Harga beras mahal di Sumut membuat Kadisperindag Sumut heran. Pasalnya, Sumut diprediksi memiliki cadangan beras yang surplus hingga akhir tahun.
Berdasarkan data dari Disperindag Sumut, Kamis (21/9/2023), harga beras rata-rata di beberapa daerah mencapai Rp 12 ribu-Rp 14 ribu per kg, di atas harga acuan pemerintah (HAP) yang dipatok seharga Rp 11.500.
"Kita khawatirkan ada spekulan mungkin ada yang 'bermain' juga. Dari data yang kami terima realisasi dari Januari hingga Agustus, produksi beras surplus, rata-rata hampir 200 ribu ton per bulan. Sementara kebutuhan Sumut itu 155 ribu ton per bulan, artinya kan kita surplus, logikanya kan beras ini stabil," ungkap Kadisperindag Sumut, Mulyadi Simatupang kepada detikSumut, Kamis (21/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita surplus kenapa harga naik. Belum lagi kita cerita dari Bulog ya, dari Bulog ada masuk beras. Nah, kita juga ada kondisi anomali, di mana ini kendalanya, khusus Sumut ya, karena kita punya data-data," lanjutnya.
Terkait hal ini, Mulyadi menyebutkan ada beberapa pihak swasta yang menawarkan modal kepada petani. Sesudah panen, hasilnya wajib dijual kepada pihak swasta tersebut. Namun, pihaknya juga tidak dapat menyalahkan pihak petani. Mulyadi menyebutkan belum ada regulasi terkait penentuan harga.
"Memang ada beberapa faktor seperti ada beberapa pihak swasta yang sudah memberi semacam modal kepada petani untuk usaha pertanian, sehingga jualnya ke mereka dengan harga yang menjanjikan. Pemerintah daerah kan ini enggak bisa menentukan harga, inikan mekanisme pasar. Kalau ada petani menjual di atas rata-rata kan tidak salah juga. Jadi ada beberapa swasta yang membeli beras itu jauh lebih di atas rata-rata dibanding HAP," jelasnya.
"Kita minta data ke Dinas Ketahanan Pangan mulai dari kilang, memang bukan suudzon ya tapi kan siapa tahu ada penimbunan yang disengaja. Tapi kalau petani menjual harga yang lebih baik ya kita juga tak bisa menahan atau menyalahkan ya, karena aturannya tidak ada," kata Mulyadi.
Mulyadi juga menyebutkan kondisi dapat menjadi lebih buruk apabila lahan pertanian dapat dikuasai pihak swasta. Hal ini akan membuat pemerintah sulit untuk mengintervensi harga.
"Kita kemarin ada dua tiga kali berkoordinasi dengan KPPU, kita langsung belum memanggil pihak swasta karena sekarang ini juga sedang fokus bagaimana mengatasi harga beras biar tidak terus melonjak. Setelah itu kita minta data dari KPPU dan coba panggil dari pihak swastanya, seperti apa," tutur Mulyadi.
"Apakah ada semacam merugikan kita juga, walau tidak ada regulasinya tapi ada aturan mainnya juga. Kalau sampai ada lahan pertanian kebanyakan dikuasai swasta ini kan bahaya juga ada di tangan mereka. Tidak bisa seperti itu, inikan jadi kajian kita apakah boleh pakai pergub," pungkasnya.
(nkm/nkm)