Sivitas akademika Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Aceh mengeluarkan petisi tentang penyelamatan reformasi dan demokrasi nasional. Mereka meminta Pemilu yang berlangsung pada 14 Februari dilakukan secara bebas dan tidak ditunggangi kepentingan politik.
Sejumlah akademisi Unimal hadir saat menyampaikan petisi yang berlangsung di kampus tersebut, Senin (5/2/2024). Ada enam poin yang tertuang dalam petisi, di antaranya mengharapkan pemerintah menangkap suara kebatinan bangsa Indonesia yang menginginkan bersikap netral dan menjaga pranata hukum dan pemerintahan hingga jajaran terendah agar tidak terjebak pada sikap partisan pada Pemilu 2024 ini.
"Mengharapkan TNI/Polri tetap setia pada NKRI dan menjunjung tinggi kehormatan negara dan bangsa dengan menjaga sekuat mungkin keamanan dan pertahanan nasional. Hal ini sesuai dengan sumpah jabatan pegawai polisi dan sumpah prajurit sapta marga sebagai patriot dan pembela ideologi negara," bunyi kedua petisi yang dibacakan Koordinasi Deklarasi Kamaruddin Hasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sivitas akademika Unimal juga meminta penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu serta jajarannya bekerja secara profesional dan adil. Selain itu, masyarakat Indonesia khususnya warga Aceh diharapkan untuk menjaga kondusivitas, dengan terus menyerukan semangat penyelamatan reformasi dan demokrasi yang telah menjadi cita-cita para reformasi 1998.
"Cita-cita reformasi terlalu mahal untuk digadaikan demi kepentingan pragmatis Pemilu 2024. Jangan lagi mundur ke belakang dan perkuat sendi kebangsaan dengan nilai-nilai demokrasi yang kita gali dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945," jelas Kamaruddin.
Baca juga: 5 Manifesto Politik Sivitas Akademika Unand |
"Kepada masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih, gunakan hak pilih Anda pada Pilpres dan Pileg secara mandiri dan sesuai dengan hati nurani. Tidak ada seorang pun yang berhak mengatur dan menggiring pilihan karena hal itu tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang kita perjuangkan dan nilai-nilai Pancasila yang kita anut. Hanya Tuhan yang maha kuasa saja yang berhak mencabut hak asasi kita, dan kepada-Nyalah kita berserah diri," bunyi poin keenam petisi.
Juru Bicara Deklarasi Suadi menyebutkan kondisi politik saat ini cukup meresahkan semua kalangan. Dia berharap calon presiden dan calon legislatif yang terpilih nantinya benar-benar mendapatkan dukungan masyarakat.
"Kita mengharapkan kalaupun nanti ada yang terpilih kita mengharapkan ada legasi yang baik yang betul kemudian ada legitimasi masyarakat yang kuat sehingga siapapun yang terpilih sebagai presiden atau sebagai anggota parlemen betul-betul mendapatkan dukungan masyarakat yang penuh dalam menjalankan amanah yang diembannya sehingga tidak sibuk dengan proses-proses pemilihan yang dipandang keliru atau tidak berbasis pada nilai dan etika dan Undang-undang," kata Suadi.
Dosen Antropologi Fisipol Unimal Teuku Kemal Fasya mengatakan, petisi itu merupakan gerakan moral dan pihaknya tidak terlibat dalam gerakan partisan apapun serta tidak terlibat dalam gerakan mendukung salah satu pasangan calon. Sivitas akademika menginginkan pemilu pada 14 Februari berlangsung demokratis dan bebas dari intervensi.
"Bebas dari tekanan dan bebas bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk ASN untuk memilih tanpa harus melihat apa yang menjadi pilihan pimpinannya. Jadi itu yang menjadi keinginan kita," jelas Kemal.
"Petisi ini menyatakan bahwa kita menginginkan ada Pemilu yang bebas demokratis dan tidak ditunggangi oleh kepentingan politik manapun untuk memenangkan atau memberikan privilege kepada salah satu calon presiden," lanjut Teuku Kemal Fasya.
(agse/mjy)