Istilah narsis mungkin sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Biasanya, label ini disematkan pada seseorang yang senang memotret dirinya sendiri atau terlalu percaya diri dalam menampilkan kehidupannya di media sosial.
Namun, tahukah detikers bahwa ada kondisi psikologis yang jauh lebih kompleks dari sekadar narsis biasa? Kondisi ini dikenal dengan sebutan Narcissistic Personality Disorder (NPD) atau Gangguan Kepribadian Narsistik.
NPD merupakan salah satu jenis gangguan kepribadian yang sering kali tidak disadari oleh penderitanya, tetapi berdampak besar terhadap hubungan sosial dan kualitas hidup. Berikut detikSumut sampaikan lebih dalam tentang NPD, mulai dari pengertian, penyebab, gejala, hingga cara pencegahannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu NPD?
Melansir laman Ciputra Hospital, narsistik personality disorder adalah kondisi kesehatan mental yang mempengaruhi rasa harga diri, identitas, dan cara seseorang memperlakukan diri sendiri serta orang lain. Gangguan narsistik berarti memiliki keinginan berlebihan untuk membuat orang lain terkesan atau merasa dirinya penting.
Gangguan ini bisa membuat penderitanya memiliki pandangan berlebihan tentang diri sendiri, haus akan kekaguman, dan kurang empati terhadap orang lain. Mereka biasanya merasa superior, ingin selalu menjadi pusat perhatian, dan tidak segan-segan memanipulasi orang lain demi kepentingannya sendiri.
Meskipun memiliki kepercayaan diri tinggi bisa menjadi hal positif, pada penderita NPD, kepercayaan diri ini bersifat semu dan rapuh. Di balik kesan percaya diri yang ditampilkan, seringkali tersimpan rasa rendah diri yang mendalam serta ketergantungan besar terhadap pengakuan eksternal.
Penyebab Gangguan Kepribadian Narsistik
Hingga kini, penyebab pasti dari NPD belum diketahui secara pasti. Namun, para ahli meyakini bahwa gangguan ini disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor biologis, psikologis, dan lingkungan.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami NPD antara lain:
- Faktor neurobiologi: Ketidakseimbangan pada otak yang mengatur perilaku dan emosi.
- Pola asuh di masa kecil: Terlalu banyak pujian atau kritik ekstrem dari orang tua dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak.
- Pengalaman traumatis: Pernah mengalami kekerasan, penelantaran, atau penolakan saat masa kanak-kanak.
- Keturunan: Adanya anggota keluarga yang juga mengalami gangguan kepribadian serupa.
- Sifat temperamental: Anak dengan temperamen emosional yang tinggi berisiko lebih besar mengalami gangguan kepribadian di kemudian hari.
Gejala NPD yang Perlu Diwaspadai
Gejala NPD bisa berbeda-beda pada setiap individu, namun secara umum terdapat ciri-ciri khas yang sering muncul pada penderita. Berikut ini beberapa gejala umum NPD:
- Merasa dirinya paling hebat dan lebih unggul dari orang lain.
- Haus akan pujian dan kekaguman dari lingkungan sekitar.
- Kurang memiliki empati terhadap perasaan orang lain.
- Merasa berhak atas perlakuan khusus.
- Sering memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya.
- Sulit menerima kritik dan mudah merasa tersinggung.
- Sering berimajinasi tentang kesuksesan besar, kecantikan/kegantengan sempurna, atau pasangan ideal.
- Bersikap arogan, sombong, dan suka merendahkan orang lain.
- Cenderung iri terhadap keberhasilan orang lain dan merasa orang lain iri padanya.
Gejala-gejala ini sering kali tidak disadari oleh penderitanya, tetapi sangat dirasakan oleh orang-orang di sekelilingnya.
Dampak NPD dalam Kehidupan Sehari-hari
Penderita NPD kerap mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal, baik dalam lingkungan keluarga, pertemanan, maupun pekerjaan. Mereka sering kali menciptakan konflik, merasa tidak dihargai, atau bahkan mengabaikan kebutuhan emosional orang lain.
Jika tidak ditangani, gangguan ini dapat memicu berbagai masalah, seperti depresi, kecemasan, hingga penyalahgunaan zat.
Cara Mencegah dan Mengelola NPD
Meskipun NPD termasuk gangguan kepribadian yang kompleks, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah dan mengelola risikonya:
1. Pola Asuh yang Seimbang
Orang tua perlu memberikan pujian yang realistis dan tidak berlebihan, serta mengajarkan empati sejak dini.
2. Terapi Psikologis
Mengikuti terapi kognitif atau terapi perilaku dapat membantu seseorang memahami dan mengubah pola pikir serta perilaku narsistiknya.
3. Konseling Keluarga
Terapi keluarga bisa membantu memperbaiki pola komunikasi dan menyelesaikan konflik emosional yang berpotensi memperburuk kondisi.
4. Deteksi Dini
Jika seseorang menunjukkan gejala gangguan mental sejak dini, penting untuk segera mencari bantuan profesional agar bisa ditangani secara tepat.
(mjy/mjy)