Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat panitia kerja (Panja) dan menyepakati putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat partai politik untuk mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai tanpa kursi DPRD. Ahli Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara (USU) menilai kesepakatan Panja itu dinilai bertentangan putusan MK.
Ahli Hukum Tata Negara dari USU Mirza Nasution mengatakan jika putusan MK merupakan keputusan terakhir dan final. Keputusan itu bersifat mengikat semua pihak atau erga omnes.
"Putusan MK kan pertama dan terakhir, itu mengikatkan, erga omnes kan, dalam hal tersebut sudah melakukan penafsiran konstitusional terhadap norma hukum undang-undnag, yang diujikan undang-undang," kata Mirza Nasution saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DPR juga dinilai harus mematuhi keputusan MK tersebut. Hal itu menjadi konsekuensi negara hukum.
"Artinya dalam konteks negara hukum yang demokratis, putusan itu harus diakomodir. Tetapi kan policy politik hukumnya kan DPR sebagai lembaga negara chek and balance dengan MK itu kan harus mematuhi putusan peradilan kan sebagai konsekuensi negara hukum tadi kan," ucapnya.
Mirza menilai jika DPR harus senada dengan suasana kebatinan dan cara berpikirnya hakim MK saat memutuskan perkara itu. Sehingga keputusan DPR harus selaras dengan MK tanpa ada seolah-olah sama dan meminta masyarakat mengawal itu.
"Kalau pun dia akomodir itu sesuai dengan ranah kewenangan legislatif parlemen, oke, tapi kita harus lihat cara berpikir, suasana batin hakim yang memutuskan itu harus senada dengan cara berpikirnya orang parlemen itu, jangan sampai nanti paradigma berbeda tetapi seolah-olah bahasanya sama, ini kita harus cermat, harus mengawal semua," sebutnya.
Sehingga Mirza menilai jika draf UU Pilkada Pasal 40 yang disepakati Baleg DPR hari ini bertentangan dengan putusan MK. Sebab dalam putusan MK, syarat itu berlaku untuk semua partai politik bukan hanya untuk partai politik non kursi di DPRD.
"Artinya bahasa hukum pembuat undang-undang di DPR kita harus lihat subtansinya itu apakah tetap mengacu patuh terhadap putusan MK itu, sehingga draf nya itu bertentangan atau menentang putusan MK," tutupnya.
Ketentuan pasal 40 diubah DPR sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kuris di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
(3) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walilota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Simak Video "Video: DPR Sebut Dewan Statistik Nasional Tak Bisa Intervensi Lembaga Survei"
[Gambas:Video 20detik]