Marsialap Ari-Martoktok, Tradisi Gotong Royong Etnis Mandailing

Marsialap Ari-Martoktok, Tradisi Gotong Royong Etnis Mandailing

Nizar Aldi - detikSumut
Minggu, 20 Nov 2022 19:30 WIB
Sederet prosesi adat Mandailing di pernikahan Kahiyang Ayu-Bobby Nasution berlangsung hari ini. Setelah Manyantan Gondang dan Gordang Sambilan, para tetua adat menari tortor atau marnortor.
Foto: Grandyos Zafna
Medan -

Indonesia sejak dahulu terkenal dengan semangat budaya gotong royongnya. Budaya gotong royong tersebut juga tidak terlepas dari etnis Mandailing di Sumatera Utara.

Etnis Mandailing yang mendiami Tapanuli bagian Selatan ini memiliki beberapa tradisi dengan semangat gotong royong. Seperti Marsialap Ari, Manyaraya, dan Martoktok.

Berdasarkan buku Budaya Mandailing yang diterbitkan Kemendikbud, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh yang dikutip detikSumut, Minggu (20/11/2022), Marsialap Ari merupakan tradisi orang Mandailing sejak dulu. Biasanya Marsialap Ari ini dilakukan saat mulai pengerjaan sawah hingga panen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut Tiga Budaya Mandailing dengan Semangat Gotong Royong:

1. Marsialap Ari

Masyarakat Mandailing sejak dulu menggantungkan hidupnya dengan bertani, padi merupakan tanaman pokok yang akan ditanam oleh masyarakat Mandailing. Mengingat dalam setahun musim menanam padi hanya sekali atau dua kali, masyarakat biasanya menanam palawija di waktu yang tersisa.

ADVERTISEMENT

Dalam pengerjaannya, masyarakat Mandailing dahulu melakukan secara bersama-sama. Masyarakat huta (desa) atau kelompok kecil akan mengerjakan penanaman padi itu secara bergilir di setiap masing-masing sawah yang dimiliki. Tradisi ini lah yang disebut sebagai Marsialap Ari.

Marsialap Ari merupakan bentuk gotong royong yang dapat ditemukan di etnis Mandailing. Hal ini biasanya dilakukan saat dimulai pengerjaan sawah, mulai dari menanam padi sampai memanen. Dalam proses ini, tidak ada upah yang dibayarkan.

Tradisi Marsialap Ari ini masih dapat ditemukan di lapisan masyarakat Mandailing saat ini. Meskipun sebagian sudah menerapkan sistem buruh dengan upah harian atau borongan.

2. Manyaraya

Manyaraya merupakan sebutan untuk momen memanen padi, Mangaraya ini diselimuti kegembiraan. Hal itu karena padi yang ditanam berhasil dan akan dipanen.

Manyaraya juga dilakukan bersama-sama dengan oleh keluarga dekat dari pemilik sawah, seperti keluarga saudara kandung pemilik lahan dan sebagainya. Selain itu, turut juga biasanya naposo nauli bulung atau muda-mudi desa setempat.

Berbeda dengan Marsialap Ari, Manyaraya tidak memiliki keterikatan untuk menghadiri panen di lahan yang ikut Manyaraya di lahan kita tersebut. Sebab poin yang ditekankan di Manyaraya ini adalah semangat kebersamaan dan rasa ingin meringankan pekerjaan keluarga dekat.

Pemilik sawah biasanya sudah menyiapkan peralatan untuk memanen padi, mulai dari sasabi (alat untuk memotong padi), karung, peralatan marbunbun (menumpukkan padi setelah dipanen dan sebelum dipisahkan batang dengan bulir). Sebelum mengenal mesin, masyarakat Mandailing memisahkan batang padi dengan bulir padi secara manual, yang disebut mardege (batang padi dipijak-pihak hingga pisah dengan bulir padi). Tempat mardege ini disebut, rinti.

Pemilik sawah juga biasanya menyiapkan makanan dan minuman untuk semua yang ikut Manyaraya di sawah nya. Makanan wajib biasanya disuguhkan adalah kolak ataupun bubur. Aktivitas makan ini disebut markopi.

Baca selengkapnya di halaman berikut.....

3. Martoktok

Martoktok merupakan tradisi membangun rumah bagi keluarga yang tidak mampu. Pihak yang berinisiatif biasanya adalah barisan Anak Boru yang prihatin melihat tempat tinggal Mora-nya.

Untuk diketahui, etnis Batak termasuk Mandailing mengenal sistem kekerabatan yang disebut Dalihan Na Tolu. Di Mandailing sendiri, terdapat Mora, Kahanggi, dan Anak Boru.

Mora merupakan sebutan untuk untuk keluarga yang perempuan yang dinikahi oleh laki-laki. Sehingga laki-laki tersebut ber-Mora ke keluarga perempuan, sedangkan si laki-laki dan keluarganya disebut Anak Boru dalam keluarga si perempuan. Sedangkan Kahanggi adalah garis keturunan semarga yang diturunkan dari pihak laki-laki ke anaknya yang laki-laki atau yang yang memiliki keturunan yang sama.

Lebih lanjut, untuk melaksanakan Martoktok tersebut masih ada serangkaian yang adat yang dilakukan. Setelah Anak Boru yang tadi menyampaikan niatan untuk membangun rumah Mora-nya, maka akan disampaikan kepada pihak Kahanggi dari Mora-nya tersebut. Pihak Kahanggi kemudian akan melakukan pertemuan dengan semua anggota Kahanggi untuk membahas niatan tersebut.

Setelah disepakati akan dibangun rumah tersebut, nantinya para anggota Kahanggi akan mencari berbagai bahan baku pembuatan rumah itu. Rumah masyarakat Mandailing dulu identik dengan rumah panggung yang dindingnya terbuat dari gogat (bambu yang dibentuk lempengan seperti papan) dan beratap ijuk atau rumbia.

Setelah semua bahan terkumpul, maka proses pembangunan rumah tersebut atau Martoktok akan dilakukan. Dalam pengerjaannya, tidak ada upah yang akan diterima oleh para anggota Kahanggi yang mengerjakannya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: KPK Tetapkan 5 Tersangka Terkait OTT di Sumut"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads