Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal, Syarat dan Dalilnya

Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal, Syarat dan Dalilnya

Tim detikHikmah - detikSumut
Kamis, 16 Mei 2024 06:30 WIB
Ilustrasi haji
Foto: Getty Images/Shakeel Sha
Medan -

Badal haji atau menghajikan/mewakili orang untuk menunaikan ibadah haji diperbolehkan dalam Islam. Salah satu sebab badal haji yakni orang yang harusnya berangkat haji meninggal dunia sebelum keberangkatan.

Bagaimana syarat dan dalil dalam pelaksanaan badal haji? berikut detikSumut rangkum penjelasannya dilansir dari detikHikmah.

Dalil Badal Haji

Dinukil dari kitab Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, badal haji atau disebut juga al-hajju anil-ghair dilakukan karena orang yang wajib haji meninggal sebelum berangkat haji.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, dijelaskan, pada suatu hari, seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku telah bernazar untuk melakukan haji, tetapi ia tidak melaksanakan nazarnya hingga meninggal dunia. Apakah aku boleh melakukan haji untuknya?"

Rasulullah SAW pun bersabda, "Lakukanlah haji untuknya. Bukankah jika ibumu memiliki utang, kamu akan membayarkannya? Bayarlah (hak) Allah, sesungguhnya Allah lebih berhak dibayar." (HR Bukhari)

ADVERTISEMENT

Para ulama punya perbedaan pendapat daam hal kewajiban badal haji. Menurut Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, dan Syafi'i, wali wajib melakukan haji untuk orang yang meninggal, baik ia berwasiat atau tidak berwasiat. Biaya pelaksanaan badal haji tersebut diambil dari harta orang yang meninggal.

Dalam Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karya Agus Arifin, Ibnu Zubair meriwayatkan hadist dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki, "Engkau adalah anak tertua ayahmu, maka lakukanlah haji untuknya." (HR an-Nasa'i)

Sedangkan Malik berpendapat jika seseorang meninggal dunia dan tidak berwasiat agar dihajikan maka tidak wajib hukumnya melakukan badal haji untuk orang tersebut. Namun jika ia berwasiat maka badal hajinya dilakukan menggunakan sepertiga hartanya.

Syarat Badal Haji

1. Badal haji dilakukan orang yang sudah haji

Orang yang mewakili orang lain untuk berhaji atau badal haji disyaratkan harus telah berhaji untuk dirinya sendiri. Hal itu dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA.

Saat itu, Rasulullah SAW mendengar ada seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrmah (Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk Syubramah)."

Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada lelaki tersebut, "Siapa Syubramah?"

"Dia saudaraku, ya Rasulullah," jawab lelaki itu. Lalu Rasulullah SAW bertanya lagi kepadanya, "Apakah kamu sudah pernah haji?"

"Belum," jawab lelaki tersebut.

Rasulullah SAW pun bersabda, "Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubramah." (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni dengan tambahan "Haji untukmu dan setelah itu berhajilah untuk Syubramah")

Kemudian muncul persyaratan lain badal haji, yaitu pelaksanaan haji tidak boleh digabungkan dengan haji orang lain. Sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu, "Jika seseorang haji dengan dua niat ihram (untuk dua badal atau lebih), maka hukumnya tidak sah."

2. Niat Badal Haji Dilakukan saat Ihram

Niat Badal haji dilakukan ketika Ihram. Berikut bacaannya.

Niat badal haji untuk jemaah laki-laki:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ الْحَجَّ عَنْ فُلَانٍ بِنْ فُلَانٍ

Labbaika allaahumma al-hajja 'an Fulaan bin Fulaan

Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulan bin Fulan."

Niat badal haji untuk jemaah perempuan

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ الْحَجَّ عَنْ فَلَانَةٍ بِنْتِ فُلَانٍ

Labbaika allaahumma al-hajja 'an Fulaanah binti Fulaan

Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulanah binti Fulan."

3. Orang yang Dihajikan Telah Mampu dari Segi Biaya

Menurut Imam an-Nawawi, orang yang boleh dibadalkan hajinya adalah orang yang telah meninggal dunia atau orang sakit yang tidak mungkin lagi sembuh. Namun dalam melaksanakan badal haji tersebut, biayanya dibebankan pada hartanya sendiri atau sebagian besarnya.

"Mayoritas (ulama) mengatakan menghajikan orang lain itu dibolehkan untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang lemah (sakit) yang tidak ada harapan sembuh."

4. Ada Izin Dari Orang yang Dihajikan

Untuk syarat yang terakhir ini, sebagian ulama berbeda berpendapat. Imam Syafi'i dan Hanbali berpendapat boleh menghajikan orang lain secara sukarela, misalnya anak dari orang yang telah meninggal dunia ingin menghajikan orangtuanya walaupun orang tuanya tidak pernah berwasiat untuk dihajikan.

Artikel ini telah terbit di kanal detikHikmah dengan judul: Syarat Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal



(nkm/nkm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads