Hakim Mahkamah Syar'iyah (MS) Jantho tidak mendengar kesaksian dua orang yang mengaku melihat hilal karena bukan warga Aceh Besar. Mahkamah Agung sudah membuat 'Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Sidang Isbat Kesaksian Rukyat Hilal' termasuk syarat-syarat menjadi perukyat.
Dilihat detikSumut, Sabtu (1/2/2025), Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Nomor :1711/DjA/SK.HK.00/IX/2024 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Sidang Isbat Kesaksian Rukyat Hilal, mengatur dengan jelas proses persidangan. Keputusan itu diteken Dirjen Badan Peradilan Agama Muchlis di Jakarta pada 4 September 2024.
Pada poin pendahuluan disebutkan, syahid/perukyat adalah orang yang melapor melihat hilal dan diambil sumpah oleh hakim. Di sana juga dijelaskan bahwa itsbat kesaksian rukyat hilal adalah penetapan hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah terhadap laporan perukyat kesaksian rukyat hilal sebagai bahan pertimbangan dalam sidang isbat Menteri Agama dalam menetapkan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk menjadi perukyat, seseorang harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Syarat Formil:
- Aqil baligh atau sudah dewasa;
- Beragama Islam
- Laki-laki atau perempuan;
- Sehat akalnya;
- Jujur, adil, dan dapat dipercaya;
- Mengucapkan sumpah kesaksian rukyat hilal di depan sidang Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah.
2. Syarat Materiil:
- Perukyat menerangkan sendiri dan melihat sendiri dengan mata kepala maupun menggunakan alat, bahwa ia melihat hilal.
- Perukyat mengetahui benar-benar bagaimana proses melihat hilal, yakni kapan waktunya, di mana tempatnya, berapa lama melihatnya, di mana letak, arah posisi dan keadaan hilal yang dilihat, serta bagaimana kecerahan cuaca langit/horizon saat hilal dapat dilihat.
- Keterangan hasil rukyat yang dilaporkan oleh perukyat tidak bertentangan dengan akal sehat perhitungan ilmu hisab, kaidah ilmu pengetahuan dan kaidah syar'i.
Dalam aturan itu tidak disebutkan yang diambil kesaksian harus warga setempat. Di dalam keputusan itu juga disebutkan, perukyat harus mengisi formulir hasil pengamatan hilal yang disediakan.
Sementara pada poin ke-13 tata cara persidangan isbat disebutkan 'Dalam hal pemohon melaporkan terdapat perukyat yang telah melihat hilal, setelah hakim memeriksa perukyat dan kesaksiannya memenuhi syarat formil dan meteriil, maka hakim memerintahkan perukyat mengucapkan sumpah dengan disaksikan dua orang saksi dengan lafaz sebagai berikut : "Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadar rosulullah, demi Allah saya bersumpah bahwa saya telah melihat hilal awal bulan .......... tahun ini." , selanjutnya hakim menetapkan/mengisbatkan kesaksian perukyat tersebut dan dicatat dalam berita acara persidangan oleh panitera sidang,'.
"Dalam hal pemohon melaporkan terdapat perukyat yang melihat hilal, setelah hakim memeriksa perukyat dan kesaksiannya tidak memenuhi syarat formil dan/atau meteriil, maka hakim menolak kesaksian perukyat dan dicatat dalam berita acara persidangan oleh panitera sidang," bunyi poin ke-14.
Sebelumnya, dua orang yang ditugaskan Kemenag RI untuk memantau hilal tidak disumpah dalam sidang yang digelar Mahkamah Syar'iyah (MS) Jantho. Keduanya disebut mengaku melihat hilal pukul 18.56 WIB.
Pantauan detikSumut, sidang digelar MS Jantho di gedung Observatorium Tgk. Chiek Kuta Karang yang dipimpin hakim tunggal, Jumat (28/2/2025) malam.
Kedua orang mengaku melihat hilal adalah Muhammad Inwan Nudin dan Muchammad Qolbir Rahman yang merupakan praktisi hisab rukyat. Keduanya sempat mengisi beberapa formulir sebelum sidang dimulai.
Mereka juga sempat duduk di kursi saksi. Ketua MS Jantho Muhammad Redha Valevi menanyakan identitas keduanya, namun kemudian diminta pindah ke kursi pengunjung karena bukan berasal dari Aceh Besar.
Redha meminta dua orang saksi yang berasal dari Aceh Besar. Dua pimpinan pesantren di daerah tersebut, Tgk Bustami dan Teungku Muhammad Faisal maju sebagai saksi.
Keduanya disumpah sebelum dimintai kesaksiannya. Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Arsudian Putra, keduanya mengaku tidak melihat hilal.
Hingga persidangan selesai, kedua orang yang mengaku melihat hilal tidak disumpah. Diketahui, dalam sidang tersebut Kakanwil Kemenag Aceh Azhari duduk sebagai pemohon terkait kesaksian melihat hilal 1 Ramadan.
Namun karena dua saksi yang disumpah mengaku tidak melihat hilal, hakim memutuskan permohonan tersebut tidak dapat dilanjutkan.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," putusan Hakim Tunggal Arsudian Putra.
(agse/mjy)