Cerita rakyat diwariskan turun-temurun dalam suatu masyarakat atau budaya tertentu. Umumnya, cerita rakyat cenderung mencerminkan pesan moral atau pelajaran yang ingin disampaikan kepada pendengar atau pembaca.
Di Kepulauan Riau, terdapat salah satu cerita rakyat yang terkenal bagi masyarakatnya yaitu Putra Mahkota Lokan. Berikut detikSumut rangkum Cerita Rakyat Putra Mahkota Lokan dilansir dari laman resmi Kemdikbud Republik Indonesia, lengkap dengan nilai moralnya.
Cerita Rakyat Putra Mahkota Lokan
Suatu masa di tepi Sungai Bintan, ada sebuah kerajaan cukup besar yaitu Kerajaan Bintan yang diperintah oleh Raja Jauhari. Sang Raja adalah seorang ksatria tangguh yang dikenal adil dan bijaksana serta dihormati seluruh rakyat Negeri Bintan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raja Jauhari memiliki permaisuri bernama Putri Bulan Purnama yang kecantikannya tersohor ke seluruh negeri dan kerajaan-kerajaan tetangga. Namun, dari pernikahan yang hampir menginjak sepuluh tahun, mereka belum mendapatkan seorang keturunan.
Meski Kerajaan Bintan damai dan tentram, istana megah yang penuh dayang dan pelayan itu terasa sepi karena belum adanya sosok putra mahkota. Permaisuri bahkan telah meminum obat dan ramuan dari belasan dukun dan tabib agar segera mengandung.
Pada suatu pagi yang indah, Raja Jauhari mengungkapkan kegundahannya kepada Datuk Bendahara. "Paman, aku tak sabar menanti kehadiran putra penerus takhta kerajaan ini. Aku semakin tua. Bila aku meninggal, siapa yang akan meneruskan takhta Kerajaan ini?"
"Sabarlah Ananda! Jangan terlalu cemas, Paman yakin Yang Mahakuasa akan mengabulkan keinginan Baginda dan permaisuri untuk memiliki seorang putra mahkota," jawab Datuk Bendahara dengan hormat sambil menghibur hati Raja Jauhari.
"Ya, Paman! Aku percaya Tuhan mendengarkan doa dan harapanku. Aku hanya tidak sabar menunggu waktunya. Aku bersyukur Tuhan mengirimkan Paman untuk mendampingiku dalam menghadapi segala kesulitan di Kerajaan ini," ucap sang Raja.
"Hanya itu yang bisa Paman baktikan demi menebus kesalahan ayahku pada Kerajaan Bintan ini puluhan tahun silam," jawab Datuk Bendahara lagi. Raja Jauhari sayangnya tidak mengetahui bahwa perkataan dan perbuatan pamannya itu hanya sandiwara.
Datuk Bendahara mempunyai dendam berkarat terhadap keponakannya tersebut. Ayah Datuk Bendahara bernama Pangeran Indra Kesuma dan merupakan adik dari kakek Raja Jauhari yakni Raja Tua.
Pangeran Indra Kesuma pernah melakukan pengkhianatan dan ingin merebut takhta Kerajaan Bintan tetapi rencananya diketahui oleh Raja Tua. Pangeran Indra Kesuma pun dipenjara selama hampir lima belas tahun.
Saat Raja Tua wafat, takhta kerajaan diserahkan kepada putra tunggalnya, Raja Tan Sri Alam. Raja Tan Sri Alam yang penyayang membebaskan pamannya itu dan memintanya bertobat. Sang Paman pergi dan tak pernah kembali ke Bintan sampai akhir hayatnya.
Setelah penobatan Raja Jauhari, Datuk Bendahara berniat melanjutkan cita-cita ayahnya merebut takhta kerajaan. Dia memperlihatkan lencana Kerajaan dan menyampaikan surat yang berisi permohonan agar dirinya diakui sebagai anggota Kerajaan Bintan.
Beberapa saat usai Raja Jauhari dan Datuk Bendahara berbicara, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Raja termenung dan berdoa agar Tuhan segera menganugerahinya seorang putra.
Sementara itu, Datuk Bendahara memikirkan berbagai cara lain untuk mencegah hadirnya putra mahkota kerajaan, termasuk bersekutu dengan iblis untuk menyihir rahim Permaisuri supaya tidak mengandung.
Tiba-tiba saja keributan terdengar dari pemandian sang Permaisuri hingga para dayang menjerit-jerit dan menangis. Raja Jauhari dan Datuk Bendahara segera berlari dan menemukan Putri Bulan Purnama tergolek di pangkuan seorang inang tua.
"Apa yang terjadi?," tanya Raja. "Ampun Baginda! Tuan Putri sedang asyik mandi dan bersimburan air dengan para dayang tetapi tiba-tiba dia merasa pusing. Ketika dayang-dayang memapahnya, beliau pingsan dan jatuh di pangkuan hamba," jelas inang tua.
Mendengar hal itu, Raja Jauhari langsung menggendong Putri Bulan Purnama dan memerintahkan seorang pengawal untuk memanggil tabib. Sang tabib, Mak Cik Nor, tampak serius memeriksa permaisuri yang mulai sadar.
"Ampunkan hamba, Baginda! Ini adalah pertanda baik. Kerajaan akan segera mempunyai seorang putra mahkota. Seorang putra yang sudah lama kita rindukan itu akan lahir ke dunia ini," ujar Mak Cik Nor sambil tersenyum.
Kegembiraan terpancar atas berita kehamilan permaisuri dan tak luput dari perhatian Datuk Bendahara. Dia berpura-pura merasa senang tetapi sibuk mencelakai calon putra Raja Jauhari dengan ilmu sihir jahat yang dikuasainya.
Setelah 9 bulan mengandung, tibalah saatnya Putri Bulan Purnama melahirkan. Semua tidak sabar menanti, terutama Raja Jauhari. "Ya, sedikit lagi, Tuanku! Tahanlah sedikit saatnya demi kegembiraan yang besar!" bujuk Mak Siah si dukun beranak.
Selang beberapa saat, Mak Cik Siah dan dan Mak Cik Nor sangat kaget ketika melihat yang dilahirkan oleh permaisuri bukan seorang bayi manusia, melainkan seekor lokan sebesar pinggan cina.
Raja Jauhari yang mengetahui bahwa bayinya hanya seekor lokan berteriak tidak terima. "Tidaaak! Itu bukan anakku. Singkirkan benda terkutuk itu dari hadapanku!" ucapnya hingga membuat Datuk Bendahara tersenyum puas.
"Tenanglah, Ananda! Jangan panik, Paman ada di sampingmu," kata Datuk Bendahara. "Bagaimana aku tidak panik, Paman? Mengapa anakku tak berwujud manusia? Kutukan apa yang menimpaku? Aku merasa tidak pernah melanggar pantang," balas sang Raja.
"Apa yang harus kita lakukan, Paman? Aku bingung sekali! Aku juga tidak sanggup menerima ejekan rakyatku bila mereka mengetahui ini semua," ungkap Raja Jauhari. "Kalau begitu, kita harus membunuhnya," ujar Datuk Bendahara bersiasat.
"Tapi dia darah dagingku, Paman! Bagaimana aku harus menjelaskannya pada permaisuri dan rakyat?" tanya sang Raja. "Kita katakan saja bayinya meninggal setelah dilahirkan. Jadi, tidak ada yang tahu tentang berita memalukan ini," balas Datuk Bendahara lagi.
Raja Jauhari terdiam sejenak dan menyerahkan urusan itu sepenuhnya kepada Datuk Bendahara. Namun, rencana pembunuhan berubah menjadi pembuangan sebab Putri Bulan Purnama tidak ingin berpisah dengan bayinya walau sekejap pun.
Permaisuri merasa sangat sedih dengan keputusan suaminya tetapi dia harus ikhlas meninggalkan istana demi melindungi bayi yang telah dilahirkannya. Sedangkan Datuk Bendahara tidak sabar mengenyahkan Putri Bulan Purnama dan putranya.
Tempat pembuangan yang menjadi tujuan adalah sebuah hutan belantara yang sangat jauh. Mereka harus melewati tujuh kampung yang dipisahkan lembah atau bukit sebelum sampai ke tepi hutan.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Dengan tertatih-tatih, Putri Bulan Purnama mendekati gubuk itu sambil menyeret buntalan kain berisi bekal dan pakaian. Pemilik gubuk yang merasa heran mendengar kegaduhan di luar pun membuka pintu.
Betapa terkejutnya dia ketika menemukan seorang perempuan muda cantik bersandar di pintu pagar gubuknya. "Siapakah Ananda? Mengapa sampai berada di tengah hutan belantara ini?" tanyanya heran.
"Nama hamba Bulan. Hamba orang terbuang, Mak Cik. Bolehkah hamba menumpang bermalam barang sehari dua di rumah Mak Cik sampai hamba kuat meneruskan perjalanan?" jawab Putri Bulan Purnama dengan suara lemah.
"Tentu saja, Nak. Mari silakan masuk!" ajak Nenek Kabayan lalu membimbing tangan Putri Bulan Purnama memasuki gubuknya. Setelah beristirahat cukup lama, Putri Bulan Purnama menceritakan tentang dirinya kecuali status kerajaannya.
"Kalau begitu, tinggallah di sini bersamaku! Aku hanya sebatang kara dan senang apabila mendapat teman tinggal di gubuk tengah hutan ini," kata Nenek Kabayan. Sejak saat itu, mereka bertiga hidup bersama di gubuk tengah hutan yang sunyi.
Malam telah larut, terlihat dua bayangan di pinggir perigi kecil tak jauh dari belakang gubuk. "Cucuku! Besok malam, saat purnama empat belas, genap delapan belas tahun usiamu. Itu artinya kutukan jin jahat pengikut Datuk Bendahara akan segera hilang."
"Ya, Kek. Aku selalu mengingat hal yang kakek sampaikan kepadaku sejak pertama kakek mengunjungiku sebelas tahun silam. Waktu itu, usiaku masih sekitar tujuh tahun dan aku selalu menghitung hari tak sabar menanti saat ini tiba," jawab si pemuda.
"Semua ini berkat Tuhan Yang Mahakuasa, Dia tidak menghendaki engkau mati sia-sia dalam kutukan itu. Aku membekalimu dengan sedikit ilmu yang kumiliki tetapi engkau perlu berlatih lagi agar kekuatanmu lebih sempurna," lanjut kakek tua bersorban itu.
"Ya, Kek. Aku bersyukur, Tuhan telah mengirimkan Kakek untuk menolongku. Semoga Dia membalas kebaikan hati Kakek dengan balasan yang setimpal," balas si pemuda. Kedua orang itu berangkulan lalu sang kakek mundur menghilang dari pandangan.
Di sisi lain, Putri Bulan Purnama tiba-tiba teringat dengan suami yang sangat dicintainya yakni Raja Jauhari. "Ada apa, Bulan? Mak Cik lihat engkau bermuram durja. Apa yang engkau pikirkan?" tanya Nenek Kabayan.
Sejenak Putri Bulan Purnama terdiam tetapi kemudian memutuskan untuk membuka rahasia dirinya yang selama ini disimpan. "Ya, Gusti. Mengapa baru sekarang engkau ceritakan semuanya. Betapa menderitanya engkau selama ini," jerit Nenek Kabayan.
Keduanya nangis berpelukan sampai terkejut dibuat suara berderak-derak dari arah perigi di samping gubuk. Mereka keluar dan menemukan seorang pemuda yang sangat gagah mengenakan pakaian indah kilau keemasan.
Sang pemuda bersujud di hadapan kedua perempuan itu dan mengatakan, "Ampunkan hamba, Bunda! Janganlah Bunda terkejut. Hamba adalah putra yang ditakdirkan lahir sebagai seekor lokan. Manusia jahat telah menyihir Hamba dalam kandungan Bunda."
"Ya, Gusti. Engkau putraku? Apakah ini bukan mimpi semata?" tanya Putri Bulan Purnama tak percaya. Dia bahkan menggosok kedua matanya dan mencubit sedikit kulit lengannya untuk meyakinkan diri.
Putra Lokan berusaha meyakinkan kedua perempuan itu hingga dibimbing masuk ke dalam gubuk. Setelah lebih tiga bulan Putra Lokan berubah wujud menjadi manusia, dia dan ibunya memutuskan kembali ke Negeri Bintan dengan membawa Nenek Kabayan.
Mereka berjalan melintasi enam kampung dan tiba di kampung ketujuh yang terletak di pinggir kota kerajaan. Seorang pemilik kedai berbaik hati mengizinkan Putra Lokan, Putri Bulan Purnama, dan Nenek Kabayan tinggal di pondok milik orang tuanya.
Suatu malam menjelang tidur, mereka membicarakan bagaimana cara menghadapi Datuk Bendahara dan menyelidiki tentang Raja Jauhari yang ternyata diasingkan ke suatu tempat. Mereka bertiga pun harus menyamar agar bisa memasuki wilayah istana.
Ketiganya memperoleh informasi yang hampir sama kalau ternyata Datuk Bendahara berbuat licik. Setelah membuang Putri Bulan Purnama dan anaknya ke hutan, dia menyebar fitnah bahwa Raja Jauhari menumbalkan istri dan anaknya kepada iblis.
Rakyat yang awalnya tidak percaya berhasil diyakinkan dengan wajah culas Datuk Bendahara. Datuk Bendahara juga memaksa dan mengancam para penghuni istana untuk tidak membuka rahasia itu selama-lamanya.
Raja Jauhari dikurung dalam sebuah kerangkeng kayu besi yang dibangun di atas tiang-tiang di tengah telaga beracun. Tak seorang pun berani mendekati telaga itu karena dikawal dengan ketat oleh pengawal kerajaan.
Namun, Putra Lokan dan Putri Bulan Purnama sudah mengatur strategi dengan mengendap-endang menuju tepi telaga. Mereka mengelabui para pengawal dan menggunakan dua keping kulit lokan untuk melewati telaga.
Raja Jauhari yang kelihatan sangat tua dan kurus kering dibawa ke pondok di pinggir kota kerajaan. "Siapakah gerangan Ananda serta kedua perempuan itu? Mengapa kalian menolong saya dari sekapan Datuk Bendahara?" tanyanya kepada Putra Lokan.
"Yang satu ibuku dan satunya lagi nenekku. Nanti Baginda Raja akan tahu siapa kami sebenarnya. Sekarang masih ada yang harus kami bereskan. Kami akan berangkat ke istana untuk membuat perhitungan dengan Datuk Bendahara," jawab Putra Lokan.
Putra Lokan, Putri Bulan Purnama dan Nenek Kabayan menuju istana Kerajaan Bintan. "Hei, Anak Muda! Apa urusanmu datang ke istana?" tanya pengawal berbadan besar. "Hamba hanya ingin melihat istana, apakah tidak boleh?" jawab Putra Lokan santai.
"Hei, cecunguk! Sombong sekali sikapmu. Apa maumu?" ujar pengawal itu lagi. "Aku mau mengajak raja kalian bertanding. Apakah dia mau melayani tantanganku?" jawab Putra Lokan. "Kurang ajar! Kalahkan dulu pengawalnya" sahut pengawal berkulit hitam.
Putra Lokan memasang kuda-kuda sambil komat-kamit merapalkan mantra. Dia menghabisi lawannya dan menerobos istana mencari Datuk Bendahara. "Siapa engkau? Mengapa menyerang tanpa sebab?" tanya Datuk Bendahara menutupi ketakutannya.
"Kami datang menuntut balas, Datuk licik. Kurasa engkau belum melupakan aku, bukan?" teriak Putri Bulan Purnama menyusul putranya. Tidak ada yang perlu dijelaskan, Datuk. Putraku datang untuk membalas kejahatanmu," sambungnya.
Para pengawal kehilangan nyali dan Datuk Bendahara dapat ditangkap dengan mudah oleh Putra Lokan. Dia lalu mengikat sang Datuk dan membawanya ke halaman istana. "Hidup Tuan Putri! Hidup Putra Mahkota!" teriak rakyat beramai-ramai.
Raja Jauhari dijemput dari pondok dan dibawa ke istana. Di sana, Putra Lokan dinobatkan menjadi raja. "Kami berdua akan tetap mendampingimu dalam menjalankan tugas. Percayalah! Semuanya akan baik-baik saja," kata Putri Bulan Purnama.
Nilai Moral Cerita Rakyat Putra Mahkota Lokan
Melansir artikel jurnal berjudul Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Dongeng Putra Lokan oleh Suhardi, berikut nilai moral yang bisa dipetik dari Cerita Rakyat Putra Mahkota Lokan.
- Nilai religius, tentang Putra Lokan menyelamatkan Raja Jauhari
- Nilai kejujuran, tentang Datuk Bendahara banyak berbohong terhadap kerajaan
- Nilai toleransi, tentang Datuk Bendahara yang memberikan saran tak baik
- Nilai disiplin, tentang Datuk Bendahara yang mengkhianati pemimpin kerajaan
- Nilai kerja keras, tentang Putri Bulan Purnama berjuang membesarkan Putra Lokan
- Nilai kreatif, tentang Putra Lokan berhasil menyamar dan menyusun rencana
- Nilai mandiri, tenang Putra Lokan dan Putri Bulan Purnama yang mampu hidup di luar istana
- Nilai demokratis, tentang keputusan yang dibuat demi kerajaan
- Nilai rasa ingin tahu, tentang Putra Lokan yang berniat kembali ke kerajaan
- Nilai semangat kebangsaan, tentang perjuangan Putra Lokan menumbangakan pemerintahan Datuk Bendahara yang zalim
- Nilai cinta tanah air, tentang perjuangan Putra Lokan menumbangakan pemerintahan Datuk Bendahara yang zalim
- Nilai menghargai prestasi, tentang Raja Jauhari yang menghargai pencapaian Putra Lokan
- Nilai bersahabat/komunikatif, tentang Putra Lokan yang mampu melakukan komunikasi baik dengan rakyatnya
- Nilai cinta damai, tentang pengambilan keputusan yang dilakukan dengan musyawarah
- Nilai peduli lingkungan, tentang Putra Lokan yang sangat peduli dengan lingkungan
- Nilai peduli sosial, tentang Putra Lokan yang sangat peduli dengan keadaan rakyatnya
- Nilai tanggung jawab, tentang Putri Bulan Purnama yang memiliki tanggung jawab kepada Putra Lokan dan Raja Jauhari
Simak Video "Video: Polda Kepri Tangkap 7 Pelaku Pemalsuan Sertifikat Tanah"
[Gambas:Video 20detik]
(dhm/dhm)