Kasus kepala bayi tertinggal dalam rahim Mukarromah (25) bikin geger. Pihak Puskesmas Kedungdung Bangkalan tempat bayi malang tersebut dilahirkan pun buka suara. Pihak puskesmas membantah adanya malapraktik dalam tindakan bidan puskesmas.
Kuasa Hukum Puskesmas Kedungdung, Bangkalan, Risang Bima Wijaya, mengatakan tindakan tenaga kesehatan (nakes) di puskesmas terhadap Mukarromah sudah sesuai prosedur. Risang menjelaskan, pada Januari 2024, bidan desa sudah menyatakan bahwa janin yang dikandung Mukarromah sudah tak ada detak jantungnya. Namun, menurut sang ibu bayinya masih bergerak meski lemah.
Sehingga pada tanggal 4 Maret 2024 dini hari, pasien kembali datang ke bidan desa karena merasa mau melahirkan. Pihak bidan desa pun membuat rujukan agar Mukaromah ke Puskesmas Kedudung. Dalam rujukan bidan desa tersebut, kata Risang, sudah didiagnosis bahwa bayi dalam kandungan Mukaromah meninggal dalam kandungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga dibuat lah rujukan oleh bidan desa ke Puskesmas Kedungdung. Dalam rujukannya itu sudah ada diagnosa Intrauterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan, itu dari bidan desa ke puskesmas diagnosanya begitu," kata Risang dilansir detikJatim, Rabu (13/3/2024).
Pihak puskesmas pun memeriksa pasien sambil menunggu tanggapan rujukan dari RSUD Bangkalan. Ternyata jantung bayi sudah tak berdetak, sementara ensi darah pasien sangat tinggi mencapai 160-180. Alhasil pihak nakes pun memberi penanganan untuk menstabilkan tensi pasien agar bisa dilakukan operasi secto caesar (sc).
"Tapi, saat proses pemeriksaan dilakukan, si ibu ini sudah mengejan dan ada dokter di sana, ternyata ketika diperiksa sudah terjadi pembukaan lengkap, bokong bayi sudah kelihatan, artinya bayi ini sungsang tapi tidak ada darah di sana, tidak ada air ketuban," jelas Risang lagi.
Karena kondisi tersebut pihak puskesmas tidak bisa langsung merujuk pasien. Dikhawatirkan ibu bayi dapat meninggal dunia di jalan sehingga bidan dan nakes berupaya mengeluarkan janin dari dalam perut Mukarromah.
"Karena khawatir terjadi kejang, tidak bisa langsung dirujuk karena bisa meninggal di tengah jalan," tegasnya.
Ia juga mengatakan, ada dua lilitan di leher bayi yang harus dipotong selain kondisi bayi yang sungsang.
"Apalagi, ada dua lilitan di leher bayi yang perlu dipotong untuk melepas bayi yang sungsang. Ternyata, tali ari-arinya sudah rapuh, sudah cokelat dan tidak ada darah, kondisi bayi sudah melepuh, istilah kedokterannya itu maserasi," imbuhnya.
Risang pun menegaskan, tindakan yang dilakukan nakes di puskesmas sudah sesuai prosedur penanganan bayi yang sungsang. Namun, kondisi janin sudah mulai membusuk saat ditarik, sehingga kepala bayi terlepas dan tertinggal di rahim ibu.
"Ketika ditarik menggunakan alat ternyata terlepas dari rahangnya karena kondisi itu sudah membusuk, tidak ada darah dan air ketuban di sana, bukan digunting (leher bayi)," jelasnya.
"Nah di situ akhirnya dirujuk untuk mengeluarkan kepala ke RSIA Glamour Husada terdekat," jelas Risang.
Dinkes juga Bantah Malapraktik
Dinas Kesehatan Bangkalan juga membantah adanya tindakan malapraktik dalam kasus tersebut. Tindakan bidan membantu Mukarromah melahirkan disebut sudah sesuai SOP.
"Kami lakukan tindakan yang sudah dilakukan sesuai SOP sesuai prosedur, " kata Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan Nur Hotiba.
Hotiba juga menyebut, tindakan yang dilakukan oleh bidan puskesmas bukan tindakan perorangan melainkan tim sesuai ketentuan UU No 17 tahun 2023 yakni persalinan ditangani dua orang bidan, perawat dan dokter sebagai tempat konsultasi.
"Intinya kita menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Karena bayi itu sebelumnya sudah meninggal (Di dalam rahim) dan kami mencoba menyelamatkan ibunya," tegasnya.
Dia juga mengatakan, kondisi tubuh bayi sudah mengelupas dan rapuh karena sudah lama meninggal di dalam perut.
"Mohon maaf, kalau bayi meninggal lebih dari satu minggu (dalam perut/rahim) bahasa medis itu maserasi (Janin mati mengalami proses degeneratif aseptik) sudah mengelupas semua ya, jadi sudah empuk," tambahnya.
Hal itu juga diketahui setelah pihaknya melakukan Audit Maternal Perinatal (AMP) atau penelusuran sebab kematian persalinan ibu dan si bayi.
"Jumat (8/3/2024) kemarin kita melakukan audit Maternal Perinatal terkait dengan persalinan ibu dan bayi. Itu dengan tim ada nakes ada bidan ada perawat ada dokter ada SpOG (Dokter Obgyn). Kami sudah melakukan audit dan diagnosa terakhir mati dalam kandungan itu aja," ungkapnya.
Terkait langkah pihak keluarga yang melaporkan tindakan nakes di puskesmas ke polisi, dinkes menyebut ada miskomunikasi antara puskesmas dengan pihak keluarga pasien. Sehingga menurutnya perlu ada langkah persuasif untuk menyampaikan kepada pihak keluarga terkait fakta yang sebenarnya terjadi.
"Kami mengadakan pendekatan secara persuasif kepada pihak keluarga untuk menyampaikan pemahaman kepada keluarga," tandas Hotiba.
(nkm/nkm)