Mengenal Gotong Simalungun yang Sempat Dipakai Paus Fransiskus

Mengenal Gotong Simalungun yang Sempat Dipakai Paus Fransiskus

Nizar Aldi - detikSumut
Sabtu, 07 Sep 2024 15:00 WIB
Paus Fransiskus mengenakan Gotong Simalungun saat di Indonesia (Dok. Tangkapan layar)
Foto: Paus Fransiskus mengenakan Gotong Simalungun saat di Indonesia (Dok. Tangkapan layar)
Medan -

Pemimpin Gereja Katolik Dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, sempat mengenakan Gotong Simalungun dalam kunjungannya ke Indonesia. Lantas apa itu Gotong Simalungun?

Paus Fransiskus diketahui memakai Gotong Simalungun dari unggahan video Wali Kota Pematangsiantar Susanti Dewayani di Instagram pribadinya. Dalam video tersebut terlihat Uskup Agung Medan Kornelius Sipayung memakaikan Gotong Simalungun ke Paus Fransiskus.

"Terima kasih kepada Pemimpin Gereja Katolik Dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan Sri Paus Fransiskus, sudah mengenakan Gotong Simalungun, sukacita dan kebanggaan bagi Masyarakat Pematangsiantar," tulis Susanti Dewayani di Instagram pribadinya yang dilihat, Sabtu (7/9/2024).

Gotong Simalungun merupakan sebutan untuk satu dari 3 penutup kepala pria untuk etnis Simalungun. Selain gotong, terdapat juga penutup kepala bernama porsa dan takkuluk di kalangan pria Simalungun.

"Sebutan penutup kepala pria bagi masyarakat Simalungun, di bagi dalam 3 penyebutan yaitu: gotong, porsa dan takkuluk," demikian penjelasan yang dikutip dari website Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Penutup kepala gotong adalah penutup kepala adat suka cita (malas ni uhur) yang dipakai setiap upacara adat suka cita. Sementara porsa digunakan dalam upacara duka cita khususnya yang meninggal sayur matua dan takkuluk digunakan pria dalam kegiatan sehari-hari.

"Gotong merupakan aksesoris penutup kepala yang khusus digunakan oleh kaum pria di Simalungun sebagai kelengkapan pakaian adat. Gotong akan selalu hadir dalam setiap perayaan adat Simalungun. Pemakaian gotong dalam perayaan adat Simalungun merupakan bagian dari simbol budaya etnik Simalungun. Walaupun gotong hanya bagian dari aksesoris pelengkap dalam pakaian adat Simalungun, akan tetapi gotong menyimpan berbagai kisah didalamnya, mulai dari sejarah hingga makna yang terkandung didalamnya," imbuhnya.

Dalam penutup kepala gotong terdapat beberapa aksesoris yang ditempelkan. Seperti rudang hapias, doramani, rantei gotong, dan taring harimau.

Gotong dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gotong partongah atau penutup kepala bangsawan dan gotong paruma atau penutup kepala kaum paruma. Pada masa kerajaan, pemakaian gotong tidak boleh secara sembarangan atau memiliki tatanan tersendiri dalam pemakaiannya, seperti tidak diperbolehkan memakai gotong partongah bagi rakyat paruma maupun jabolon, lalu gotong partongah maupun paruma hanya dapat digunakan pada saat upacara-upacara kerajaan atau adat maupun perkawinan dan pada saat menyambut tamu kerajaan atau tamu daerah.

Sedangkan gotong paruma dipakai oleh aparatur kerajaan, akan tetapi tidak mengenakan akseroris berupa rudang hapias, doramani, rantei gotong dan taring harimau.

Namun, akibat adanya transformasi pakaian di Simalungun dan kejadian tanggal 3 Maret 1946 berupa Revolusi Sosial yang menghancurkan berbagai tatanan masyarakat Simalungun berupa lenyapnya rumah bolon (Istana Simalungun), terbunuhnya keluarga istana (bangsawan dan raja), perampokan harta bangsawan, maupun memudarnya wibawa Simalungun, serta hilangnya generasi orang terdidik di Simalungun.

Maka, sejak saat itu konsep gotong partongah dan gotong paruma dalam stratifikasi masyarakat Simalungun menghilang. Raja yang menjadi panutan serta menjadi sumber tatanan hukum, sosial, ekonomi dan kultur bagi masyarakat Simalungun juga hilang.

Melalui seminar Kebudayaan Simalungun tahun 1964 disepakati bahwa penutup kepala adat Simalungun adalah gotong tikkal (berbentuk destar dengan sisi tengah yang agak tegak lurus) dan dalam pemakaian gotong tersebut memiliki hiasan di dalamnya, seperti rudang hapias, doramani (tujuh tingkat), rantei gotong, dan taring harimau. Semenjak seminar tahun 1964 itu maka diputuskan bahwa sesama masyarakat Simalungun tidak ada lagi stratifikasi sosial, sehingga tidak ada lagi yang disebut dengan gotong partongah maupun gotong paruma tetapi sudah menjadi gotong tradisional milik masyarakat Simalungun.

Kemudian gotong ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Penetapan itu sejak tahun 2018.




(nkm/nkm)


Hide Ads