Kesultanan Deli: Sejarah, Raja-raja, Peninggalan, dan Masa Kejayaannya

Kesultanan Deli: Sejarah, Raja-raja, Peninggalan, dan Masa Kejayaannya

Elisabeth Christina Hotmaria Simanjuntak - detikSumut
Selasa, 25 Jun 2024 18:29 WIB
Tradisi Junjung Duli di Kesultanan Deli.
Foto: Tradisi Junjung Duli di Kesultanan Deli. (Raja Malo Sinaga/detikSumut)
Medan -

Kesultanan Deli didirikan oleh seorang Tuanku Gocah Pahlawan dengan eratnya kehidupan Budaya Melayu. Kesultanan Deli juga berperan sebagai simbol budaya dan tradisi di kota Medan.

Berikut detikSumut sajikan rangkuman singkat mengenai kesultanan deli. Jangan lupa simak sampai akhir ya detikers.

Sejarah Kesultanan Deli

Kesultanan Deli berdiri pada 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan, dari panglima perang Kesultanan Aceh. Panglima perang tersebut diutus oleh Sultan Iskandar Muda dalam melihat daerah pesisir timur Sumatera.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari buku Sejarah Kesultanan Deli dan Peradaban Masyarakatnya oleh Muhammad Takari, kesultanan deli nama resminya yakni Kerajaan Al Mu'tasim Billah Deli sebagai pusat perdagangan yang maju di kawasan Selat Malaka. Para penduduk mulai berkembang sejak kawasan ini menjadi pusat pertanian tembakau Deli.

Atas perkembangan tersebut, politik Melayu di Sumatera Timur disebut wilayah Deli. Maka etnik dan makna budaya serta sosial dapat tercapai.

ADVERTISEMENT

Raja-Raja Kesultanan Deli

1. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan (1632 - 1669)

Awal tahun 1600-an Kesultanan Deli mulai berdiri setelah menjalani era panjang dan mendapatkan kemerdekaan dari Aceh.

2. Tuanku Panglima Perunggit (1669 - 1698)

Putra dari Tuanku Gocah Pahlawan, yang memerintah setelah ayahnya meninggal pada 1669 dan menjadi Padang Datar atau Medan kini.

Beliau menjalankan ajaran Islam untuk sejahterakan rakyat dengan nilai Islam. Akhirnya Panglima Perunggit mangkat pada 1698 serta dapat gelar Marhum Kesawan.

3. Tuanku Panglima Padrap (1698 - 1728)

Raja Deli yang ketiga pindahkan pusat kerajaan Ngeri Deli dari Medan ke Pulau Brayan. Perencanaan dalam strategi politik untuk pengawasan daerah kekuasaannya.

4. Tuanku Panglima Pasutan (1728 - 1761)

Ketika kekuasaan Tuanku Panglima Pasutan di pusat kerajaan Deli pindah ke Labuhan Deli. Beliau juga diberi gelar datuk sebagai bentuk kedudukan kepala suku yang merupakan penduduk asli.

Tuanku Panglima Pasutan tetap menjaga hubungan silaturahmi dengan rakyatnya. Tidak hanya wilayah Deli, ada juga wilayah yang ditaklukannya.

5. Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761 - 1805)

Mulai menjabat dari tahun 1761 sampai 1805 dengan sistem kedatukan. Beliau juga menjaga negeri dan menjalin komunikasi dengan seluruh rakyat.

6. Tuanku Amaludin Mangendar Alam Pura (1805 - 1850)

Putra ketiga Tuanku Panglima Gandar Wahid bisa menciptakan hubungan dengan Kerajaan Siak yang dibangun kuat. Maka hal ini sebagai dasar pemberian gelar oleh Kesultanan Melayu Siak Sri Indra Pura

7. Sultan Osman Perkasa Alam Shah (1850 - 1858)

Masa pemerintahan yang paling singkat namun Sultan Deli yang ketujuh ini berhasil membangun masjid megah di kawasan Labuhan Deli. Dengan nama Masjid Raya Al Osmani, Beliau juga dimakamkan di dekat masjid.

8. Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alam (1858 - 1873)

Raja Deli ke delapan inilah yang membuat rencana perjanjian dengan pemerintah Belanda melalui Acte yang ditandatangani olehnya sendiri, serta menggunakan materai cap mohornya pada tanggal 22 Agustus 1862 (1280 H).

Beliau lah yang pertama kalinya memperkenankan orang Belanda membuka perusahaan kebun tembakau Deli, yang mempercayakannya kepada J. Nienhuys. Hingga pada akhirnya ia wafat dan makamnya ada di Masjid Raya Al Osmani berdekatan dengan makam ayahnya.

9. Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alam (1873 - 1924)

Dalam tulisan Kesultanan Deli Sejarah Kesultanan Deli dan Peradaban Masyarakatnya karya Muhammad Takari, A. Zaidan B.S. dan Fadlin Muhammad Dja'far beliau juga memindahkan pemerintahan ke Kota Medan dari Labuhan Deli. Beliau juga membangun Istana Maimun dan Masjid Raya Al Mashun Medan hingga perkantoran lainnya.

10. Sultan Amaludin Al Sani Perkasa Alamsyah (1924 - 1945)

Raja Deli ke sepuluh ini merupakan anak ke empat dari Sultan Mamoen Ar Rasyid. Sementara abang dari Sultan Amaludin Al Sani yang bernama Tengku Harun menjadi bendahara Negeri Deli Kala itu.

Setelah beliau wafat maka tahta Kesultanan Deli diberikan kepada Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsjah. Makam beliau berada di Masjid Raya Al Mashun Medan.

11. Sultan Osman Al Sani Perkasa Alamsyah (1945 - 1967)

Beliau memiliki sebelas orang anak. Salah satunya bernama Sultan Azmy Perkasa Alam yang melanjutkan tahta Kesultanan Deli saat ia wafat. Sultan Osman Al Sani wafat pada usia 67 tahun dan juga dimakamkan di area pemakaman Masjid Raya Al Mashun Medan.

12. Sultan Azmy Perkasa Alam (1967 - 1998)

Raja Deli ke duabelas ini menggantikan ayahnya yang telah meninggal menjadi pemimpin tertinggi di adat istiadat Melayu Deli dari tahun 1967 sampai 1998. Saat kepemimpinannya kala itu Indonesia memasuki geliat pembangunan ekonomi di bawah pimpinan pimpinan Jenderal Suharto.

Selain menjadi seorang Sultan Deli, beliau juga menjadi anggota DPR/MPR RI selama dua periode. Bahkan dia juga salah satu pendiri Universitas Amir Hamzah di Deli Serdang. Beliau wafat dan dimakamkan berdekatan dengan Sultan Deli pendahulunya di Masjid Raya Al Mashun.

13. Sultan Ottoman Mahmud Perkasa Alam (1998 - 2005)

Bernama lengkap Letnan Kolonel (Infantri) Tuanku Sultan Otteman Mahmud Ma'amun Padrap Perkasa Alam Shah. Beliau lahir pada tahun 1966 merupakan seorang perwira.

Beliau wafat di Lhokseumawe. Ketika itu pesawat CN-235 yang ditumpanginya bersama dua rekan TNI (Tentara Nasional Indonesia) lainnya, tergelincir di Pangkalan Udara Malikussaleh, Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Makam beliau berada di Masjid Raya Al Mashun Medan, tepat di sebelah makam ayahnya Sultan Azmy Perkasa Alam.

14. Sultan Mahmud Aria Lamanjiji Perkasa Alamsyah (2005 - sekarang)

Beliau merupakan anak dari Sultan Ottoman Mahmud Perkasa Alam. Sultan muda ini lahir pada tahun 1998, kala itu ia masih berusia delapan tahun dan dia harus siap menggantikan ayahnya yang telah berpulang.

Peninggalan Kesultanan Deli

Tidak hanya sejarah dan raja-raja, ada beberapa peninggalan kesultanan deli yang bisa kamu ketahui. Dilansir dari detikSumut ini dia rangkuman informasinya:

  • Istana Maimun

Bangunan berdiri saat kekuasaan Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan berada pada masa hadirnya kolonial Belanda. Istana Maimun juga dibuat oleh Ferrari, arsitek asal Italia dengan biaya sebesar 1 juta Gulden (mata uang Belanda)

  • Masjid Raya Al - Mashun Medan

Peninggalan Kesultanan Deli didirikan pada 21 Agustus 1906 M dan digunakan pertama kali di tahun 1909 M. Masjid ini punya kubah berbentuk pipih serta hiasan bulan sabit di puncaknya dengan lukisan cat minyak bunga-bunga dan tumbuh-tumbuhan.

Masjid raya Al - Mashun kota Medan sebagai saksi penyebaran agama Islam di Provinsi Sumatera Utara. Hingga kini, Kesultanan Deli tidak pernah sepi dari jamaah untuk ibadah atau wisatawan.

  • Masjid Raya Al Osmani

Dibangun pada tahun 1854 oleh Sultan Deli ketujuh dan menjadi masjid tertua di kota Medan. Lokasinya terletak di Jalan KL Yos Sudarso, Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan.

Sudah berumur 170 Tahun, Masjid Al Osmani ini sebagai rumah ibadah Islam tertua di kota Medan. Pembangunannya juga menggunakan kayu pilihan serta berwarna kuning kebanggaan suku Melayu dan hijau menunjukkan keislaman.

Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam yang tak lain putra kandung Sultan Osman Perkasa meminta GD Langereis (Arsitek Jerman) merenovasinya. Masjid sudah mengalami banyak perubahan mulai ukuran dan luas, desain bangunan, sampai bahan bangunan. Ada juga masa pemugaran, namun arsitektur asli tetap dipertahankan.

  • Taman Sri Deli

Dikutip dari "Kajian Triangle Kawasan Istana Maimoon" oleh Novalinda dan Rahmadhani Fitri, Taman Sri Deli adalah milik Raja Al-Mahsun. Taman Sri Deli seluas 14.884 m2, dibangun pada 1924 atas perintah Sultan Amaludin Sani Perkasa Alamsyah.

Taman Sri Deli menunjukkan karakter dan simbol kerajaan Melayu yang menjadi ikon budaya Kota Medan sejak zaman dulu. Keindahan taman itu semakin bertambah sebab lokasi Mesjid Raya Al-Mahsun yang megah terletak di depannya.

Masa Kejayaan

Dilansir dari Jurnal bertajuk "Kontribusi Sultan Ma'moen Al-rasyid Perkasa Alamsyah Dalam mengembangkan Ajaran Agama Islam di Sumatera Utara" oleh Abdul Gani dkk, bahwa adanya hal menarik dari perkembangan Islam saat penjajahan Belanda di Indonesia. Karena puncak kejayaan dan paling berpengaruh yakni bangunan Istana Maimun dan Masjid Raya Al-Mashun.

Berhasil dibangunnya Masjid Agung Al-Mashun pada masanya dengan prinsip Islam yang kini menjadi jejak bagus. Baik ilmu agama dan budaya menjadi salah satu kekuatan di tanah deli yang masih tetap dijaga sebagai bagian identitas Sumatera Utara

Dulunya Sultan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924) berperan besar dalam memajukan sektor perkebunan dan mendatangkan ahli-ahli dari Eropa untuk mengelola, contohnya Tembakau Deli. Bahan ini salah satu yang terbaik di dunia dan menjadi komoditas utama yang diekspor ke pasar internasional.

Tidak hanya memperkuat ekonomi kesultanan tetapi juga menarik migrasi tenaga kerja dari berbagai daerah, termasuk Tiongkok dan India, yang semakin memperkaya budaya lokal.

Bidang politik, Kesultanan Deli juga menunjukkan kemampuannya diplomasi dan aliansi seperti hubungan baik dengan pemerintah kolonial Belanda. Meskipun penuh dinamika dan tantangan, kesultanan dapat akses teknologi dan pengetahuan baru.

Itu dia rangkuman singkat mengenai kesultanan deli mulai sejarah, raja-raja, peninggalan, dan masa kejayaan. Semoga bermanfaat detikers

Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Christina Hotmaria Simanjuntak, Mahasiswa Peserta Magang Merdeka di detikcom.




(mjy/mjy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads