Mangokal Holi, Simbol Penghormatan hingga Siasat Menghemat Lahan Kuburan

Mangokal Holi, Simbol Penghormatan hingga Siasat Menghemat Lahan Kuburan

Raja Malo Sinaga - detikSumut
Minggu, 17 Des 2023 10:30 WIB
Pembersihan tulang menggunakan jeruk purut dalam mangokal holi
Foto: Pembersihan tulang menggunakan jeruk purut dalam mangokal holi (Dok. Taman Budaya Sumut)
Medan -

Cuaca terbilang cerah dan ramah untuk melakukan aktivitas di luar ruangan di Desa Pematang Bandar, Simalungun, Sumatera Utara, pada pagi Kamis, (7/12/2023). Namun tidak untuk berselang lama, sekitar dua jam berikutnya, langit yang semula berwarna kapas itu berubah menjadi warna kepulan asap kendaraan diesel kala menanjak jalan yang terjal.

Gerimis pun turun. Tak lama intensitas air makan deras. Tampak puluhan orang yang tengah menggali sebuah kuburan di Desa Pematang Bandar pun membentangkan terpal berwarna biru. Sambil membangun terpal seadanya, beberapa orang dari mereka tampak tak menghiraukan air yang berjatuhan dari langit. Tangan mereka masih terus bergerak. Sebagian menggali lebih dalam kuburan, lainnya membersihkan kerangka manusia dari tanah-tanah yang menempel.

Puluhan orang dari lintas usia itu tak lain tengah melakukan ritual adat Batak dengan cara memindahkan kerangka manusia yang telah lama meninggal ke dalam peti kecil dan dinaikkan ke atas kuburan. Orang Batak lazim menamainya sebagai mangokal holi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim detikSumut berkesempatan untuk menyaksikan ritual mangokal holi itu secara langsung. Mangokal holi awalnya dibuka dengan kebaktian dari pihak gereja. Usai kebaktian, proses adat dijalankan dengan menggali kuburan. Puluhan orang itu perlahan menggali tanah dan memperhatikan dengan teliti tiap gumpalan tanah yang kemungkinan terdapat tulang.

Ketika tulang-tulang telah ditemukan, maka berduyun-duyun dibawa keluar. Kemudian tulang-tulang itu dibersihkan menggunakan air yang dicampur jeruk purut.

ADVERTISEMENT

Tatkala, tampak beberapa orang yang tengah mangokal holi itu melemparkan uang ke dalam kuburan yang digali. Sebab ada mitos yang kadung dipercaya bahwa tindakan itu mampu membawa berkah.

Usai dibersihkan, tulang-tulang itu pun disusun ke dalam peti yang ukurannya lebih kecil berwarna putih. Salah satu ujung peti itu tampak memiliki ruang yang lebih lebar. Di ruang yang lebih lebar itulah, tengkorak kepala diletakkan. Lalu diikuti dengan bagian tulang-tulang yang lain hingga ke bawah. Tak lupa tengkorak itu diciprat air jeruk purut dan beras.

Selanjutnya, anak perempuan dan menantu dari leluhur yang dibuat acara mangokal holi mengangkat peti yang telah ditutup rapat di atas kepala. Peti itu pun perlahan dimasukkan ke dalam kuburan berbentuk kotak yang dibangun dari semen.

Setelah semua dilakukan, pimpinan ritual pun menutup dengan doa. Tak berselang lama, puluhan orang itu meninggalkan kuburan.

Perjalanan Mangokal Holi

Kepala Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas Huria Kristen Batak Protestan Manguji Nababan mengatakan mangokal holi telah ada jauh sebelum Kristen masuk ke Tanah Batak.

"Mangokal holi itu tradisi zaman dahulu. Artinya sebelum ada ke-Kristen-an, mangokal holi itu sudah ada," kata Manguji beberapa waktu lalu.

Masyarakat Batak secara mandiri telah memahami konsep penguburan dengan mapan sejak dahulu kala. Dulunya, orang Batak akan menyimpan tulang-tulang ke dalam sarkofagus.

"Kalau tempat menyimpan tulang orang Batak zaman dahulu itu kan bisa dalam bentuk batu. Sarkofagus," bebernya.

Baca selengkapnya di halaman berikut...

Namun, terjadi pergeseran budaya. Sehingga konsep sarkofagus tidak lagi digunakan. Orang-orang Batak kemudian mengenal konsep kuburan ganjang dan tambak.

Kuburan ganjang akan diberikan kepada orang belum memiliki keturunan seperti anak atau cucu. Sementara orang Batak yang telah memiliki keturunan akan dimakamkan di tambak.

"Makanya dalam perkuburan misalnya, kalau dia masih anak-anak, dia kan kuburannya kan kuburan ganjang namanya. Misalnya kalo anak-anak dia, belum punya cucu, masih kuburan ganjang, masih tanah yang undukan," jelasnya.

"Sari matua dan saur matua itu sudah masuk ke tambak. Tambak itu kuburan yang dibuat dari ubinan-ubinan tanah," sambungnya.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Batak mengubah tradisi tentang kuburan. Orang-orang Batak yang tadinya mengenal tambak beralih menggunakan simin.

Simin sendiri adalah kuburan berbentuk kotak yang dibangun dari campuran bata, semen, pasir, layaknya sebuah bangunan rumah. Di klasifikasi yang lebih tingginya, kuburan orang Batak dibangun dengan konsep tugu.

"Dalam perkembangannya, misalnya pergeseran dari tambak itu, kemudian ada yang membuat simin. Tugu itu bukan tradisi leluhur. Itu mungkin ada semacam adopsi dari kebudayaan lain," akunya.

Selain dari bentuk kuburan, perubahan lain yang terjadi dalam mangokal holi adalah teknis ritual. Masuknya Kristen ke Tanah Batak menyebabkan beberapa poin ritual mangokal holi dihilang.

Manguji menjelaskan dulunya ritual mangokal holi sarat akan momen pemberian sesajen. Tak jarang tulang-tulang tersebut diberikan makan berupa sirih, rokok, dan lainnya.

Baca selengkapnya di halaman berikut...

Bahkan ketika acara mangokal holi berlangsung lebih dari satu hari maka tulang-tulang tersebut akan dibawa ke rumah. Namun semenjak Kristen masuk, hal itu dilarang keras. Gereja menyatakan tulang-tulang harus diinapkan di gereja.

"Kalau zaman dahulu itu kalau mangokal holi ya setelah dibersihkan holi itu menggunakan jeruk purut, setelah itu berkembang lagi ada yang menggunakan samsu atau kamput untuk membersihkan. Kalau zaman dahulu terkadang disuapi itu tulang-tulang itu. Dikasih sesajen, dikasih makan. Dikasih rokok, sirih," jelasnya.

"Nah kalau bermalam dia, misalnya digali sekarang, kan mungkin besok dipestakan sekalian dimasukkan sekaligus ke siminnya. Jadi kalau zaman dahulu ini kan dibawa ke rumah," lanjutnya.

Penghormatan Kepada Leluhur

Dijelaskan bahwa mangokal holi merupakan bentuk etos masyarakat Batak dalam menghormati leluhur. Manguji mengatakan mangokal holi memiliki filosofi mardolok dolok na timbo. Artinya, penghormatan dalam mangokal holi yang diberikan keturunan dari seorang leluhur berada di tempat yang tertinggi.

"Dan itu dari filosofi mardolok dolok na timbo," kata Manguji beberapa waktu lalu.

Selain penghormatan, mangokal holi juga dipandang sebagai cara penyatuan keluarga besar yang telah wafat. Pasalnya, tulang-tulang dari satu keluarga besar itu dikumpulkan dan ditempatkan di satu tugu.

Penempatan Itu, lanjut Manguji, tetap memperhatikan aspek kelayakan seperti anak-anak yang meninggal tidak bisa serta-merta disatukan dengan leluhur yang telah memiliki keturunan.

Bahkan mangokal holi juga membantu pihak keluarga besar agar menghemat pengeluaran. Dirinya meyakini jika penyatuan tulang-tulang para leluhur dalam satu keluarga besar di sebuah tugu dapat menghemat lahan untuk kuburan.

"Menurut perhitungan saya menghemat," pungkasnya.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video Pramono Minta Pemuda Batak Bersatu Ikut Kawal TPS saat Pilkada"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads