Melihat Tampak Sejarah yang Wajib Dikunjungi di Tanjungbalai

Sumut in History

Melihat Tampak Sejarah yang Wajib Dikunjungi di Tanjungbalai

Finta Rahyuni - detikSumut
Sabtu, 10 Feb 2024 12:00 WIB
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)
Medan -

Tanjungbalai merupakan salah satu kota yang ada di Sumatera Utara (Sumut). Daerah ini dijuluki dengan 'Kota Kerang' karena hasil kerangnya yang melimpah.

Kota ini didirikan pada 27 Desember 1620. Sebelum menjadi daerah otonom, Tanjungbalai dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Asahan.

Daerah ini memiliki hasil laut yang melimpah. Letak geografis Tanjungbalai ini bersebelahan langsung dengan Selat Malaka. Daerah ini juga menjadi lokasi strategis perdagangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika detikers berkunjung ke Tanjungbalai, jangan sampai lupa untuk mencicipi makanan olahan laut yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Namun, jika ingin berwisata sambil mengenang sejarah Tanjungbalai pada zaman dulunya, detikers bisa mengunjungi sejumlah cagar budaya yang ada di daerah itu.

Wisata sejarah ini akan membuat pengetahuan detikers terkait sejarah akan bertambah. Berikut detikSumut rangkum lima cagar budaya yang bisa dikunjungi saat berkunjung ke Tanjungbalai. Data ini diambil dari website resmi Cagar Budaya Pemprov Sumut.

ADVERTISEMENT

5 Cagar Budaya Tanjungbalai

1. Makam Sultan Ahmad Syah

Makam Sultan Ahmadsyah (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)Makam Sultan Ahmadsyah (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)

Cagar budaya pertama yang bisa detikers kunjungi adalah makam Sultan Ahmadsyah. Beliau merupakan Sultan Negeri Asahan yang ditabalkan menjadi sultan sebelum jenazah Almarhum Sultan Husinsyah dimakamkan.

Makam ini terletak di Jalan Mesjid, Kecamatan Tanjungbalai Selatan.Sultan Ahmadsyah melanjutkan kepemimpinan ayahnya yang telah menghantarkan Negeri Asahan kepada jenjang kesejahteraan dan kemakmuran, serta membentuk Kota Tanjungbalai sebagai Kota perdagangan, seperti kerajaan lainnya, yakni Kerajaan Siak di Riau dan Kerajaan Deli di Sumatera Timur.

Kemasyhuran Kota Tanjungbalai mulai terancam huru hara penjajah Belanda. Utusan Pemerintah Belanda dikirim ke Tanjungbalai untuk membujuk sultan, tetapi tetap ditolak, tidak dilayani oleh Sultan.

Sampai pada akhirnya tanggal 8 Agustus 1863 Residen Nietche langsung memimpin ekspedisi ke Tanjungbalai dengan membawa serta seorang Raja dari Pagaruyung bernama Raja Burhanuddin yang terkenal sangat bijak berkata-kata serta berpengalaman membujuk rayu. Ekspedisi ini juga dikawal oleh 60 personel serdadu dengan senjata lengkap bersama dengan dua kapal perang.

2. Makam Tuan Syekh Ismail Abdul Wahab

Wajah Syekh Ismail Abdul Wahab (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)Wajah Syekh Ismail Abdul Wahab (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)

Cagar budaya yang kedua adalah makam Tuan SyekhIsmail AbdulWahab. Makam ini berada JalanMayjendSutoyo, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.

Syekh ini memiliki nama lengkap, Assyahid Fi Sabilillah Syekh Ismail bin Abdul Wahab Tanjungbalai. Syekh Ismail lahir di di Kom Bilik, Bagan Asahan, pada tahun 1897 dan wafat pada 1947.

Tuan Syekh Ismail Abdul Wahab merupakan ulama, penulis dan politikus Indonesia. Dia juga pernah menduduki jabatan strategis, seperti Ketua DPRD Asahan pertama.

Ulama yang dimakamkan di samping RSUD Dr Tengku Mansyur ini sebagai salah satu tokoh dan ulama penyebar Islam di Kabupaten Asahan yang sekarang masuk dalam wilayah Kota Tanjungbalai.

Sebelumnya, makam Tuan Syekh Ismail Abdul Wahab ini dipindahkan dari Kompleks Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Tanjungbalai ke samping kiri RSUD Dr Tengku Mansyur.

Aktivitasnya tidak saja dicurahkan untuk penguasaan ilmu, Dia juga aktif dalam politik menentang kolonialisme, membangkitkan semangat juang umat Islam melawan dan mengusir penjajah dengan fatwanya bahwa darah penjajah halal.

Namun, nahas, fatwanya itu membawanya ke kematian karena tertembak 12 peluru. Sebelum meninggal, Syekh Ismail meminta izin untuk melaksanakan shalat sunat dua rakaat dalam penjara/lembaga pemasyarakatan kelas II B Tanjungbalai.

3. Bangunan Bersejarah

Bangunan Bersejarah (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)Bangunan Bersejarah (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)

Bangunan ini merupakan bangunan Replika dari Istana Kesultanan Asahan dulunya. Bangunan ini berada di Jalan Sei Raja, Sei Raja, Kecamatan Sei Tualang Raso.

Bangunan ini diresmikan langsung oleh Sultan Asahan pada tahun 2010 bersamaan dengan peresmian Gedung Wali kota Tanjungbalai dan Replika Rumah Balai di Ujung Tanjung.

Sejarah pemerintahan kerajaan ini dimulai dengan penobatan Sultan Abdul Jalil sebagai raja pertama Kerajaan Asahan di Kampung Tanjung pada tahun 1630. Dalam catatan sejarah, Kerajaan Asahan pernah diperintah oleh sebelas orang raja, sejak raja pertama Sultan Abdul Jalil pada tahun 1630 sampai dengan Sultan Syaiboen Abdul Jalil Rahmadsyah tahun 1933, yang kemudian mangkat pada tanggal 17 April 1980 di Medan dan dimakamkan di kompleks Mesjid Raya Tanjungbalai atau Mesjid Raya Ahmadsyah Tanjungbalai.

4. Stasiun Tanjungbalai

Stasiun Kereta Api di Tanjungbalai (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)Stasiun Kereta Api di Tanjungbalai (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)

StasiunTanjungbalai adalah stasiun kereta api kelas II yang terletak di JalanLetjendSuprapto, KecamatanTanjungbalai Utara. Stasiun ini terletak pada ketinggian +2,87 meter ini termasuk dalam Divisi Regional I Sumatra Utara dan Aceh.

Stasiun ini merupakan stasiun kereta api aktif yang letaknya paling ujung di percabangan menuju Tanjungbalai. Di ujung rel terdapat bekas menara air untuk lokomotif uap pada masa lalu.

Ke arah timur stasiun ini, terdapat jalur menuju Pelabuhan Teluk Nibung yang saat ini sudah tidak aktif. Stasiun ini memiliki tiga jalur kereta api dengan jalur pertama merupakan sepur lurus dari dan ke arah Kisaran serta jalur kedua merupakan sepur lurus dari dan ke arah Teluk Nibung.

5. Balai Diujung Tanjung

Balai Diujung Tanjung (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)Balai Diujung Tanjung (Foto: Dok. Cagar Budaya Sumut)

Balai Diujung Tanjung ini didirikan sebagai pengingat awal mula berdirinya Tanjungbalai. Lokasinya berada di Jalan Asahan, Kecamatan Tanjungbalai Selatan,

Bangunan ini diharapkan dapat membuat ingatan masyarakat mengenang kebesaran budaya, serta adat istiadat Melayu di masa lalu, dan diharapkan dapat menjadi objek wisata lokal dan mendongkrak pendapatan daerah Tanjungbalai.

6. Masjid Raya Sultan Ahmadsyah

Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ini merupakan masjid peninggalan monumental Kesultanan Negeri Asahan yang masih ada sampai saat ini. Lokasinya berada di Jalan Mesjid, Indra Sakti, Kecamatan Tanjung Balai Selatan.

Sesuai dengan namanya, masjid ini didirikan oleh Sultan Ahmadsyah dari Kesultanan Asahan pada saat itu. Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1883. Masjid tersebut dahulunya juga dijadikan sebagai bagian dari kerajaan

Masjid ini dulunya tidak hanya difungsikan sebagai tempat salat saja, tetapi juga difungsikan sebagai tempat pengembangan diri bagi masyarakat sekitar dan tempat penyusunan strategi penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Bangunan masjid ini juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Sumatra Utara dalam mengobarkan semangat untuk melawan para penjajah.

Pada bagian arsitekturnya, masjid ini memiliki ciri khas masjid Melayu, di mana bangunannya berbentuk persegi panjang, kemudian pinggiran atapnya memiliki khas bangunan Melayu yaitu memiliki pahatan pucuk rebung.

Masjid ini memiliki keunikan tersendiri dalam bentuk bangunannya yang mana tidak adanya tonggak atau pilar penyangga loteng yang berada di tengah bangunan masjid. Struktur bangunan masjid yang demikian mempunyai makna bahwa Allah tidak memerlukan penyangga untuk berdiri. Selain itu makna yang lainnya ialah agar saf sholat tidak terhalang atau terputus oleh tonggak atau tiang tersebut.

Keunikan lainnya dari arsitektur Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ialah pondasi dari masjid ini tidak dibuat dengan menggunakan semen melainkan hanya menggunakan pasir, tanah liat dan batu bata. Hal tersebut sampai sekarang masih kokoh dan membuat masjid tersebut masih tetap berdiri.

Kemudian tata letak kubah masjid ini juga berbeda dengan kebanyakan masjid lainnya, kalau kebanyakan masjid letak kubahnya persis di tengah-tengah bangunan masjid maka untuk masjid Sultan Ahmadsyah ini letak kubah masjidnya berada di bagian depan bangunan.

Pada bagian dalam masjid sendiri terdapat sebuah mimbar yang berornamen Cina. Mimbar ini didatangkan langsung oleh Sultan dari Cina pada saat itu. Di bagian belakang mimbar terdapat panji hijau kembar terpancang kokoh.

Seperti kebanyakan di masjid masjid kesultanan lainnya, pada bagian depan mimbar tersebut terpahat hiasan kaligrafi dengan yang indah. Selain itu, juga terdapat kompleks pemakaman keluarga Raja Asahan. Makam yang ditandai beragam bentuk nisan dan menjadi tolak ukur untuk menilai usia masjid atau keberadaan pertapakannya.




(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads