- Kumpulan Puisi Hari Pendidikan Nasional Puisi #1: Pendidikan dan Harapan Puisi #2: Benih Generasi Puisi #3: Dikoyak Suara Puisi #4: Menggapai Impian Puisi #5: Ki Hajar Dewantara Puisi #6: Suara Murid Masa Kini Puisi #7: Perjuangan Meraih Mimpi Puisi #8: Para Pelajar Puisi #9: Ilmu Abadi Puisi #10: Terang Puisi #11: Bersahabatlah dengan Ilmu Puisi #12: Waktu Adalah Ilmu Puisi #13: Hatinya Rupawan meskipun Rusak Badan Puisi #14: Belajar Puisi #15: Tujuan Ilmu Puisi #16: Seuntai Syukur Puisi #17: Pendidikan Masa Lalu Puisi #18: Pahlawan yang Terlupakan Puisi #19: Seperti Air Tenang Mengalir di Sungai Rhine Puisi #20: Di Nusantara Kutemukan Jiawanya, Buat Ki Hajar Dewantara
Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas menjadi momentum untuk mengenang dan mengapresiasi jasa Ki Hadjar Dewantara dalam dunia pendidikan. Peringatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan semangat insan Tanah Air dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk memeriahkannya, ada banyak hal yang bisa dilakukan, salah satunya membaca puisi. Dikutip dari berbagai sumber, berikut sederet puisi Hari Pendidikan Nasional 2024 untuk anak SD.
Kumpulan Puisi Hari Pendidikan Nasional
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puisi #1: Pendidikan dan Harapan
Karya: Dwi Arif
Pendidikan adalah tangga harapan
Tangga itu menuntun manusia untuk mencapai tujuan
Semua manusia berhak untuk menggunakan
Untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan
Tangga itu tidak boleh disembunyikan
Dari semua insan yang ingin perubahan
Tangga tersebut tidak boleh disalahgunakan
Hanya untuk meraih keuntungan
Tangga itu harus benar-benar kuat
Agar mampu merubah manusia menjadi bermartabat
Tangga tersebut harus selalu dirawat
Agar bisa membimbing kita meraih akal sehat
Tangga itu harus bisa beradaptasi
Dari jaman yang begitu kencang berlari
Tangga itu tidak boleh dinodai
Agar bisa mengantar kita menjadi manusia bermoral yang hakiki
(Sumber: Buku Pijar Antologi Puisi Pendidikan - Universitas Katolik Soegijapranata)
Puisi #2: Benih Generasi
Karya: Irmahadiani Linasari
Lihatlah benih-benih generasi yang penuh mimpi
Tumbuh indah di ladang sang petani
Alam pun menjadi saksi
Ragam budaya yang tumbuh mengiringi
Tak ada yang salah dengan keragaman
Bukankah itu dapat menguatkan?
Namun, mengapa terkadang kita memaksakan
Padahal kodrat alam begitu nyata
Mereka bukan secarik kertas kosong belaka
Melainkan pribadi yang penuh talenta
Walau mungkin sepanjang harinya
Hanya bermain kesibukannya
Yakinlah kita bisa berpihak pada mereka
Mengembangkan bakat dan potensinya
Lewat kearifan lokal yang menjadi budayanya
'Tuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaannya
Mari menuntun sepenuh hati
Membimbing kodrat yang telah terpatri
Layaknya sang petani
Yang menghamba pada benih ini
Memupuk budi pekerti sesuai nilai Pancasila
Dengan cipta, rasa, karsa, dan karya
Tanpa melupakan sebuah perubahan
Kodrat zaman yang penuh tantangan
Ing ngarso sung tulodho
Ing madyo mangun karso
Tut wuri handayani
Tetaplah menjadi semboyan
'Tuk wujudkan merdeka belajar
(Sumber: Spirit Guru Penggerak: Kumpulan Puisi Filosofi Ki Hajar Dewantara, Antologi Puisi CGP Angkatan 4 Tulungagung)
Puisi #3: Dikoyak Suara
Karya: Ika Rahutami
Di ujung sore yang sepi
Terbayang kerinyit kemarahan bercampur bau perjuangan
yang berkobar sekian puluh tahun lalu
"apakah kamu mendidik?"
"iya," jawabku
"mendidik semacam apa?"
"ya mendidik orang muda supaya pintar, supaya tidak bertemu alisnya ketika berbicara teknologi, supaya kelak jadi kaya"
"cukupkah?" desisnya lagi. "Kamu lupa, pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan"
Aku terdiam
Membiarkan suara suara di telinga terganti oleh detak nadiku yang lebih cepat
Tergerus oleh arus yang lebih cepat,
terlupa kemewahan idealisme, kokoh kemauan, dan halus perasaan
terlupa atau sengaja lupa
Itu tetap kegagalan
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #4: Menggapai Impian
Karya: Ni Nengah Restari
Senyum terukir tipis
Menghias bibir yang manis
Langkah demi langkah berpijak
Mengejar angan yang bijak
Sejuta harapan kurengkuh
Laksa rintangan kutempuh
Laksa menuju kemenangan
Menggapai impian
Riang gembira jalan hidup
Hati ikhlas bahagia datang
Perjuangan dan doa penuh ikhlas
Bawa berkah yang berlimpah
(Sumber: Goresan Pena: Antologi Puisi Pendidikan oleh Ni Nengah Restari, dkk, Komunitas Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kreatif Kabupaten Lombok Tengah)
Puisi #5: Ki Hajar Dewantara
Karya: A.K. Wardhani
2 Mei engkau dilahirkan
Tanggal itu pula kami abadikan
sebagai hari Pendidikan Nasional
Karena jasamu,
Mengentaskan kebodohan
Memerangi penjajah dengan cahaya pengetahuan
Putra ningrat yang merakyat
Pengasingan tak menghentikan langkah
Serbuan kritik tajam kau arah
Jiwamu menahan amarah
Dalam doa dan tengadah
Dalam tulisan penuh amanah
Ki Hajar Dewantara... Ki Hajar Dewantara!
Pekik namamu harum kukenang selalu
Engkaulah pendiri Taman Siswa
Engkaulah pejuang Tiga serangkai
Teladanmu terlukis nyata penuh wibawa
Dalam perjuanganmu!
Dalam tulisanmu!
Dalam dedikasimu!
Semboyanmu akan selalu terpatri
Ing ngarsa sung tuladha
Ing madya mangun karsa
Tut Wuri handayani
(Sumber: Laman resmi Dinas Kebudayaan Kabupaten Kendal Jawa Tengah)
Puisi #6: Suara Murid Masa Kini
Karya: Pipit Sriwulan
Inginku bebas inginku lepas
Terserah air mengalir ke mana
Melewati pasir, lembah dan telaga
Berlari sekuat-kuatnya yang tanpa batas
Kebebasan mengolah cipta, rasa, dan karya itu hak kami
'Tuk memupuk sejuta potensi yang terpatri di sanubari
Maka waktu, ilmu dan maju akan tumbuh dalam diri
Kemerdekaan dalam bermain dan belajar haruslah ditaati
Dukunglah kami, bimbinglah kami
Menggapai keemasan sebagai wujud dari mimpi
Doakan kami, agar tiada jalan yang tak pantas 'tuk dilalui
Kami hanyalah seekor semut yang pantas 'tuk disayangi
Sungguh pendidikan adalah pusaka
Harus selalu dijaga kemurnian dan keutuhannya
Mengayomi, memfasilitasi mencetak generasi
sesuai keyakinan falsafah negeri
Menopang kuat kemajuan negara,
berakarkan budaya Indonesia
(Sumber: Spirit Guru Penggerak: Kumpulan Puisi Filosofi Ki Hajar Dewantara, Antologi Puisi CGP Angkatan 4 Tulungagung)
Puisi #7: Perjuangan Meraih Mimpi
Karya: Natasha Maylina
Sejuta angan dan mimpi
Menari di kepalaku
Sejuta harapan
Bergema di dalam hatiku
Ke manakah semua ini kubawa?
Kehidupan yang maha keras
Menghadang impian dengan batu rintangan
Takkan kulepas genggaman mimpiku
Melupakan imajinasi sejenak
Berjerih payah mewujudkan mimpi
Setiap jerih payah pasti terbayar
Berikan banyak harapan
Semangat perjuangan berkobar
Demi mimpi di masa depan
Takkan 'ku berpaling darinya
'Kan kuraih mimpi setinggi bintang
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #8: Para Pelajar
Karya: Elfrida Octaviani
Kami tumbuh untuk Indonesia
Kami hidup untuk Indonesia
Kami berdiri untuk Indonesia
Kami mati untuk Indonesia
Tidak semata mata kami hanya meminta
Dengan jeritan dan ronta
Tapi kami juga mengalirkan
Ilmu sebagai terapan yang meringankan
Malam tergelap tepat sebelum fajar
Rintangan dan halangan selalu mengajar
Esa hilang dua terbilang
Tak akan ada harapan yang hilang
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #9: Ilmu Abadi
Karya: Medina Muncar Irmaranti
Ilmu adalah cahaya kehidupan
Menjadi penerang dalam gelapnya kehidupan
Begitu luas untuk dijelajahi
Ilmu bagaikan petunjuk
Penuntun kejalan yang benar
Menjadi dasar atas apa yang kita lakukan
Ilmu tak pernah lekang oleh waktu
Berkembang seiring berkembangnya waktu
Dan akan terus berkembang hingga akhir kehidupan
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #10: Terang
Karya: Bella Artidesimasari
Dahulu temaram
Kami tak kenal terang
Pun siang tak kunjung benderang
Hingga pahlawan datang
Adorasi pahlawan-pahlawan tamu
T'lah tuntun kami menuju padang cahaya
Menitis kami dengan asanya
Tak kenal lelahnya
Pendar asa dalam nadinya
Tri Dharma dalam jantungnya
Debarnya menyeru harsa
Dengan ilmunya kini kami terang
Kini cakrawala menjemput siang
Maka lantanglah terang kami bagikan
Dalam tinta, aksara, buku dan suara
Rasuk pendar itu dalam nadi
Terang adalah kami
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #11: Bersahabatlah dengan Ilmu
Karya: Alberta Michelle
Bersahabatlah dengan ilmu
Maka kehidupan yang cerah memihakmu
Bersahabatlah dengan ilmu
Maka harapan terasa dekat di genggamanmu
Dunia akan selalu membutuhkanmu
Membutuhkan ilmumu
Membutuhkan kerja kerasmu
Membutuhkan semangatmu
Teruslah belajar
Hingga tak lagi mengenal rasa lelahmu
Teruslah belajar
Hingga kesuksesanlah yang menemani hari-harimu
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #12: Waktu Adalah Ilmu
Karya: David Aribowo
Untuk bisa terbang harus butuh waktu
Untuk bisa berlari harus menguasai waktu
Untuk bisa berenang harus meluangkan waktu
Untuk bisa melompat harus mengatur waktu
Butuh waktu untuk menguasai materi
Menguasai waktu untuk sukses dari bangku sekolah
Meluangkan waktu untuk mengibarkan ilmu
Mengatur waktu untuk membawa nama baik sekolah
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #13: Hatinya Rupawan meskipun Rusak Badan
Karya: Samsul Hadi
Dia bersua seperti biasa
Menyapa dan bercanda
Namun dia bercita mulia
Bertahan dalam rimba pengetahuan
Kelaparan demi yang lain kecukupan
Perih demi tegaknya kemanusiaan
Adalah dia yang menjadi dambaan dunia
Dialah mutiara indah tak ternilai harganya
Tangan dan kakinya tak mau diam
Perut dan kepalanya terus menerjang
Berjalan membawa senapan siap dibidikkan
Jiwa dan raganya dipertaruhkan
Hidup dan matinya menjadi jaminan
Dengan hati dan pikirannya ia diam dan berjalan
Dia mengarungi samudera kebaikan
Mendaki tebing terjal kebenaran
Rela menderita melebihi apapun
Kesempatannya tak tersia-siiakan
Sanggup melampaui perjalanan jauh berapapun
Sekalipun tinggalkan harta dan kedudukan
Dia aneh dan hina dipandang sebelah mata
Nyatanya ia kaya, mulia, dan tegak perkasa dari yang ada
Tekadnya gigih dalam rencana
Semangatnya kuat bagaikan baja
Hatinya pasrah tinggi ke angkasa
Tawakkal berserah pada sang Penguasa
Meski duri tajam mengoyak tubuh dekilnya
Ia terus melangkah demi ilmu pendidikan
Siapapun yang memandang akan tertawan
Hatinya rupawan meski rusak badan
Kata dan perbuatannya membingungkan
Namun pada pengujungnya semua terbuktikan
Dia sang idaman dicintai Tuhan
(RSKP Dharmais Jakarta, Jumat, 10 Juni 2022)
(Sumber: Aku Ingin Digugu dan Ditiru: Kumpulan Puisi Satire Pendidikan oleh Samsul Hadi)
Puisi #14: Belajar
Karya: Agnes Valentina Christa
Ketika matahari terbit memancarkan sinarnya
Seketika itu jiwa ragaku terbakar
Terbakar oleh semangat belajar
Demi mencapai tujuan mulia
Belajar ...
Menjadi jalan yang menyakitkan demi mencapai sebuah tujuan
Luka, ejekan, perih terasa selama belajar
Namun, hati tetap teguh dalam belajar
Belajar ...
Menjadi jalan cita dan harapan bagi masa depan
Belajar seakan menjadi semangat untuk terus maju
Maju melawan kebodohan
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #15: Tujuan Ilmu
Karya: David Aribowo
Aku melangkah tanpa arah tujuan
Hingga impian menjadi suram
Aku berimajinasi seperti elang
Hingga rintangan terlihat ringan
Aku membuang waktu untuk tujuan
Hingga pengetahuan tampak luas dan terang
Aku berhasil menuntut ilmu
Hingga pekerjaan terasa kesenangan
(Sumber: Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Benny D Setianto dkk, Civitas Akademika Unika Soegijapranata)
Puisi #16: Seuntai Syukur
Karya: Margareta Asti
Teruntuk Dikau, Peri Berilmu
Dari aku yang selalu menyusahkanmu
Panas kemarau yang tak berkesudahan
Dingin penghujan yang tak berujung
Bak merekalah kehebatanmu
Pengabdianmu bagaikan lily yang menawan
Mulia, suci, pun semangatmu enggan mematung
Tiada pernah kau siakan hadirmu
Lihatlah bunga-bungamu yang bermekaran
Tanpamu semua dungu, pandir, pusung!
Tak satupun dari benihmu kau biarkan layu
Terima kasih, Peri berilmu
Terima kasih untuk hadirmu
Terima kasih atas cintamu
(Sumber: Buku Pijar Antologi Puisi Pendidikan yang diterbitkan Universitas Katolik Soegijapranata)
Puisi #17: Pendidikan Masa Lalu
Karya: Muhammad Haris
Manusia zamannya
Berpindah ke mana-mana
Di situ berada selalu belajar
Di sana semangat terbakar
Ruang terbuka
Sekat alam manusia
Samudra ilmu
Menyentuh kalbu
Tanpa keluh kesah
Tanpa meratapi masalah
Bisa menyelesaikan
Bisa menuai kesuksesan
(Sumber: Pendidikan Untuk Kemanusiaan: Kumpulan Puisi Masa Kini oleh Muhammad Haris)
Puisi #18: Pahlawan yang Terlupakan
Karya: Ahmad Muslim Mabrur Umar
Cermatilah sajak sederhana ini kawan
Sajak yang terkisah dari sosok sederhana pula
Sosok yang terkadang terlupakan
Sosok yang sering tak dianggap
Ialah pahlawan yang tak ingin disebut pahlawan
Terkalah kiranya siapa pahlawan ini
Ingatlah lagi kiranya apa jasanya
Ia tak paham genggam senjata api
Ia tak bertarung di medan perang
Ucap, sabar dan kata hati menjadi senjatanya
Keberhasilanmu kawan, itulah jasanya
Cerdasmu dan cerdasku itu pula jasanya
Bukan ia yang diharap menang
Namun suksesmu dan suksesmulah menangnya
Dapatkah kiranya jawab siapa pahlawan ini
Karenanyalah kudapat tulis sajak ini
Karenanyalah kau dapat baca sajak ini
Juluklah ia pahlawan tanpa tanda jasa
Mungkin telah teringat olehmu kawan
Mungkin telah engkau terka jawabnya
Ialah pahlawan dan orang tua kedua
Ialah guru, sang pahlawan yang terlupakan
(Sumber: Buku Puisi Pendidikan oleh Rabiah, dkk.)
Puisi #19: Seperti Air Tenang Mengalir di Sungai Rhine
Karya: Ramses P Panjaitan
Seperti air tenang mengalir di Sungai Rhine
Begitulah perjuangan Ibu Kartini memajukan perempuan pribumi
Dalam upaya menyetarakan status sosial bagi wanita dalam hal pendidikan
Bahkan Ibu Kartini mendirikan sebuah sekolah bagi kaum wanita
Jasanya tak pernah terlupakan dan kita harus kenang,
walaupun Ibu kita Kartini telah menjadi kenangan,
tetapi tetap abadi perjuangan
'alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia
bila kaum perempuan dididik baik-baik.
Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri,
berharaplah kami dengan harapan yang sangat
supaya disediakan pelajaran dan pendidikan
karena inilah yang akan membawa bahagia baginya.'
Kata kata Ibu kita Kartini yang sangat memperjuangkan
kesejahteraan bagi perempuan Indonesia
Seperti apa jadinya jika beliau tidak memperjuangkan
kesejahteraan perempuan?
Mungkin perempuan-perempuan Indonesia jadi tak tau arah?
Jasanya sangatlah besar tentang kemanusiaan,
seperti halnya seorang penyair aku mendambakan itu
Harapanku besar agar Indonesia melahirkan kartini muda
untuk melanjutkan perjuangannya
Seperti air tenang mengalir di Sungai Rhine
Para lelaki harus ingat mereka lahir dari rahim ibu,
maka dari itulah perlakukan perempuan seperti engkau berbakti pada ibumu
Raden adjeng kartini adorsinya terhadap kaum perempuan,
itu adalah cita-cita yang paling mulia
Tetaplah kita kenang, sebagai seorang penyair
aku sangat mengenang dirinya
dan akan memperjuangkan hak-hak kemanusiaan
dan hak-hak perempuan di tanah air tercinta
(Sumber: Kartiniku, Kartinimu, Kartini Kita: Kumpulan Puisi oleh Vania Kharizma, dkk.)
Puisi #20: Di Nusantara Kutemukan Jiawanya, Buat Ki Hajar Dewantara
Karya: Sawali Tuhu Setya
Bak Mutiara di atas tumpukan loyang
Pancaran pamormu menembus lautan
dan karang
Aroma namamu telah tercatat dalam
prasasti dan sejarah
Nisanmu abadi sepanjang zaman dan
lintasan sejarah
Tinta emasmu menggetarkan nyali
colonial
Dikucilkan dan dinistakan sebagai
pecundang
Di kegelapan sonya ruri tanpa bintang
Bak Mutiara di atas tumpukan Loyang
Namamu terus mengabdi bersemayam
Dalam kubdangan kalbu pemburu
kebenaran
Aku berkelana, mengepakkan sayap mimpi
Hingga ke tanah seberang
Kukejar jejak pamormu yang hilang
Dalam kepungan badai dan gelombang
Terperangkap dalam kubangan labirin
Sunyi, gelap tanpa terang
Di tengah gelombang zaman yang
meradang
Slogan dan semboyan abadimu,
Ing ngarsa sung tuladha,
Ing madya mangun karsa.
Tut wuri handayani
Tak lebih hanya tinggal tumpukan idiom
tanpa makna
Berabad-abad lamanya aku memburu
tanpa jeda
Menembus kabut dan mendung gelap di
cakrawala
Hampa ...
Merana ...
Kehilangan asa ...
Aku lelah ...
Mati suri ...
Terjerembab di Taman Nusantara
Oh...
Tanpa tahu sebab yang pasti
Aku merasa damai dan bahagia
Di taman ini aku temukan jiwanya
Di Taman Nusantara
Aku bertemu Ki Hajar Dewantara
Tak perlu lagi berkelana
Tak perlu mengembara, menembus
kabut cakrawala
Mengepakkan sayap mimpi sia-sia
(Sumber: Laman resmi Dinas Kebudayaan Kabupaten Kendal Jawa Tengah)
(mff/afb)