Pusako Sebut Draf Revisi UU Pilkada di DPR sebagai Pembangkangan Konstitusi

Sumatera Barat

Pusako Sebut Draf Revisi UU Pilkada di DPR sebagai Pembangkangan Konstitusi

M Afdal Afrianto - detikSumut
Rabu, 21 Agu 2024 18:31 WIB
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Charles Simabura. (dok. pribadi)
Foto: Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Charles Simabura. (dok. pribadi)
Padang -

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Charles Simabura mengkritik Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK)) soal syarat partai politik untuk mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai tanpa kursi DPRD. Menurut Charles, kesepakatan yang dibuat DPR RI itu sebagai bentuk pembangkangan konstitusi.

"Sayangnya kan, DPR tadi sudah ketuk palu juga. Dia menganulir keputusan MK itu. Saya pikir ini bentuk pembangkangan terhadap konstitusi oleh DPR," kata Charles Simabura kepada detikcom, Rabu (21/8/2024).

Charles menilai penolakan Baleg DPR terhadap putusan MK, syarat dengan kepentingan terhadap calon kepala daerah tertentu. Selain itu, penolakan tersebut sebagai upaya menjegal partai politik tertentu untuk memajukan calonnya dalam Pilkada serentak kali ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini memang kelihatan dari kepentingan mereka adalah meloloskan calonya dan menjegal partai politik tertentu. Saya pikir ini sangat bertentangan sekali dengan keputusan MK. Dan ini potensial juga nanti akan bermasalah dalam pengesahan diakhir," ungkapnya.

Pakar hukum tata negara ini juga menilai, keputusan Baleg DPR yang menolak putusan MK sebagai skenario memunculkan kotak kosong dalam Pilkada serentak.

ADVERTISEMENT

"Ini ada upaya dipaksakan kotak kosong dalam Pilkada. Dan ini memang disengaja untuk adanya kotak kosong. Dan ini juga sudah rekayasa politik yang dilakukan oleh DPR," jelasnya.

Menurut Charles ketika keputusan MK diabaikan oleh DPR, maka seusai Pilkada akan berpotensi terjadi sengketa kembali di MK.

"Ketika ini memang diabaikan. Saya pikir ini potensial dibawa ke MK agar bisa dirujuk kembali prosesnya. Dan bisa jadi, diakhir akan ada sengketa hasil yang dilayangkan peserta Pilkada atau masyarakat yang tidak terima dengan Pilkada yang tidak sesuai dengan keputusan MK," tuturnya.

Charles menyebut putusan MK soal Pilkada sebelumnya sudah sangat menguntungkan semua pihak. Sebab akan memberikan ruang pilihan cukup banyak bagi calon-calon kepala daerah untuk maju. Meski putusan MK itu akan merugikan partai politik yang ingin menjegal calon alternatif untuk maju.

"Kalau konteks dalam membangun kartel ataupun dalam rangka menjegal calon alternatif, ini jelas merugikan partai politiknya. Atau kalau ingin pilkada yang fair, keputusan ini menguntungkan partai politik atau kepala daerah yang ingin maju," tegasnya.

"Sayangnya logika partai politik bukan itu, semakin sedikit saingan mereka justru menginginkan itu. Jadi mereka itu menolak nalar kompetensi yang fair dengan cara monopoli dan cara-cara ugal-ugalan untuk mendominasi Pilkada itu," tegasnya.

Charles mendorong putusan MK harus secepatnya diberlakukan dalam Pilkada serentak kali ini.

"Keputusan ini harus diberlakukan dalam Pilkada sekarang," tutupnya.






(mjy/mjy)


Hide Ads