Heboh pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Bahllil Lahadalia yang menyebut Raja Jawa dalam pidatonya saat Munas Golkar beberapa waktu lalu menimbulkan gerakan di masyarakat. Di Medan muncul spanduk-spanduk yang bertuliskan 'Lawan Raja Yang Zholim'.
Salah satu spanduk bernarasi perlawanan tersebut sempat bertengger di Jalan Sisingamangaraja Medan. Namun tak lama sudah dicabut. Tak diketahui siapa yang mencopot spanduk tersebut.
Kepala Satpol PP Kota Medan Rakhmat Adi Syahputra Harahap mengakui tidak tahu menahu mengenai spanduk tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum tahu tentang spanduk itu, kita saat ini berpusat di DPRD Sumut tentang demo yang ada di kantor DPRD Sumut," ungkap Rakhmat, Jumat (23/8/2024).
DetikSumut mendapat kontak orang yang memasang spanduk kritik terhadap 'Raja Jawa' tersebut. Diketahui, ada 10 titik di Medan yang dipasangi spanduk tersebut.
Di antaranya berada di Depan Masjid Raya Medan, Kawasan Istana Maimun, Simpang Marindal, Simpang Johor, Simpang Jalan Gajah Mada Medan, Simpang USU, sekitaran Bundaran SIB, hingga Simpang Jalan Wahid Hasyim. Adapun tulisan spanduk tersebut berisikan 'Kami Menolak Tidak Bersuara' dan 'Lawan Raja Yang Zholim'.
Koordinator Pemasang Spanduk tersebut, Ade Dermawan mengatakan, pemasangan spanduk tersebut sebagai sikap penolakan terhadap pimpinan yang zalim terhadap rakyatnya.
"Selama ini kita ini mau dipaksa untuk tidak bersuara, hari ini kita menolak kemudian Bahlil mengatakan ngeri-ngeri sedap melawan Raja Jawa, berarti kita melawan Raja Jawa yang zholim. Jadi kita tidak mau di negara kita yang saat ini sesuka hati kekuasaan mengalahkan konsistusi, ini tidak ada urusan dengan Pilkada," ungkap koordinator pemasang spanduk Ade Dermawan kepada detikSumut, Jumat (23/8/2024).
Ade mengatakan pemasangan spanduk secara serentak tersebut merupakan bentuk keresahan rakyat dan kritik keras kepada pemerintah.
"Ini kritik keras yang selama ini kita diam. Kita sudah lelah dan bentuk keresahan karena kita tidak demo, jadi kritiknya seperti ini ya dan bisa dalam bentuk spanduk seperti ini," ujarnya.
Ia mengaku saat memasang spanduk-spanduk tersebut di sejumlah titik di Medan, ia sempat dilarang kepala lingkungan setempat. Ia juga mengetahui sejumlah spanduknya dicopot.
"Kami ada jumpa sama kepling di Simpang Marindal yang melarang pemasangan spanduk, kita tetap pasang dan kita tinggalkan," kata Ade.
Meski spanduk itu dicopot, Ade mengaku tak akan menyerah menyampaikan kritik lewat media spanduk.
"Pencopotan ini berarti ada ketakutan dengan masyarakat untuk bersuara. Di taman-taman banyak terpasang baliho atau spanduk, kenapa kita menyuarakan kebenaran kalau dikebiri, ini sebagai bukti bahwa kita mesti melawan," ucap Ade.
"Spanduk kita gugur satu tumbuh seribu, hidup cuma sekali, kita tunggu aja tanggal mainnya," pungkasnya.
Awal Mula Istilah Raja Jawa
Istilah Raja Jawa tersebut pertama kali disampaikan Ketum Golkar Bahlil Lahadalia saat Munas Partai Golkar, Rabu (21/8/2024). Potongan video saat Bahlil menyampaikan hal ini pun ramai dibagikan di media sosial dan membuat heboh.
Saat membahas kepala pemerintahan Bahlil melempar candaan soal 'Raja Jawa'. Bahlil juga mewanti-wanti para kader agar tak bermain-main dengan Raja Jawa itu.
"Soalnya, Raja Jawa ini, kalau kita main-main, celaka kita. Saya mau kasih tahu aja, jangan coba-coba main-main barang ini. Waduh, ini ngeri-ngeri sedap barang ini, saya kasih tahu," tutur Bahlil.
Bahlil menyebut jika dampak wanti-wantinya itu sudah terbukti. Namun, dia pun tak menjelaskan maksud siapa sosok yang dimaksud itu.
"Sudah, waduh ini, dan sudah banyak. Sudah lihat kan barang ini kan, ya tidak perlu saya ungkapkan lah," katanya.
(nkm/nkm)