Salah satu sejarah yang ada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, adalah tentang adanya Perlanja Sira. Apa itu Perlanja Sira?
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sumut Dr. Suprayitno mengatakan Perlanja Sira adalah sosok penting dalam menghubungkan daerah pegunungan dan pesisir Sumatera Utara pada zaman dulu.
"Kalau kita bicara Karo ya tentu mereka ini yang menghubungkan pedalaman dengan pesisir pantai timur," kata Suprayitno kepada detikSumut, Minggu (22/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suprayitno, yang juga Dosen Sejarah USU ini menyebutkan kalau Perlanja Sira bukan hanya ada di Karo, namun juga di daerah-daerah lain seperti Padang Lawas, Mandailing, Pakpak, Dairi maupun di Humbahas.
"Mereka ini lah yang menghubungkan antara produsen di pedalaman/tanah tinggi dalam hal ini Karo, selain Karo di daerah lain juga ada seperti di Padang Lawas, Mandailing, Dairi, Pakpak, maupun Humbahas mereka membawa hasil hutan ke Pantai Barat Sumatera," lanjutnya.
Perlanja Sira sendiri merupakan sebutan untuk orang-orang yang membawa dagangan dari pedalaman ke pesisir. Perlanja Sira artinya pedagang garam. Padahal menurut Suprayitno bukan garam saja yang dibawa oleh Perlanja Sira saat itu.
"Disebut mereka Perlanja Sira, Sira itu garam, padahal bukan garam aja, garam itu di pegunungan barang langka, barang yang gak ada di gunung, jadi di Karo kalau ada orang asing masuk, barang yang dicari pertama itu garam dulu karena pentingnya garam itu, makanya sebutannya Perlanja Sira," sebutnya.
Lebih lanjut dia menyebut barang dagangan yang dibawa dari pedalaman merupakan hasil bumi seperti lada, gambir, kemenyan, rotan, belerang dan hasil hutan lainnya. Selain hasil bumi, Perlanja Sira juga membawa budak untuk diperjual belikan saat itu.
Sebenarnya mereka ini ada organisasi, di organisir, jadi ada raja-raja urung di Karo sana, di atasnya ada Sibayak, kemudian ada Perbapaan-perbapaan, jadi sebenarnya mereka ini pesuruh-pesuruh karena ada pemodalnya, namun mereka dapat keuntungan dari perdagangan itu
"Perlanja Sira mendapat keuntungan dari proses perdagangan tersebut," katanya.
Para Perlanja Sira akan membawa dagangannya melewati jalan setapak atau sungai. Seperti Sungai Belawan ke Sunggal, Sungai Wampu ke Tanjung Pura, Sungai Deli, Sungai Pane, Sungai Serdang dan lainnya.
Di tengah-tengah jalur perdagangan, akan muncul penguasa-penguasa, dan di pertemuan anak sungai biasanya menjadi tempat pertemuan pedagang-pedagang, kalau di Medan seperti sungai Babura dan sungai Deli, benteng putri hijau itu kan kenapa ada benteng karena dia ramai perdagangan, Sunggal begitu juga, Binjai lahir lah kota," sebutnya.
"Jadi ini semua perlintasan Perlanja Sira, jalur tersebut sudah lama karena penyaluran rempah-rempah itu sudah lama," sebutnya.
Dia menambahkan dalam catatan sejarah tahun 1823 sudah tercatat dalam catatan Gubernur Penang saat dia mengunjungi kerajaan di Pantai Timur Sumatera. Namun dia meyakini jauh sebelum itu sudah ada aktivitas Perlanja Sira karena Bangsa China dan India sudah mencari rempah-rempah ke pedalaman Sumatera.
"Kalau dalam catatan-catatan sejarah orang Cina sudah mencari rempah ke pedalaman-pedalaman Sumatera, India mencari kemenyan, lada itu abad ke 14 sudah ditanam orang pasti ada lah yang membawakan," ujarnya
(afb/afb)