Alasan Bangunan Romawi Kuno Tetap Kokoh Meski Berusia Ribuan Tahun

Alasan Bangunan Romawi Kuno Tetap Kokoh Meski Berusia Ribuan Tahun

Tim detikEdu - detikSumut
Jumat, 12 Jan 2024 06:00 WIB
Ancient ruins in Rome, Lazio, Italy
Foto: Getty Images/mammuth
Medan -

Banyak bangunan Romawi kuno di dunia yang masih berdiri kokoh hingga hari ini, padahal usia bangunan itu sudah lebih dari ribuan tahun. Para ahli dari berbagai penjuru dunia pun melakukan penelitian terkait itu.

Beberapa bangunan Romawi kuno yang masih berdiri kokoh yakni Colosseum, Arch of Constantine, L'Arco atau Pantheon. Bangunan itu berada di Roma, Italia.

Usia Pantheon sendiri sudah lebih dari 2.009 tahun. Berdasarkan penelitian ahli, bangunan Romawi kuno bisa bertahan hingga ribuan tahun karena bahannya yang kuat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari arsip detikEdu, berikut ini sejumlah alasan bangunan Romawi kuno bisa bertahan hingga kini meski telah berusia ribuan tahun.

Penggunaan Material Vulkanik

Marie Jackson ahli geologi di Universitas Utah menjelaskan bangunan Romawi kuno masih bertahan karena berkaitan dengan material vulkanik spesifik yang digunakan orang Romawi. Para pekerja mengumpulkan bantuan vulkanik yang tersisa setelah letusan gunung berapi untuk dicampurkan ke dalam beton.

ADVERTISEMENT

Bahan reaktif alami ini bisa berubah seiring waktunya serta bisa berinteraksi dengan unsur-unsur lainnya. Sehingga memungkinkan bisa menutup sebuah retakan bila terjadi kerusakan.

"Kemampuan untuk terus beradaptasi dari waktu ke waktu benar-benar sebuah kejeniusan. Betonnya dirancang dengan sangat baik sehingga bisa menopang dirinya sendiri," tutup Jackson.

Admir Masic, profesor teknik sipil dan lingkungan di Institut Teknologi Massachusetts yang termasuk dalam penelitian ini mengaku terkejut. Menurutnya, para insinyur Romawi kuno sangat berhati-hati dalam memproses bahan untuk membuat sebuah bangunan.

"Bagi saya, sangat sulit untuk percaya bahwa (insinyur) Romawi kuno tidak akan melakukan pekerjaan dengan baik karena mereka benar-benar berusaha dengan hati-hati saat memilih dan memproses bahan," ujarnya.

Beton Bangunan Romawi Bisa 'Menyembuhkan Diri'

Mengutip Los Angeles Times, disebutkan bila kebanyakan beton modern memiliki bahan dasar semen portland komposit. Semen ini dibuat dengan memanaskan batu kapur dan tanah liat hingga suhu yang super tinggi dan menggilingnya.

Untuk menjadi beton, semen dicampur dengan air agar menjadi pasta reaktif secara kimia. Terakhir bongkahan material seperti batu dan kerikil ditambahkan. Nantinya, pasta semen itu akan mengikat seluruh bahan menjadi massa beton.

Ternyata, menurut catatan arsitek kuno seperti Vitruvius proses pembuatan beton di Romawi juga serupa. Beton dibuat dengan mencampurkan material seperti batu kapur yang terbakar dengan pasir vulkanik, air, dan kerikil.

Campuran ini menciptakan reaksi kimia untuk mengikat semuanya menjadi satu. Meski begitu, Masic menjelaskan penemuannya menghasilkan hal yang luar biasa.

Bagaimana tidak, beton Romawi dari Privernum dapat memicu kemampuan "penyembuhan diri" pada material tersebut. Sehingga ketika sebuah retakan terbentuk di beton, air bisa meresap dan mengaktifkan sisa kantong kapur.

Ketika kantong kapur aktif, reaksi kimia baru tercipta dan mengisi bagian yang rusak. Lebih lanjut, beton yang ditelitinya juga diketahui mengandung butiran kecil kalsium putih yang disebut klas kapur dan terus terperangkap di dalam beton.

Menurutnya, kandungan tersebut tidak ditemukan dalam formulasi beton modern. Peneliti menemukan pecahan kapur putih sebagai kunci beton Romawi kuno bisa memperbaiki diri.




(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads