Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Medan mengingatkan jika bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk keperluan anak sekolah, bukan orang tua. Hal itu karena siswa SD viral yang dihukum belajar di lantai gegara tidak ambil rapor.
Kabid SD Disdikbud Medan Bambang Sudewo menyesalkan jika PIP digunakan oleh orang tua untuk keperluan di luar sekolah anak. Sehingga Bambang berharap semua pihak menyadari itu.
"Ini memang kita sesalkan bahwa bantuan PIP itu yang dapat dari pemerintah pusat itu untuk kepentingan anak-anak, bukan untuk kepentingan orang tua, ini yang harus kita sadarkan, begitu juga dengan dana BSM yang diberikan oleh Pemerintah Kota Medan untuk anak-anak, untuk anak SD itu Rp 450 ribu sekali setahun itu untuk anak-anak bukan untuk kepentingan orang tua," kata Bambang Sudewo di Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Senin (13/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, permasalahan soal siswa itu sudah selesai. Dia berharap tidak ada dampak ke anak pasca-viral.
"Ini sudah diselesaikan, mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi efek-efek lainnya terkait dengan viralnya siswa tersebut," ucapnya.
Bambang mengaku telah melakukan pembinaan bersama guru, kepala sekolah, hingga yayasan tentang peristiwa itu. Guru disebut berkomunikasi dengan orang tua jika soal rapor maupun uang sekolah.
"Kepentingan anak itu harus kita kedepankan, jangan terjadi lagi hal seperti ini, bahwa rapor uang sekolah adalah tanggung jawab orang tua, jangan disangkut pautkan dengan anak, jadi apapun yang berkaitan dengan uang sekolah, rapor atau yang lain orang tua yang dikomunikasikan dari sekolah, bukan anaknya," ujarnya.
Terkait dengan siswa yang viral tersebut, Bambang menuturkan jika semua harus memberikan jaminan agar siswa itu tidak di-bully jika masih bersekolah di SD itu.
"Seandainya nanti anak itu masih ingin bersekolah di sekolah itu, maka kita harus memberikan jaminan bahwa tidak akan ada perlakuan tidak baik untuk anak itu, tidak ada bully untuk anak itu," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, pihak yayasan menjelaskan jika siswa SD swasta di Medan yang dihukum duduk di lantai mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 450 ribu. Selain itu, sekolah juga menggratiskan uang sekolah siswa selama 6 bulan setiap tahunnya.
![]() |
Ketua yayasan yang menaungi SD swasta itu, Ahmad Parlindungan, mengatakan jika sekolah itu didirikan sebagai amal sosial. Sekolah itu sudah berdiri sejak 1963 dengan status wakaf.
"Sekolah ini adalah sekolah amal sosial membantu masyarakat yang kurang mampu, anak-anak yatim bersekolah di tempat kami sejak tahun 1963 sudah berdiri dan statusnya wakaf," kata Ahmad Parlindungan di Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Senin (13/1).
Ahmad menjelaskan jika selama Januari-Juni uang sekolah digratiskan. Sedangkan untuk Juli-Desember dikenakan Rp 60 ribu.
"Kami di sekolah itu memberikan prioritas bantuan anak-anak sekolah 6 bulan gratis, Januari sampai Juni itu gratis. Juli sampai Desember itu dibayar uang sekolahnya dari kelas 4-6 itu Rp 60 ribu," jelasnya.
Pihaknya kemudian melakukan upaya untuk memberikan bantuan agar membayar uang sekolah selama Juli-Desember. Dalam catatan mereka, terdapat 79 dari 131 siswa yang mendapat PIP.
"Kami juga mencari sumber-sumber pendanaan untuk bisa mengganti uang sekolah yang Rp 60 ribu tadi, dari 131 kami dapat untuk tahun ajaran ini sebanyak 79 orang, masih ada 52 orang lagi belum dapat PIP, tapi kami masih terus berjalan," ucapnya.
Sedangkan siswa SD yang belajar di lantai itu disebut mendapat PIP beserta adiknya yang masih duduk kelas 1. Kamelia, yang merupakan orang tua siswa telah mengambil uang tersebut pada April dan Desember 2024, seharusnya mencukupi pembiayaan uang sekolah anak yang sebesar Rp 60 ribu per bulan.
"Dari 79 itu, Ibu Kamelia ini anaknya 2 di situ dua-duanya dapat dan uang itu sudah diambilnya Rp 450 ribu untuk bulan April 2024 dan anaknya yang kelas 1 itu di Desember 2024 tapi kenyataannya inilah yang terjadi," ujarnya.
(mjy/mjy)