Tanggal 27 Mei setiap tahun diperingati sebagai Hari Jamu Nasional. Dikutip dari buku Jamu Ramuan Tradisional Kaya Manfaat oleh Rifqa Army, jamu merupakan obat herbal atau ramuan bahan-bahan dari alam yang digunakan secara turun-menurun untuk pengobatan.
Lantas, bagaimana sejarah Hari Jamu Nasional? Kali ini, detikSumut telah merangkum sejarah dan tujuan peringatan Hari Jamu Nasional untuk detikers. Yuk, simak penjelasan berikut.
Sejarah Hari Jamu Nasional
Merujuk dari buku The Power of Jamu: Kekayaan dan Kearifan Lokal Indonesia oleh Martha Tilaar dan Bernard T. Widjaja, sejarah jamu terdiri dari lima periode. Berikut rinciannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Periode Prasejarah
Salah satu jenis manusia purba yang diperkirakan pernah tinggal di Indonesia adalah Pithecanthropus. Namun, jumlah Pithecanthropus di Indonesia hanya sedikit sehingga sulit untuk meneliti metode pengobatan kala itu.
Ketika diteliti, salah satu manusia dengan jenis Pithecanthropus Erectus memiliki tujuh tumor tulang jinak atau eksostosis yang diduga didahului oleh peradangan. Hal tersebut membuktikan bahwa berbagai jenis penyakit sudah ada sejak masa Neolitik.
Periode Sebelum Kolonial
Periode sebelum kolonial atau sebelum tahun 1600, terdapat berbagai penemuan tumbuhan-tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat. Pada abad kedelapan, ditemukan bukti penggunaan tumbuhan untuk pengobatan secara internal dan eksternal.
Pada abad kesembilan, ditemukan relief pohon Kalpataru pada dinding Candi Borobudur. Pohon Kalpataru diyakini sebagai pohon mitologis yang menyimbolkan kehidupan abadi. Pada bagian bawah relief, terdapat gambar orang yang sedang meramu bahan-bahan untuk pengobatan dan perawatan tubuh.
Selain itu, ditemukan naskah kuno yang ditulis pada daun lontar kering di Bali. Naskah-naskah tersebut biasanya ditulis dalam bahasa Sanskerta atau Jawa Kuno yang menyebut obat sebagai usada atau usadi.
Pada tahun 1460-1550 M, terdapat juga sistem pengobatan tradisional Agen Balian Sakti yang dikembangkan oleh Dan Hyang Dwijendara.
Periode Kolonial
Selama periode kolonial, tepatnya tahun 1600-1942, masyarakat suku Jawa telah mengumpulkan resep jamu yang dikenal sebagai Serat atau Primbon, seperti Serat Centhini, Serat Kawruh Bab "Jampi-Jampi", Serat Wulang Wanita, Candra Rini, buku Nawaruci Paraton, dan lainnya.
Periode Jepang
Pada tahun 1940, seminar dengan tema jamu pertama kali dilaksanakan di Solo. Selanjutnya, Panitia Jamu Indonesia dibentuk dan dipimpin oleh Prof. Dr. Sato, Kepala Jawatan Kesehatan Masyarakat. Tugas Panitia Jamu Indonesia adalah memeriksa dan menilai resep jamu yang didaftarkan secara sukarela oleh para pengusaha jamu.
Periode Kemerdekaan
Pada masa ini, pengembangan obat tradisional mendapatkan perhatian yang cukup besar. Ketika Bung Karno menderita penyakit ginjal, ia mendatangkan enam orang sinse dari Cina untuk mengobatinya. Bung Karno juga mengenalkan keenam orang tersebut pada Dies Natalis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pada tahun 1950, penelitian-penelitian terkait tanaman obat di Indonesia telah difasilitasi dengan didirikannya Werkgroep voor Minidinale Plante. Berdasarkan situs web resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, pada tahun 2008, Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Jamu Nasional diperingati setiap tanggal 27 Mei. Jamu juga telah diakui sebagai obat tradisional Indonesia dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 003/MENKES/PER/I/2010.
Tujuan Hari Jamu Nasional
Dilansir dari situs web resmi Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, tujuan peringatan Hari Jamu Nasional adalah mempertahankan eksistensi Jamu di Indonesia. Hari Jamu Nasional juga ditetapkan karena eksistensi jamu yang mulai pudar. Oleh karena itu, Hari Jamu Nasional juga disebut sebagai Hari Kebangkitan Jamu.
Demikian sejarah dan tujuan peringatan Hari Jamu Nasional. Selamat Hari Jamu Nasional, detikers!
Artikel ini ditulis Raphaella Ade Siallagan, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(afb/afb)