Tari Faluaya adalah salah satu bentuk kesenian tradisional milik masyarakat Bawomataluo di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Faluaya memiliki arti bersama-sama atau bekerja sama. Sehingga tari Faluaya merupakan tarian yang dilakukan secara berkelompok dan dilakukan oleh kurang lebih 100 penari.
Dilansir dari Jurnal Pertunjukan Tari Faluaya di Bawomataluo Karya Serlin Damaiyanti Haria, Suherni, dan Erlinda, tari Faluaya ini menampilkan interaksi antara dua kelompok penari yang seakan menggambarkan para prajurit yang sedang berperang. Tarian ini dibawakan oleh penari laki-laki berusia remaja hingga dewasa dan merupakan masyarakat asli Nias.
Dulunya Faluaya bukanlah tarian kesenian, namun hanya unsur-unsur gerakan dalam latihan perang terhadap prajurit zaman dahulu. Dahulu masyarakat Nias hidup di bawah lingkungan kerajaan. Untuk memperluas wilayah dan meningkatkan kekuasaan mereka melakukan penyerangan dengan cara berperang. Masing-masing kerajaan akan membentuk para prajurit perang yang tangguh. Gerakan - gerakan dalam Faluaya ini merupakan gabungan dari rangkaian latihan perang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat beberapa macam gerakan dalam gerak tari Faluaya yaitu gerak Hugö (posisi kuda-kuda siap menyerukan), gerak Ohigabölöu (melompat sambil berjalan dan berjingkat), gerak Hivfagö (gerakan mirip dengan Ohigabölöu, namun dilakukan ditempat), gerak Fu'alö (gerakan ditempat dengan melangkahkan satu langkah kaki kiri kemudian kembali ke posisi awal), gerak Faluaya Zanökhö (membuat lingkaran untuk mengepung musuh), gerak Fataélé (atraksi tunggal penari dalam menunjukkan ketangkasannya), gerak Famanu-manu (gerak satu lawan satu), gerak Fasuwö (menggambarkan peperangan antara dua kelompok melakukan perlawanan), gerak Fadölihia (gerak berbentuk berliku-liku).
Para penari akan menggunakan kostum warna-warni dan merupakan perpaduan antara hitam, kuning, dan merah serta dilengkapi aksesoris mahkota di kepala. Untuk properti yang digunakan antara lain tameng, pedang, dan tombak. Di tangan kiri penari akan memegang tameng kayu yang berfungsi menangkis serangan musuh, sementara tangan kanan memegang tombak atau pedang.
Uniknya lagi tari Faluaya ini dilakukan tanpa musik eksternal maupun menggunakan alat musik, namun justru menggunakan musik internal yang disebut dengan Hoho. Hoho merupakan tradisi lisan Nias yang dilagukan secara puitis dan menggunakan kata-kata yang menarik untuk didengarkan.
Dulunya Faluaya dibentuk untuk menyelamatkan desa dari musuh yang mengakibatkan terjadinya peperangan karena perebutan lahan tanah, sehingga dibentuklah pasukan para pemuda yang akan menyelamatkan desa dan berperang melawan musuh. Namun kini Faluaya telah berganti tujuan yakni sebagai penghormatan tamu dan juga diadakan pada acara-acara penting adat Nias.
Faluaya yang menjadi tarian kegemaran masyarakat Nias ini memiliki keindahan tersendiri tersendiri bagi mereka. Jenis busana dan properti yang digunakan menggambarkan bagaimana para prajurit yang sedang berperang. Pelantunan Hoho oleh panglima semakin membangkitkan semangat para prajurit dalam melaksanakan kewajibannya.
Itu dia informasi selengkapnya tentang Faluaya tarian perang masyarakat Nias. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan kita,ya!
Artikel ini ditulis oleh Vania Dinda Azura, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(afb/afb)