Mengenal Sosok H.M Yamin yang Menjadi Nama Jalan di Medan

Mengenal Sosok H.M Yamin yang Menjadi Nama Jalan di Medan

Melisa Junita Padang - detikSumut
Sabtu, 21 Sep 2024 06:30 WIB
Penampakan kabel semrawut di Jalan H.M Yamin Medan
Jalan H.M Yamin di Kota Medan (Dok. Elisabeth Christina Hotmaria Simanjuntak)
Medan -

H.M. Yamin adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia, dikenal sebagai sastrawan, pejuang kemerdekaan, dan ahli hukum. Sosok pahlawan nasional itu berkontribusi besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui tulisannya dan kegiatan politiknya.

H.M Yamin juga terlibat dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan dan merupakan salah satu tokoh yang mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara. Selain itu, Yamin dikenal dengan karya-karya sastranya yang mencerminkan semangat nasionalisme dan perjuangan.

Dikutip dari laman kemdikbud, berikut ini sosok H.M Yamin tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Nama H.M Yamin kini diabadikan menjadi salah satu jalan di Kota Medan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profil H.M Yamin

Penyair yang dianggap sebagai pelopor soneta dalam sastra Indonesia modern ini lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 23 Agustus 1903. Ia menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo dan salah satu anaknya yang terkenal adalah Rahadijan Yamin.

H.M Yamin meninggal dunia pada 17 Oktober 1962 di Jakarta. Selama masa penjajahan, Yamin termasuk sedikit orang yang beruntung dapat mengakses pendidikan menengah dan tinggi. Melalui pendidikan tersebut, ia memperoleh pengetahuan tentang sastra asing, terutama sastra Belanda.

ADVERTISEMENT

Ia mengadaptasi konsep sastra Barat dan memadukannya dengan ide-ide budaya nasionalis. Pendidikan yang dijalaninya mencakup Hollands Inlands School (HIS) di Palembang, kursus di Lembaga Pendidikan Peternakan dan Pertanian di Cisarua, Bogor, serta Algemene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta dan HIS di Jakarta.

Yamin melanjutkan studinya di Recht Hogeschool (RHS) di Jakarta dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932. Sebelum menyelesaikan pendidikan tinggi, ia sudah aktif terlibat dalam perjuangan kemerdekaan.

H.M Yamin Pernah Jadi Menteri

Berbagai organisasi yang didirikan untuk mencapai Indonesia merdeka dipimpin olehnya, termasuk Yong Sumatramen Bond (Organisasi Pemuda Sumatera) yang beroperasi dari 1926 hingga 1928. Dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, disepakati penggunaan bahasa Indonesia secara bersama.

Selain itu, Yamin juga terlibat dalam Partindo (1932-1938) dan tercatat sebagai anggota Pertindo antara tahun 1938 hingga 1942, sambil menjabat sebagai anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat). Setelah Indonesia merdeka, Yamin menduduki berbagai jabatan pemerintahan, antara lain sebagai Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961-1962).

Dari latar belakang pendidikan dan keterlibatannya dalam organisasi politik serta perjuangan kemerdekaan, terlihat bahwa Yamin adalah sosok yang berwawasan luas. Meskipun ia mendapatkan pendidikan Barat, ia tidak menyerapnya secara mentah-mentah dan tidak menjadi terpengaruh secara berlebihan oleh budaya Barat.

Sebaliknya, ia tetap mengedepankan semangat nasionalisme dan cinta tanah air dalam karya-karyanya. Pengaruh lingkungan keluarganya, yang merupakan keturunan kepala adat di Minangkabau, mungkin turut membentuk pandangannya. Sejak kecil, orang tuanya juga memberikan pendidikan adat dan agama hingga tahun 1914.

Oleh karena itu, Yamin tidak terjebak dalam hal-hal yang ia terima, baik dari karya sastra Barat maupun sistem pendidikan Barat yang ia jalani. Karya puisi Yamin sangat erat kaitannya dengan syair, yang berfungsi untuk mengisahkan sesuatu. Pada tahun 1928, ia menerbitkan kumpulan sajak berjudul "Indonesia, Tumpah Darahku", yang dirilis bersamaan dengan Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda yang terkenal itu.

Warna nasionalisme dalam karya-karya Yamin tidak terpisahkan dari perannya sebagai pejuang selama perjuangan kemerdekaan. Selain itu, Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda juga memiliki pengaruh yang sangat signifikan.

Sumpah pemuda ini meningkatkan kesadaran nasional, mendorong organisasi-organisasi pemuda yang awalnya bersifat kedaerahan untuk bertransformasi menjadi lebih nasionalistis. Hal ini mempengaruhi pandangan Yamin sebagai penyair dan kontribusinya bagi kejayaan bangsa dan negaranya.

Sebagai seorang pemuda yang bercita-cita untuk masa depan yang gemilang bagi bangsanya, Yamin tetap mengenang kejayaan masa lalu. Patriotisme Yamin menginspirasi semangat cinta terhadap bangsa dan sastra.

Ia melihat adanya hubungan langsung antara patriotisme dan kecintaan terhadap bahasa serta pengembangan sastra Indonesia. Sebagai penyair yang sangat mencintai bahasanya, Yamin berusaha mengekspresikan estetika dalam bahasa nasionalnya dengan harapan agar kesusastraan baru dapat berkembang dengan pesat.

Meskipun di masa dewasanya Yamin lebih banyak terlibat dalam politik dan pemerintahan, ia tetap meninggalkan karya-karya yang signifikan bagi perkembangan sastra Indonesia. Ia memiliki minat besar terhadap sejarah, khususnya sejarah nasional, yang baginya merupakan salah satu cara untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Raya. Dengan imajinasi seorang novelis dan gaya bahasa yang liris, ia menulis "Gadjah Mada" (1946) dan "Pangeran Diponegoro" (1950).

Beberapa Karya H.M Yamin:

a. Puisi

Indonesia, Tumpah Darahku, Jakarta: Balai Pustaka, 1928. (kumpulan)

b. Drama

(1) Ken Arok dan Ken Dedes, Jakarta: Balai Pustaka, 1934

(2) Kalau Dewa Tara Sudah Berkata. Jakarta: Balai Pustaka, 1932

c. Terjemahan

(1) Julius Caesar karya Shakspeare, 1952

(2) Menantikan Surat dari Raja karya R. Tangore, 1928

(3) Di Dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga karya R. Tigore, t.th

(4) Tan Malaka. Jakarta: Balai Pustaka,1945

d. Sejarah

(1) Gadjah Mada, Jakarta: 1945

(2) Sejarah Pangerah Dipenogoro, Jakarta: 1945

Demikianlah informasi mengenai sosok seorang tokoh penting yaitu Hm Yamin yang perlu para detikers ketahui. Semoga bermanfaat

Artikel ini ditulis Melisa Junita Padang, mahasiswa Magang UHN




(astj/astj)


Hide Ads