Bermula Pelatihan, Perajin Batik Sumut Pernah Produksi 3.000 Kain per Bulan

Bermula Pelatihan, Perajin Batik Sumut Pernah Produksi 3.000 Kain per Bulan

Andika Syahputra - detikSumut
Rabu, 20 Mar 2024 07:30 WIB
Zuchri saat meninjau hasil pekerjaan para pekerjanya. (Andika Syahputra/detikcom)
Foto: Zuchri saat meninjau hasil pekerjaan para pekerjanya. (Andika Syahputra/detikcom)
Medan -

Nur Cahaya Nasution mengikuti pelatihan membuat batik yang digelar Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sumatara Utara (Sumut) tahun 2009 lalu. Pelatihan itu menjadi cikal bakal Nur Cahaya membuka usaha batik yang kini jadi sumber penghasilan anak-anaknya.

Berbekal kemampuan membatik yang didapat dari pelatihan, Nur Cahaya, mencoba peruntungan membuka usaha batik dengan motif etnis yang ada di Sumut. Cerita ini disampaikan Zuhrita Kustiwi, anak almarhumah Nur Cahaya Nasution.

"2010 pertama kali mulai, sudah 14 tahun. Setelah ikut pelatihan muncul niat buat batik," cerita Zuhrita didampingi suaminya Tuful Zuchri Siregar saat berbincang dengan detikcom Sabtu 16 Maret 2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena almarhum ibunya yang menjadi pelopor maka usaha batik yang kini dikelolanya diberi nama UD Mitra Cahaya. "Cahaya itu kan nama ibu," katanya.

Diceritakan Zuhrita saat itu bukan hanya almarhum ibu nya yang ikut pelatihan membatik. Hanya, dari sekian banyak peserta pelatihan ibunya yang berani membuka usaha batik.

ADVERTISEMENT

"Dari pelatihan yang dibuat Dekranasda Sumut itu hanya almarhum ibu yang berani membuka usaha batik," ungkapnya.

Proses pembuatan batik Sumut. (Andika Syahputra/detikcom)Proses pembuatan batik Sumut. (Andika Syahputra/detikcom) Foto: Proses pembuatan batik Sumut. (Andika Syahputra/detikcom)

UD Mitra Cahaya yang berlokasi di Jalan Letdasujono, Gang Al Halim No 1, mulanya adalah Lembaga Keterampilan Pelatihan (LKP) pelatihan yang didirikan Nur Cahaya. LKP itu dibuat untuk memberikan pelatihan kepada siapa saja orang yang ingin belajar membatik.

Sedangkan usaha produksi batik dilakukan di Jalan Letdasujono, Gang Musyawarah. Karena banyak kain batik yang dihasilkan dari pelatihan, diputuskan LKP dijadikan tempat produksi kain batik untuk dijual.

"Yang di Gang Musyawarah itu masih adik yang pegang. Kalau yang di sini, saya dan suami yang kelola," tutur wanita yang juga seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di RS Haji Medan itu.

Orang-orang yang ikut pelatihan oleh almarhum ibunya kemudian diajak ikut bekerja di UD Mitra Cahaya. Setelah 10 tahun lebih sejak saat itu, para pekerja tersebut ada yang masih ikut bekerja dan juga membuka usaha batik sendiri.

Mengenai modal awal yang dikeluarkan untuk memulai usaha batik diakuinya tidak sedikit, Zuhrita dan suami menyediakan uang hingga Rp 100 juta. Uang itu dipergunakan untuk membeli peralatan dan bahan baku.

"Alhamdulillah yang ikut bekerja sama kami ada 20 orang. Ada yang kerja dari sini, ada juga dari rumah. Sebelum pandemi pekerja sampai 38 orang, karena produksi menurun makanya jumlah pekerja berkurang," tuturnya.

Dengan 20 pekerja, setiap bulannya UD Mitra Cahaya menghasilkan 700 lembar kain batik dengan berbagai motif. Jumlah itu menurun jauh dari sebelum pandemi yang mencapai 3.000 lembar bakal kain yang diproduksi setiap bulannya.

"Kapasitas kita memang bisa 3.000 lembar, setelah pandemi belum sepenuhnya pulih," lanjutnya.

Tuful menambahkan, dia dan istri tidak terlalu memaksakan produksi harus kembali sebelum masa pandemi. Ia mensyukuri yang didapat hari ini, karena usaha membuat batik bukanlah satu-satunya mata pencaharian mereka.

"Saya dosen, ada juga mekanik alat-alat kesehatan. Ibu (istri) ASN, kami tak terlalu ngoyo kali, tapi pendapatan dari usaha batik ini alhamdulillah," katanya.

Kemampuan Galeri Ulos Sianipar dalam menerima kain batik yang mereka produksi juga menjadi alasan untuk tidak menaikkan produksi hingga 3.000 lembar.

"Kami tidak ada pasarkan kain ini di luar, semuanya diantar ke Galeri Sianipar. Sejak awal berdiri kami sudah kerjasama dengan mereka, berapapun hasil produksi langsung diantar ke sana dan mereka terima semua," jelasnya.

Akan Produksi Motif Baru. Baca Halaman Berikutnya...

Ke depan Tuful sudah merencanakan untuk mengembangkan motif baik yang mereka produksi, tidak hanya etnis yang ada di Sumatera Utara. "Sekarang motif di sini semua etnis, ada Melayu, Karo, Dairi dan yang lain. Ke depan kita akan tambah motif baru yakni Aceh, Minang Sumbar, Melayu Riau," katanya.

Dengan produksi 700 lembar kain baik per bulan, pendapatan yang diterimanya mencapai puluhan juta setiap bulan.

"Pendapatan bersih sekarang ini sekitar Rp 20 juta, itu sudah bersih. Sebelum pandemi bisa lebih lagi karena jumlah produksi kain lebih banyak," katanya.

Zuhrita mengakui usaha batik yang dikelola bersama suami terbantu berkat adanya fasilitas pinjaman untuk UMKM dari Bank Rakyat Indonesia. Pinjaman itu membuat cashflow usaha tetap terjaga.

Sudah empat tahun pinjaman UMKM dari BRI dimanfaatkannya. "Pinjaman sudah empat tahun, karena (BRI) lihat putaran keuangan. Pinjaman sistem giro, kita dikasi pagu hingga Rp 300 juta, kalau terpakai hanya Rp 50 juta, dibayar Rp 50 juta," katanya.

"Sejak bermitra dengan BRI kita tertolong, pinjaman UMKM, karena membantu perputaran uang. Masih sampai hari ini (pinjaman). Ada ketenangan dengan pinjaman itu, misalnya ada orderan banyak, bahan baku tidak ada, kita manfaatkan fasilitas pinjaman. Tenggat waktu sebulan, kalau pekerjaan tiga bulan, bisa juga bulan jangka waktunya," lanjut dia.

Pengecatan kain batik Sumut. (Andika Syahputra/detikcom)Pengecatan kain batik Sumut. (Andika Syahputra/detikcom)

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan optimismenya bahwa BRI dapat menyalurkan KUR tersebut sebelum tahun 2024 berakhir. Optimisme itu tak lepas dari strategi yang telah disusun perseroan pada percepatan graduasi atau upaya menaikkelaskan nasabah eksisting, dan perluasan jangkauan penerima baru.

"BRI selalu konsisten dalam memberikan dukungan permodalan bagi pelaku UMKM dan memberikan pendampingan kepada nasabah dalam pengembangan produk hingga upaya digitalisasi pelaku UMKM. Salah satu contoh bagaimana pembiayaan yang diberikan serta pendampingan usaha yang kami berikan dapat mendorong kapasitas usaha pelaku UMKM," ujarnya dikutip dari laman resmi BRI.

BRI merupakan perbankan di Indonesia yang menjadi penyalur KUR terbesar, yang setiap tahunnya terus meningkat. Sepanjang tahun 2023 lalu, BRI telah menyalurkan KUR senilai Rp 163,3 triliun kepada 3,5 juta debitur dengan mayoritas penyaluran KUR untuk sektor produksi. Di tahun 2024 ini, BRI menjadi penyalur KUR terbesar dengan alokasi Rp 165 triliun.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Jadi Pahlawan UMKM, BRI Sabet Penghargaan Anugerah Ekonomi Hijau"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads