Sosok Jamin Ginting, Namanya jadi Nama Jalan dari Medan hingga Karo

Sosok Jamin Ginting, Namanya jadi Nama Jalan dari Medan hingga Karo

Indri Rovelia Lumbanbatu - detikSumut
Minggu, 06 Okt 2024 10:30 WIB
Jamin Ginting
Jamin Ginting (Foto: Wikimedia Commons/Widodo S. Jusuf)
Medan -

Jalan Jamin Ginting adalah salah satu jalur penting yang terletak di Sumatera Utara, Indonesia. Jalan ini menghubungkan beberapa daerah, termasuk Medan dan Tanah Karo, serta berfungsi sebagai akses utama bagi masyarakat setempat.

Nah, apakah kamu tau siapa sosok Jamin (Djamin) Ginting yang menjadi nama jalan di Kota Medan? Berikut ulasannya. Dikutip dari Ensiklopedia sejarah Indonesia yang diterbitkan oleh kemendikbud, Letnan Jenderal Jamin Ginting adalah seorang pahlawan kemerdekaan yang berasal dari Tanah Karo. Ia dilahirkan pada 12 Januari 1921 di Desa Suka, Tiga Panah, Kabupaten Karo, dan wafat di Ottawa, Kanada, pada 23 Oktober 1974. Djamin Ginting adalah anak kedua dari pasangan Lantak Ginting dan Tidang br. Tarigan.

Dalam tradisi masyarakat Karo, penamaan anak biasanya dilakukan secara spontan berdasarkan pemikiran yang muncul. Namun, Lantak telah menyiapkan nama "Djamin" untuk putra sulungnya. Nama ini mengandung doa dan harapan agar kelak anak tersebut dapat menjamin keamanan dan memimpin rakyatnya dengan adil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Djamin Ginting mulai bersekolah di Volkschool (Sekolah Rakyat) di desa kelahirannya dari tahun 1927 hingga 1930, kemudian melanjutkan ke Vervolgschool (Sekolah Sambung) antara tahun 1930 dan 1933. Setelah itu, dari tahun 1933 hingga 1936, ia belajar bahasa Belanda di Schakel School yang terletak di Kabanjahe, di mana ia sekelas dengan Nelang Sembiring.

Bersama teman-temannya, Djamin pindah ke Medan untuk melanjutkan pendidikan menengah di Ivoorno Instituut dari tahun 1936 hingga 1939. Ia kemudian melanjutkan ke Handelschool untuk belajar kewirausahaan, tetapi hanya bertahan dari tahun 1939 hingga 1940. Pendidikan terakhir ini tidak dapat diselesaikannya karena tentara pendudukan Jepang menutup sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda.

ADVERTISEMENT

Hasratnya terhadap ilmu pengetahuan mendorong Djamin untuk terus belajar. Setelah tahun 1949, ia mempelajari bahasa Inggris dan melanjutkan pendidikan yang sempat tertunda di Sekolah Menengah Atas Tentara (SMAT) di Medan. Di bidang militer, ia juga meningkatkan keterampilannya dengan mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) pada tahun 1953. Kebiasaan mengejar ilmu ini terus berlanjut hingga ia menjadi salah satu pemimpin terkemuka di Indonesia.

Selama hidupnya, Djamin Ginting menikahi seorang wanita asal Karo bernama Likas Tarigan. Likas dikenal sebagai sosok yang manis, cerdas, dan tegas, serta bekerja sebagai guru di Pangkalan Brandan. Dari pernikahan ini, Djamin dan Likas dikaruniai lima anak, terdiri dari empat putri dan satu putra. Ia kemudian mewariskan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan kepada anak-anaknya, mendorong mereka untuk mengejar pendidikan setinggi mungkin dan tidak melupakan identitas sebagai bangsa Indonesia.

Saat Perang Asia Timur Raya berlangsung, Jepang membentuk gyugun untuk membantu mereka melawan pasukan Sekutu. Di Sumatra Timur, pelatihan gyugun diselenggarakan oleh Badan Oentoek Membantu Pertahanan Asia (BOMPA) di Medan sekitar Maret 1943. Djamin Ginting memanfaatkan kesempatan ini untuk mengikuti pendidikan dasar kemiliteran di Helvetia, Medan, pada akhir tahun 1943.

Kemudian, ia pergi ke Siborong-borong untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai calon perwira. Setelah tiga bulan pelatihan, ia diangkat menjadi letnan dan ditempatkan di Pangkalan Brandan dan Pulau Kampai sebagai Komandan Pengawal. Selanjutnya, ia dipindahkan ke Blangkejeren (Aceh Tenggara) untuk menjabat sebagai Komandan Kompi Istimewa gyugun.

Pendidikan militer yang diterimanya selama pendudukan Jepang menjadi bekal baginya untuk menjadi prajurit profesional. Djamin Ginting juga mengajarkan para pemuda untuk menjadi pasukan Republik dan membangun pabrik perakitan senjata selama perang gerilya. Masa pendudukan Jepang membentuk pandangan hidupnya menjadi lebih keras, berani, dan disiplin, yang kemudian mempengaruhi perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia antara 1945-1950, Djamin Ginting dan para pemuda mantan pasukan gyugun berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih. Sejak Agresi Militer Belanda I dan II, mereka terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda, mulai dari Medan Area, Tanah Karo, Alas, hingga Langkat.

Pasukan yang dipimpin Djamin Ginting berjuang dengan gigih dan tidak pernah menyerah, sehingga menyulitkan pasukan Sekutu. Hal ini menunjukkan ketangguhan Djamin Ginting dan pasukannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, Djamin Ginting yang tergabung dalam Resimen IV juga berhasil memberikan perlindungan kepada Rakutta Sembiring (Bupati Karo), sehingga pemerintahan di daerah tersebut tetap berjalan dengan baik.

Pada tahun 1956-1965, Indonesia mengalami periode pergolakan daerah akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan sentralisasi. Di Sumatera Utara, muncul Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon dengan satuan komando TT I/BB. Dewan ini kemudian bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi. Sementara itu, Djamin Ginting menolak untuk mendukung gerakan tersebut dan memilih untuk tetap setia kepada pemerintah Republik Indonesia.

Setelah pemerintah pusat menyatakan gerakan PRRI sebagai ilegal, Kolonel Maludin Simbolon diberhentikan secara tidak hormat dan digantikan oleh Letkol Djamin Ginting. Ia dilantik langsung oleh KSAD Letjen A.H. Nasution pada 25 Maret 1957 di Lapangan Benteng Medan.

Setelah memantau perkembangan gerakan ini dengan cermat, ia mengerahkan pasukannya untuk menangkap Maludin Simbolon dan para pengikutnya melalui operasi yang dinamakan "Operasi Sapta Marga." Keputusan ini diambil sebagai langkah untuk menjaga keutuhan Angkatan Perang, Pancasila, dan Negara Indonesia.

Dengan keputusan ini, Djamin Ginting memainkan peran penting dalam menghentikan gerakan PRRI sebelum meluas, sehingga aspirasi Maludin Simbolon dan tokoh-tokoh lainnya tidak dapat terwujud. Hal ini kemudian memudahkan pemerintah pusat di Jakarta untuk menjadikan Sumatera Utara sebagai pangkalan utama dalam upaya menghancurkan gerakan PRRI secara menyeluruh.

Djamin Ginting dikenal sebagai sosok yang peduli terhadap dunia pendidikan. Ia juga merupakan salah satu pelopor berdirinya Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 1958. Selain itu, ia aktif menulis sebagai salah satu pemimpin. Sebelum meninggal, ia menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kanada dari tahun 1972 hingga 1973.

Pada 28 Oktober 1974, ia dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto. Selanjutnya, atas jasa, pengorbanan, dan kontribusinya yang signifikan untuk Indonesia, Djamin Ginting dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 9 November 2014.

Demikianlah sosok dari Jamin Ginting yang Namanya menjadi nama jalan di Kota Medan. Semoga bermanfaat yaa!

Artikel ini ditulis Indri Rovelia Lumbanbatu, mahasiswa magang dari UHN Medan di detikcom.




(afb/afb)


Hide Ads