Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) memiliki banyak cerita rakyat atau legenda. Namun yang paling terkenal adalah kisah Malin Kundang.
Malin Kundang menceritakan seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Karena murka, sang ibu kemudian mengutuk Malin Kundang hingga berubah menjadi batu.
Legenda itu diketahui mencerminkan berbagai pesan moral bagi para pembacanya. Melansir buku Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara oleh Sumbi Sumbangsari, berikut detikSumut rangkum Legenda Malin Kundang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Legenda Malin Kundang
Di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat, ada sebuah desa nelayan yang ditinggali oleh seorang ibu dan anak lelaki semata wayangnya. Mereka sangat miskin dan berjuang hidup dari hasil penjualan ikan.
Sang anak diberi nama Malin Kundang dan berusia masih sangat muda sehingga belum bisa membantu ibunya berjualan ikan. Sementara itu, ayah Malin Kundang sudah lama meninggal dunia.
Malin memiliki sifat sedikit nakal, ia senang bermain dengan mengejar ayam-ayam yang entah milik siapa. Perbuatannya itu menyebabkan Malin memperoleh bekas luka yang tidak bisa hilang di lengannya.
Tahun berganti tahun, Malin Kundang pun beranjak dewasa. Muncul rasa kasihan saat ia melihat ibunya yang semakin tua harus terus-terusan membanting tulang untuk bekerja menghidupinya.
Hingga suatu ketika di pesisir pantai, Malin melihat sebuah kapal besar dan mewah yang merapat di dermaga. Seorang saudagar kaya keluar dan menyuruh beberapa anak buah kapal menurunkan barang miliknya.
Malin dengan sigap ikut membantu lalu menjadi perhatian si saudagar sampai semua barang berhasil diturunkan. "Hai anak muda, kemarilah! Siapa namamu dan di mana kamu tinggal?" tanya saudagar kaya.
"Apakah aku yang Tuan panggil? Aku Malin Kundang, tinggal di desa ini bersama ibuku yang sudah tua," jawab Malin. "Apakah kamu mau bekerja denganku? Kamu bisa ikut ke negeri seberang. Izinlah dahulu kepada ibumu dan temui aku," ucap saudagar kaya.
Setelah terus berpikir tentang ajakan saudagar kaya itu, Malin meminta izin kepada ibunya dengan tekad yang bulat. "Ibu, izinkan aku berlayar dan bekerja di negeri seberang. Jika aku sukses, aku akan kembali ke sini menemui ibu," pinta Malin.
"Tidak Malin. Jika ingin bekerja, bekerjalah di tempat ini. Ibu tidak punya siapa-siapa selain kamu," ucap Ibu Malin. "Tapi ibu, aku akan bekerja dengan rajin di sana dan menjadi kaya. Aku akan kembali dan membahagiakan Ibu," ucap Malin sedikit memaksa.
"Baiklah Malin jika itu keinginanmu. Tapi ingat untuk memberi kabar kepada Ibu, Ibu akan selalu menunggumu," ucap Ibu Malin merelakan anaknya pergi. "Terima kasih Ibu, aku akan ingat pesan Ibu," kata Malin dengan bahagia.
Di pesisir pantai, Ibu Malin mengantarkan Malin naik ke atas kapal dengan berderai air mata. "Malin, hati-hati di sana dan jaga dirimu. Ibu akan menunggumu di sini, jangan lupa beri kabar anakku!" teriak Ibu Malin sambil melambaikan tangan.
Meski kapal bergerak semakin menjauh hingga tidak tampak lagi di pelupuk mata, Ibu Malin masih ingin melihat anaknya. Hanya doa yang bisa dipanjatkan supaya Malin berhasil di negeri seberang.
Selama berbulan-bulan, Malin hidup di negeri orang dan menjadi orang kaya raya karena keuletan serta ketekunannya. Ia juga menyunting seorang gadis anak saudagar kaya di negeri itu.
Sedangkan di desa tempat Malin dilahirkan, ibunya sudah lama menunggu akibat tak kunjung mendapat kabar dari Malin. Suatu hari, sang ibu mendengar kabar dari tetangganya bahwa Malin sukses.
Akhirnya setelah berbulan-bulan, Malin pergi berlayar ke kampung halamannya. Ibu Malin segera berlari ke pelabuhan untuk melepas rindu pada anak tercintanya. Dia melihat seorang pemuda gagah keluar dari kapal.
"Itu Malin, itu Malin, anakku," teriaknya dengan rasa bangga dan bahagia. Dengan berderai air mata, Ibu Malin berlari menemui anaknya, "Malin, akhirnya kamu kembali. Ibu sangat merindukanmu anakku."
Tidak disangka, Malin justru mendorong ibunya sampai tersungkur di tanah. "Siapa kamu? Aku tidak punya ibu sepertimu, dasar wanita tua," kata Malin. Ibu Malin bangun dari tanah dan menyingkap pakaian pemuda itu.
"Aku ibumu Malin, biar kulihat apakah kau Malin anakku atau bukan," ucap Ibu Malin. Ternyata benar pemuda itu Malin. "Lancang benar wanita tua ini. Mana mungkin kamu ibuku, ibuku sudah lama meninggal," hardik Malin.
Betapa terkejutnya ibu Malin mendengar ucapan anaknya. Hatinya sakit seperti disayat-sayat, perasaannya remuk redam karena anak yang sangat dicintainya kini berubah menjadi durhaka.
"Tega kamu berkata seperti itu anakku. Baiklah, jika kamu benar anakku maka aku kutuk kau menjadi batu," sumpah si ibu sambil menangis. Tiba-tiba angin berhembus kencang dan badai datang menghancurkan kapal Malin.
Sebelum berubah menjadi batu, Malin sempat berteriak, "Ibu, maafkan aku. Aku memang Malin anakmu. Mohon maafkan aku Ibu." Namun, penyesalan Malin sudah terlambat dan ia pun berubah menjadi batu.
Pesan Moral Legenda Malin Kundang
Bertanggung Jawab Terhadap Anak
Sebagai titipan Tuhan, orang tua wajib memegang teguh amanah untuk menjalankan kewajiban terhadap anak. Meski ayah Malin sudah lama meninggal, Ibu Malin terus berjuang banting tulang membesarkan Malin.
Bersikap Sopan Kepada Orang Tua
Tuhan sangat murka kepada anak yang suka bersikap kasar kepada orang tua. Sebelum pergi membawa Malin bekerja di negeri seberang, saudagar kaya meminta Malin untuk lebih dahulu izin kepada ibunya.
Tidak Menjadi Anak Durhaka
Jadilah anak yang berbakti agar hidup dipenuhi kebaikan, jasa orang tua tidak bisa dibayar atau diganti. Durhaka adalah salah satu dosa besar yang dilakukan Malin karena tega tidak mengenali dan menganggap ibunya meninggal.
Demikian Legenda Malin Kundang dari Sumatera Barat beserta pesan moralnya. Semoga bermanfaat, ya, detikers!
(astj/astj)