa menjadi simbol sebuah doa untuk mendapatkan berkah, yang kadang dirapalkan dalam iringan tarian tor-tor.
Tradisi mangulosi merupakan proses mengalungkan kain ulos ke pundak orang lain. Mangulosi memiliki makna perlindungan dari segala gangguan.
"Dalam budaya Batak ada tradisi mangulosi, yakni proses mengalungkan kain Ulos ke pundak orang lain. Dirunut dari sejarahnya, mangulosi punya makna memberi perlindungan dari segala gangguan," imbuhnya.
Mangulosi dilakukan orang yang dituakan kepada kerabat yang memiliki partuturan, kedudukan yang lebih rendah seecara adat, seperti orang tua pada anak. Dalam upacara pernikahan Batak, ada tradisi mangulosi dari tulang (paman) kepada kedua pengantin, hal yang menunjukkan kekhasan relasi dalam keluarga Batak.
Setiap jenis ulos punya kegunaan masing-masing. Seperti ulos bolean sunting dipakai sebagai selendang pada acara kematian, ulos ragi hotang biasa menjadi kado pengantin, dan ulos ragi huting yang digunakan gadis Batak dengan cara dililitkan di dada atau dikalungkan di leher oleh para orang tua yang sedang dalam perjalanan.
Dalam perkembangannya, bentuk dan fungsi ulos juga makin beragam. Ulos juga telah lama menjadi produk budaya yang punya nilai ekonomi, persamaan yang masih kental dalam hal ulos adalah teknik tenun tangannya yang relatif tak berubah
Produksi ulos pada dasarnya tidak berbeda dengan tenun biasa. Yang membedakan adalah mutu bahan baku, disain dan pengerjaannya. Untuk mendapatkan ulos bermutu tinggi, perlu penanganan saksama mulai dari proses membuat benang hingga menjadi kain.
Baca juga: Mengenal Istilah Tondi dalam Suku Batak Toba |
(astj/astj)